7 - Weakness
Sejak hari di mana Hikaru memutuskan untuk kabur, ia kira itu akan menjadi hari terakhir bersekolah. Dia tidak ada keinginan untuk kembali ke sana karena sudah muak dengan belajar. Namun, tidak disangka, Shin semudah itu mengatakan, "Hikaru, besok kau pergi ke sekolah yang sama dengan Tsukasa dan Kana."
Hikaru ingin sekali segera menolak pergi ke sekolah, tetapi dia tidak punya hak seperti itu. Ia teringat dengan peringatan dari Yukito bahwa jika berani membantah Shin, saudara lainnya yang kena imbasnya sehingga Hikaru terbungkam.
"Kenapa? Bukannya ada yang ingin kau katakan barusan?" tanya Shin yang tidak berhenti mengamati pergerakan Hikaru.
Hikaru menggeleng cepat. Tsukasa yang duduk di sebelahnya terlihat kegirangan karena bakal satu sekolah dengannya, bahkan sampai memeluknya. Meski begitu, Hikaru masih berat hati melakukannya. Apakah ini cara Shin mengetes kesetiaan Hikaru padanya?
Tsukasa kembali ke posisinya saat Shin memanggilnya. "Tsukasa, ayah mempercayai Hikaru padamu, ya. Jangan sampai dia melakukan hal-hal yang mencurigakan," pinta Shin tersenyum. Hikaru sudah hafal dengan senyuman itu, senyuman yang sedang merencanakan sesuatu.
Tentunya, Tsukasa tidak membantahnya dan hanya bisa menjawab, "Baik, ayah." Hikaru pun jadi teringat percakapan dengan Tsukasa sebelum makan malam. Tsukasa sudah tahu cara mendidik Shin salah, tetapi mengapa dia hanya pasrah menerimanya saja? Begitu pun dengan Yukito, bagaimana bisa dia mengorbankan diri demi melindungi saudaranya dari Shin?
Bahkan hingga waktu tidur tiba, tak ada habisnya Hikaru memikirkan semua keanehan di rumah yang ditinggalinya sekarang. Orang-orang di masyarakat pasti menganggap apa yang dilakukan Yukito dan Yuuma bukanlah hal yang wajar. Di usia mereka seharusnya menuntut ilmu di universitas agar bisa jadi orang sukses nantinya, mengingat Shin merupakan CEO dari perusahaan yang sukses.
Saat Hikaru mencoba tidur untuk tidak perlu memikirkan hal-hal yang tidak bagus, tiba-tiba terdengar suara pintu kamarnya berderit pelan. Hikaru yang berbaring menghadap tembok segera membalikkan badan. Ia terkejut dengan kedatangan Kana.
Saking terkejutnya, hampir saja Hikaru meneriakkan namanya sebelum Kana bertindak cepat dengan menutup mulutnya.
Kana perlu mengetik sesuatu di ponsel, lalu menunjukkan layar ponsel pada Hikaru. Diamlah. Kita bisa sama-sama gawat kalau aku ketahuan masuk kamarmu. Hikaru mengangkat wajah, terlihat Kana sedang menatapnya penuh ancaman.
Namun, Hikaru masih tidak paham kenapa Kana masuk kamarnya bisa menjadi hal yang gawat. Kana pun menunjukkan layar ponselnya lagi. Apa yang ingin kau ketahui? Aku bisa memberitahumu semuanya.
Hikaru bergumam bingung. Sebenarnya, dia punya banyak sekali pertanyaaan di kepalanya. Namun, pertanyaan pertama yang dilontarkannya adalah, "Kalau begitu, apa tujuanmu mendekatiku dengan cara seperti ini? Padahal, tadi kita sudah bertemu, apa perlu keluar malam-malam hanya untuk menemuiku?"
Kana terdiam sesaat sambil memandang layar ponsel, bingung apa yang harus diketiknya. Ia tampak bimbang harus memberitahunya atau tidak.
Aku benci mengakuinya, tapi aku pernah membunuh orang karena ayah sialan itu.
Mata Hikaru melebar. Ia tak tahu tujuan Kana memberitahu hal yang serahasia itu sehingga dia suruh Kana melanjutkan menjelaskan dengan mengetik semua yang ingin diungkapkannya sampai selesai.
Sebenarnya, aku adalah anak pertama yang diadopsi ayah. Seiring waktu, ayah sudah mengadopsi sembilan anak dan kebanyakan dari mereka anak yatim piatu yang terbuang di jalanan. Seolah ayah seorang penyelamat hidup bagi mereka, mereka hanya bisa menurut karena takut kehilangan kebahagiaan mereka. Mereka memang orang baik, tapi jangan percaya pada mereka sepenuhnya.
"Jadi, maksudmu aku hanya boleh percaya padamu? Lalu, apa hubunganmu yang pernah membunuh orang karena ayah?" tanya Hikaru setelah membaca seluruhnya dengan teliti.
Kana menggelengkan kepala. Tampaknya dia masih belum siap membicarakan alasan dia membunuh dan Hikaru tidak memaksanya. Toh, setiap orang punya satu atau dua rahasia yang sulit diungkapkan.
Intinya, memang benar kamu hanya boleh percaya padaku. Aku belum pernah beri tahu kepada siapa pun tentang ini. Sebenarnya, aku sudah membuat rencana kabur dan aku ingin kau membantuku. Aku dengar, sebelum tertangkap yakuza yang diperintahkan ayah, kau berencana kabur dari rumah, ya?
Toh, rencana kaburnya juga tidak berhasil gara-gara Shin sehingga Hikaru memberitahu alasannya. "Aku memang ingin kabur karena sudah tidak dibutuhkan lagi di rumah itu. Tapi, ayah yang terlihat menyayangi anak-anaknya meski perlakuannya buruk, apa alasanmu ingin kabur?"
Mengejutkannya, jawabannya sangat tidak terduga. Justru itu, kami tidak bisa apa-apa tanpa ayah. Sebagai anak pertama yang diadopsi di rumah ini, aku ingin menunjukkan bahwa aku bisa melakukan semuanya dengan mandiri tanpanya. Semakin kami bergantung padanya, ayah akan semakin memanfaatkan kelemahan kami masing-masing. Cepat atau lambat, ayah pasti akan mencari tahu kelemahanmu.
Terlalu banyak informasi yang masuk dan Hikaru mulai bingung. Shin terlalu misterius. Untungnya, Hikaru sudah memiliki kehidupan yang cukup sejak lahir sehingga tak pernah bergantung pada siapa pun. Ia takkan mudah tertipu dengan jebakan yang dibuat Shin. Namun, Hikaru juga ingin membantu Kana dan saudara lainnya terbebas dari genggaman Shin.
Maka itu, jawaban untuk permintaan Kana adalah, "Baiklah, aku akan membantumu."
Meski hanya sekilas, Kana tampak senang. Lalu, ia berdiri dan hendak meninggalkan tempat setelah menyampaikan, Sudah, ya. Jangan lupa simpan nomorku yang kuberi tadi. Aku akan menghubungimu waktu istirahat besok.
Kana sudah keluar dari kamar Hikaru dengan menutup pintu secara hati-hati. Pesannya sebelum benar-benar keluar tadi membuatnya terheran. CCTV ada di setiap sudut ruangan di rumah ini dan yang memegang kontrol tersebut adalah Senri. Senri akan melaporkan ke Yukito jika ada yang bertindak mencurigakan. Karena itu, Kana meminta kalau ada yang bertanya kenapa dia ke kamar Hikaru, Hikaru harus menjawab bahwa Kana memberinya seragam sekolah. Yang membuatnya heran adalah kenapa harus buat alasan sejauh itu?
*****
Pagi ini, Hikaru terbangun dengan cepat di hari pertama bersekolah di sekolah baru. Sebenarnya, alasan lainnya adalah tidak mau pintu yang diperbaiki Tsukasa dirusak lagi oleh Yuuma. Namun, begitu sampai di ruang makan, entah kenapa Hikaru merasa sebal. Yuuma masih tidur. Hikaru sedikit menyesal telah bangun lebih awal.
"Oh, Hikaru. Akhirnya kau bangun. Sarapannya sudah kusiapkan. Nanti kita berangkat bareng, ya." Tsukasa yang sudah selesai sarapan sedang menaruh piring kotor wastafel untuk cuci piring.
Di meja makan hanya ada Yukito. Hikaru memutuskan duduk di depan Yukito dan mulai memakan sarapannya. Menu pagi itu adalah nasi putih dengan sup miso. Saat suapan yang ketiga, Hikaru baru tersadar Yukito menatapnya sejak awal Hikaru datang ke ruang makan.
"Kenapa, Yukito?" tanya Hikaru yang sedikit merasa risih.
Yukito baru selesai makan saat itu. "Nggak, aku cuma penasaran, kenapa Kana ke kamarmu tadi malam?" tanyanya balik.
Hikaru tidak bisa menjawab dengan jujur, mengingat pesan terakhir Kana sebelum meninggalkan kamarnya. Maka itu, dia hanya menjawab yang sesuai diminta Kana. "Dia hanya mengantarkan seragam. Itu saja."
Yukito menautkan alis seolah wajahnya berkata, 'Hanya itu saja?'. Tsukasa yang mendengarnya tampak panik dan segera mengalihkan pandangan ke tempat lain sebelum Yukito menatapnya.
"Tsukasa, bukannya kau sudah memberinya seragam sebelum tidur?" tanya Yukito memastikan dengan nada penuh curiga.
Meski Hikaru tidak bersuara lagi sepatah kata pun setelah itu, dia penasaran kenapa Yukito terlihat ingin menjauhkan Kana darinya. Bahkan, di hari pertama pun Yukito tidak memperbolehkan Hikaru membantu Kana yang terluka parah.
Hanya satu kemungkinan kenapa Yukito sampai berbuat sejauh itu yang terlintas di kepala Hikaru. Yukito sudah tahu rencana kaburnya Kana dan Hikaru akan dimanfaatkan untuk memenuhi rencana tersebut.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro