Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bloody Broom

Kolaborasi: Layla Amalia NightZen (Action) - Fiona tequilaiueo (Historical)

* * *

Aku menatap kosong tanganku yang gemetar. Bau amis memenuhi indra penciumanku, rintih kesakitan merasuk, mengetuk gendang telingaku perlahan. Namun entah mengapa bibirku perlahan tertarik. Entah rasa apa yang menelusup pada hatiku, seakan bau amis dan rintihan itu menggelitik perasaanku. Mataku tertutup perlahan, menyembunyikan netra yang seringkali menjadi perbincangan para hamba dari Sang Penguasa Semesta, membuatku tak lagi melihat liquid merah yang tercecer di seluruh ruang.

Tanpa kusadari rasa geli dalam dadaku membuncah, bahuku terasa naik turun. Tawa yang awalnya hanya tawa pelan perlahan berubah menjadi tawa kesetanan yang menggema dalam kungkungan dinding tebal yang mengelilingiku.

Sial, aku sepertinya sudah gila. Aku tak mengerti bagaimana mungkin aku tertawa setelah semuanya. Setelah segala hal yang terjadi, dan setelah seluruh gerak tubuh yang kulakukan, bagaimana mungkin aku tertawa jika aku orang normal?

Ah, biar kujelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Mari kita kembali pada beberapa menit lalu, tepatnya waktu di mana semuanya belum terjadi. Waktu di mana pagi hari yang seharusnya normal dimulai.

Sang bola api perlahan naik memancarkan sinarnya, menampakkan dirinya di ujung cakrawala, menyapa para makhluk bumi yang sebagian masih menggeliat pada tempat tidur mereka.

Diriku sendiri termasuk dalam jajaran makhluk-makhluk itu, menggeliat kesal kala sinar mentari menyorot tepat wajahku dari celah gorden yang terbuka. Erangan kesal terlontar dari mulutku. Memulai hari dengan keluhan.

"Kenapa pula pagi datang begitu cepat?" hatiku menggerutu, merasa keberatan. Dengan paksa aku menarik tubuhku untuk bangkit dari area dengan gravitasi tinggi yang selama semalaman kutiduri, berjalan ke arah kaca persegi yang membatasi ruang kamarku dengan dunia luar. Tanganku tengah cekatan membuka gorden hitam yang menutup sebagian dari permukaannya ketika suara barang pecah terdengar dari ruang lain dalam rumah sialan yang kutinggali.

"Another day another torment," gumamku tanpa sadar, helaan nafas kesal keluar dari mulutku. Mengabaikan suara teriakan perusak gendang telinga yang mulai menggelegar, aku menatap keluar jendelaku yang tepat menghadap pada halaman rumah.

Saat itulah aku menyadari satu benda asing yang tengah mengambang setengah meter diatas tanah, tak jauh dari tanaman kesayanganku.

Mataku melebar, tanpa berpikir panjang tentang resiko apapun itu, aku membuka jendela dan mengeluarkan diriku dari kamar. Melupakan fakta bahwa kamarku berada di lantai dua, melompat hati-hati, turun, berlari menghampiri benda asing tadi.

Aku mengerjap takjub, mendapati bahwa benda asing itu ialah sebuah sapu terbang yang sering kudengar dari cerita penyihir dalam dongeng semasa taman kanak-kanak.

"Dari mana benda ini?" gumaman keluar lagi dari mulutku, "Ah, lebih penting lagi.. apa yang bisa kulakukan dengan ini?"

Tanganku terulur, jemariku perlahan menyentuh benda yang tak pernah kulihat sebelumnya itu, kemudian menggenggam tongkatnya.

Ajaib, benda itu ringan terangkat dan terbawa dalam genggam tanganku.

"Wow! Kukira benda ini akan terbang tak beratura-"

"BANGS*ATTT-!!! LELAKI BAJINGAN! BERI AKU UANG SI*LAN!!"

Teriakan melengking memotong gumamanku. Ayahku dan sesosok wanita berpenampilan hedon keluar dari pintu utama rumah. Sudut bibir ayah berdarah, nampaknya sehabis terkena bentur keras sesuatu.

Ck, wanita itu. Beraninya mengatai ayahku padahal ia sendiri yang merasuk dalam kehidupan kami tanpa seizin dariku. Wanita murah yang menggondeli ayah hanya untuk harta!

Tanganku mengepal kuat, cengkeraman pada sapu terbang sebelumnya juga semakin kencang. Mataku menatap tajam pada wanita yang bahkan tak menganggap keberadaanku.

"Benar juga.. selama ini, dalam cerita sapu ini untuk pergi ke suatu tempat, bukan? Aku penasaran, bagaimana jadinya kalau ini untuk memukulmu?" ucapku membuat atensi wanita murah itu menatap ke arahku.

Aku melangkah ke arahnya, tanpa memberikan kesempatan pada ayah untuk menahanku, aku menarik rambut wanita itu, membuatnya meronta kesakitan. Dengan tak peduli aku menggeretnya ke dalam rumah, terus masuk hingga ruang yang bertuliskan ruang musik.

Tanpa basa-basi kutendang pintu ruang itu, melempar wanita sialan tadi ke dalam ruangan. Sapu dalam genggamanku dalam hitungan sepersekian detik terayun bagai tongkat baseball.

Tak dapat kudeskripsikan, teriakan kesakitan serta cairan merah yang bercipratan ke mana-mana.

"Benar tebakanku, sapu inipun berguna untuk memukul!"

Seseorang pernah berkata padaku, penjahat terkadang adalah hero-nya. Bukan kubenarkan perbuatanku, tapi, aku benci melihat ayah menangis. Sungguh.

Meski ayah adalah orang yang keras, ia tidak pernah sekalipun melakukan kekerasan padaku seperti wanita murahan ini. Bahkan sejak ibu pergi untuk selamanya. Orang pintar menjadi bodoh setelah mengenal cinta benar adanya.

Ayah mematung di ambang pintu sebelum akhirnya masuk dan berteriak marah. Kata-kata kasar tertuju padaku karena menyakiti istri tercintanya. Aku tersenyum simpul, pegangan pada gagang sapu mengerat.

"Kita tidak perlu mengasihi orang jahat," kataku kemudian melirik ayah. "Bahkan jika Raja Charles tahu salah satu rakyatnya melakukan kekerasan apalagi terhadap pria, wanita murahan ini tetap akan mati mengenaskan."

Tidak peduli dengan ucapanku, ayah menghampiri istrinya yang bersimbah darah. Tanpa banyak bicara lagi aku keluar, kembali ke kamarku untuk membersihkan diri.

Tidak ada kata kasih lagi dalam hidupku semenjak ibu pergi. Aku hilang arah sampai tidak tahu mana yang benar dan salah. Bagiku, cinta yang ditunjukkan semua orang hanyalah palsu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro