Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Epilog - They're Like Sisters

Sebulan sejak hari kematian Shin sekaligus anak-anaknya memulai kehidupan baru tanpa terkekang olehnya, tanpa disadari hari natal telah tiba. Kejadian hari itu seluruhnya diurus Senri yang ikut Hikaru dan Kana ke Hokkaido, mulai dari yakuza buat menutup mulut keberadaan dirinya dan saudaranya. Dengan begitu, mereka takkan hidup dalam ketakutan terhadap polisi yang akan mengintai mereka setiap saat.

Sementara itu, Yukito dan Tsukasa perlu dirawat di rumah sakit selama kurang lebih sebulan dan Yuuma terpaksa menemani mereka atas perintah Kana. Setiap harinya, Yuuma tak henti mengeluh karena ingin cepat-cepat ke Hokkaido yang benar-benar memiliki suasana natal di bulan Desember.

"Huh, menyebalkan. Kenapa aku harus di sini, sih?" Yuuma bergumam sendiri, tetapi sengaja membuat Tsukasa dan Yukito yang sekamar bisa mendengarnya.

"Berhentilah mengeluh. Kana memperlakukanmu begitu karena kamu nggak pernah mau mendengarnya, tahu," timpal Yukito dengan alasan seratus persen tepat sasaran, bahkan membuat Yuuma terbungkam.

Yuuma pun berusaha mengalihkan topik pembicaraan. "Daripada itu, sebentar lagi natal, ya? Lihat di sosial media, katanya Hikaru dan Kana buat pesta natal di sana. Ukh… aku benar-benar iri." Yuuma mengeluh lagi. Saat disorot tajam oleh Yukito, Yuuma berkata hal lain. "Ma… makanya, kalian cepat sembuh biar waktu tahun baru, kita bisa di sana bersama mereka."

Tsukasa yang baru bisa menggerakkan tangan beberapa hari lalu ikut-ikutan dengan Yuuma membuka akun sosial media Hikaru. Postingan sebelumnya sangat mengejutkan baginya sehingga dia melempar ponsel ke lantai.

"Hei, kau pikir ponsel murah? Kita sudah tidak punya banyak uang, tahu," tegur Yukito.

"Menyebalkan. Ada apa, sih?" tanya Yuuma sambil memungut ponsel Tsukasa yang layar ponselnya pecah sebagian.

"Sejak kapan Hikaru jadian dengan Izumi? Padahal, aku sudah mengejarnya bertahun-tahun, bagaimana bisa?" Tsukasa histeris sendiri sambil membenamkan wajah di telapak tangan.

Yuuma dan Yukito terdiam sesaat sambil saling menatap satu sama lain, lalu mereka menertawai Tsukasa secara serempak.

"Ya ampun, ternyata kamu selama ini bertepuk sebelah tangan sama pacar Hikaru, ya? Mereka sudah hampir sebulan jadian, lho. Lebih tepatnya, setelah mereka ke Hokkaido." Yuuma tertawa yang paling keras, bahkan terbahak-bahak. Karena terlalu berisik, seorang perawat menegurnya.

"Jangan menertawaiku. Dulu kami pernah dekat karena selalu sekelas, tahu. Tapi, gara-gara aku nggak sengaja membawa buku hariannya dan membacanya juga, dia jadi membenciku. Sampai sekarang pun aku berusaha melupakan isi buku hariannya," jelas Tsukasa dengan malu-malu.

Yuuma dan Yukito jadi penasaran dengan isi buku harian Izumi yang sampai membuatnya harus membenci Tsukasa. Di sisi lain, mereka merasa lega karena Tsukasa dan Izumi tidak pernah berpapasan saat mengunjungi studio Uzuki.

"Entah kenapa, ini agak menyebalkan, ya? Padahal aku punya wajah yang lumayan, tapi kenapa waktu SMA, nggak ada perempuan yang mendekatiku, ya?" Baru pertama kalinya, Yukito membuat wajah serius untuk masalah sepele.

Tawa Yuuma meledak lagi. "Itu karena kamu itu murid teladan berkedok berandalan. Atau sebaliknya, ya?"

Setelah itu, Yuuma tak pernah kembali lagi ke ruang rawat inap Tsukasa dan Yukito, sebab dia dilarang masuk oleh dokter dan perawat yang menjadi penanggung jawab mereka karena takut membuat keributan lagi.

*****

Salju turun lebat di Hokkaido. di sela-sela istirahat untuk mempersiapkan pesta natal, Hikaru memandang lukisan dari Uzuki yang dipasang di dinding ruang TV. Setiap kali melihat lukisan tersebut, Hikaru selalu teringat perjalanan hidupnya yang berliku-liku hingga sampai mendapatkan kebebasan seperti sekarang. Dengan begitu, ia takkan melupakan pengorbanan Uzuki dan orang-orang terpenting bagi lainnya.

Hikaru, apa kau bisa mencicipi masakanku? Aku takut kurang enak.

Kana yang tiba-tiba muncul membuat Hikaru terbuyar dari lamunan. "Bukannya ada Shiki di depan? Coba minta dia."

Oh, lidahnya dia mati rasa. Setiap kali aku memasak, dia selalu bilang masakanku enak, tapi Tsukasa malah berkata sebaliknya. Aku nggak bisa mempercayainya.

Sebenarnya, Hikaru juga enggan mencicipi masakannya yang terbilang buruk. Namun, karena tidak ingin membuat Kana kecewa, Hikaru terpaksa pergi ke dapur untuk bersiap-siap bertemu malaikat maut. Bertepatan di waktu yang sama, bel depan rumah berbunyi dan Hikaru menganggapnya sebagai penyelamat nyawanya. Ia langsung berbalik arah menuju pintu depan, meninggalkan Kana di depan dapur. Pastinya, Kana sangat kesal.

"Wah, wah. Pacarnya sudah datang, ya?" tanya Shiki yang tiba-tiba muncul dari dalam dapur.

Kana tampak tidak paham dengan ucapan Shiki dan berusaha mencernanya dengan baik. Pacar? Aku nggak pernah dengar, tuh. Dia jadian sama siapa?

Justru, reaksi Shiki berlebihan meski hanya sebuah keterkejutan. "Padahal, kau kakaknya, tapi nggak tahu? Ckck, kasihan. Dia Misono Izumi, perempuan yang terkenal di kalangan kelas dua."

Mengetahui kenyataan itu, reaksi Kana jauh lebih berlebihan. Ia langsung menyusul Hikaru ke depan pintu dan begitu tiba di sana, ia menendang punggung Hikaru dengan kaki sehingga terjerambap tepat di depan Izumi. Lalu, tanpa membuat Hikaru sempat memarahinya, Kana menyeretnya keluar rumah sampai ke tepi sungai dekat kompleks rumah.

Kana melepaskan cengkeramannya dari kerah baju Hikaru. Bisa-bisanya kamu nggak memberitahuku duluan kalau kamu punya pacar? Rasakan betapa malunya jatuh ditendang oleh seorang kakak di depan pacarmu sendiri.

Dalam hati Hikaru, sadisnya Kana masih tidak berubah. Dengan sikapnya yang keras kepala begitu, Hikaru tidak bisa melakukan apa-apa untuk membuat Kana memaafkannya, kecuali Senri dan Shiki yang bisa berhasil membuatnya memaafkan kesalahan mereka. Hikaru hanya perlu menunggunya tidak marah di tempat sedingin itu dengan baju tipis.

Setengah jam telah berlalu. Kana yang juga tidak memakai jaket mulai menggigil. Sayangnya, rasa menggigilnya tidak bisa mengalahkan sifat keras kepalanya. Hikaru tahu yang mereka lalui sangat sulit untuk bisa tinggal di Hokkaido dengan tenang dan damai, tetapi itu takkan lucu jika mereka mati kedinginan di luar rumah tanpa memakai jaket tebal karena bertengkar hal sepele. Bisa-bisa, Izumi akan merasa bersalah seumur hidupnya dan para saudaranya menertawai mereka di pemakaman.

"Kana, sudahi, yuk. Shiki dan Senri pasti mengkhawatirkanmu. Lebih baik kita kembali dulu," bujuk Hikaru sambil menggoyangkan bahu Kana.

Kana masih memandang sungai sambil mengetik sesuatu di ponsel. Hikaru, apa kau bahagia sekarang?

Meski terkejut dengan pertanyaan yang tidak mungkin dilontarkan oleh seorang Kana, Hikaru menjawabnya dengan penuh percaya diri. "Tentu saja. Kenapa harus ditanyakan lagi?"

Kalau begitu, apa alasanmu sebenarnya menerima tawaran ayah waktu itu? Sampai sekarang nggak ada yang pernah mengetahuinya. Sudah waktunya kau memberitahuku.

Hikaru terdiam sesaat. Dia sendiri baru menemukan jawabannya setelah Uzuki terbunuh. Hikaru pun ikutan memandang sungai yang belum membeku.

"Si Shin pernah bilang akan memberikan kebebasan yang kuinginkan, kan? Kurasa keinginanku waktu itu hingga sekarang adalah melindungimu apa pun yang terjadi. Saat aku melihatmu pertama kali, aku merasakan dari dirimu bahwa kamu sangat menderita, bahkan sampai tidak punya tujuan hidup. Meski aku sudah kehilangan banyak hal yang berharga, aku bisa bertahan sampai sekarang berkat dirimu yang selalu berada di sisiku. Aku tahu alasannya nggak masuk akal, tapi terserah kau mau menganggap apa."

Karena tak ada tanggapan dari Kana, Hikaru menoleh ke arahnya. Tak terduga, wajah Kana memerah. Apakah dia jadi demam gara-gara terlalu lama di luar rumah tanpa jaket? Saat Hikaru mencoba menyentuh keningnya, Kana malah menepisnya dan langsung beranjak berdiri, hendak meninggalkan Hikaru.

Bodoh, aku lagi nggak mau melihat wajahmu. Jangan ikuti aku dan kembali lagi sana ke Tokyo.

Hikaru semakin terheran-heran. Apa yang membuat Kana semakin marah? Padahal, jawabannya tadi sudah pasti akan membuat Kana memaafkannya.

Hikaru pun akhirnya membuat satu kesimpulan. Kana itu tsundere dan memang tidak pernah jujur terhadap perasaannya sendiri. Menurutnya, Kana mirip sekali dengan Uzuki seolah mereka kakak beradik.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro