Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6 - Temporary Happiness

Hikaru sulit mempercayai bahwa Yuuma benar-benar mengalahkan yakuza yang berjumlah puluhan itu seorang diri. Sambil menunjukkan bahwa dirinya bangga, tumpukan yakuza yang tak sadarkan diri itu berada di pijakannya. Di samping itu, Yukito malah mengucapkan, "Kerja bagus, Yuuma."

"Hei, cecunguk. Tadi kamu lihat kehebatanku, kan? Bagaimana menurutmu?" tanya Yuuma sambil menyeringai lebar.

Hikaru hanya mengangguk diam. Ia tidak tahu harus berkata apa karena kejadian barusan terlalu cepat berakhir, bahkan tidak sampai setengah jam. Sekali salah langkah saja, bisa-bisa Yuuma membunuhnya saat kemarin Hikaru bersikeras menolak tawaran Shin.

Tumpukan para yakuza itu dibiarkan di konstruksi, kecuali pemimpin mereka, si pria tua diseret Yuuma ke mobil. Yukito bermaksud akan membawa si pria tua itu ke Shin untuk mendapatkan tindakan yang pantas untuknya. Shin bisa melakukan apa saja jika salah satu anaknya disentuh siapa pun, begitulah kata Yukito.

Saat malam tiba, mereka bertiga baru pulang ke rumah. Karena belum makan apa pun dari siang, Yuuma membanting pintu dengan keras sambil meneriakkan nama Tsukasa. Di rumah itu, semua orang sangat menyukai masakan Tsukasa. Hikaru mengakuinya karena telah merasakan masakannya kemarin.

"Hah? Bukannya hari ini giliranmu masak, Yuuma?" Tsukasa menyergahnya sambil fokus main game di ponsel.

Namun, Tsukasa tidak bisa berbuat apa-apa saat Yuuma memelototinya. Hikaru pikir hanya dia sendiri yang takut membalasnya, rupanya Tsukasa juga. Tanpa perlu disuruh, Tsukasa langsung meletakkan ponselnya dan bersegera ke dapur.

Yukito dan Yuuma beristirahat di kamar masing-masing, Tsukasa akan memanggil mereka kalau makan malam sudah siap. Hikaru duduk di sofa depan TV, sesekali dia melirik ke arah dapur. Ia ingin membantunya, tetapi terlalu malu karena keahlian memasaknya nol. Dulu pernah saat Uzuki sakit, Hikaru membuatkan bubur dna malah membuat Uzuki tambah sakit.

Mustahil Tsukasa tidak menyadari tatapan darinya. "Apa kamu juga lapar, Hikaru? Sabar, ya," katanya sambil terkekeh.

Sebenarnya, Hikaru agak malu, tetapi tidak bisa dihindari lagi. Ia pun beranjak dari tempat dan melangkah menuju dapur. "Nggak, apa aku boleh membantumu? Kalau terganggu, nggak—" Hikaru menawarkan diri dengan malu-malu.

"Membantuku? Wah, dengan senang hati, dong. Kau tahu, mereka semua nggak pernah membantuku. Nggak salah kau menjadi bagian dari kami." Tsukasa terdengar senang karena bersenandung terus sejak Hikaru menawarkan diri.

Hikaru hanya membantunya yang ringan-ringan, seperti menyiapkan piring dan alat makan lainnya. Menu makan malam hari ini adalah kari. Tsukasa memasaknya banyak sampai panci besar hampir penuh. Dilihat dari nafsu makan Yuuma, kelihatannya dialah yang akan menghabiskannya.

"Tsukasa, kau pernah, bilang, kan, kalau sudah menemukan waktu yang tepat, aku bisa menemuimu untuk membicarakannya?" tanya Hikaru tiba-tiba saat nasi sudah matang. Entah kenapa, Hikaru merasa di waktu seperti inilah yang tepat setelah menyaksikan banyak hal.

"Silakan. Aku siap mendengarmu, kok." Kemudian, Tsukasa menghentikan aktivitasnya untuk mendengarkan Hikaru.

Hikaru mengawali ceritanya saat dia masih di keluarga lamanya. Tentang orangtua serta adiknya meski harus berhati-hati untuk tidak menyebut nama mereka. Keseharian Hikaru yang hanya belajar tanpa henti, tetapi tidak memenuhi ekspektasi mereka. Di saat-saat Hikaru semakin terpuruk, pikirannya hanya dipenuhi ingin mendapatkan kebebasan secepatnya. Ia tak pernah memikirkan cara lain selain kabur dari rumah itu. Namun, keputusannya yang tidak dewasa itu membuatnya berakhir di genggaman Shin.

"Rasanya sudah keterlaluan, ya, membawamu ke sini. Padahal, kau sudah melalui hal yang sulit daripada kami." Begitu Hikaru selesai bercerita, Tsukasa menunjukkan simpati. "Lalu, menurutmu bagaimana?"

"Apanya?" Hikaru menautkan alis.

"Keluarga Akazawa. Aku ingin tahu pendapat dari sudut pandangmu yang punya didikan bagus sejak kecil. Pasti banyak hal yang mengejutkanmu saat sedang bersama Yukito dan Yuuma, kan?"

Awalnya, Hikaru enggan membicarakannya karena takut menyinggung. Namun, di situ hanya ada Tsukasa sehingga dia berani mengatakan semua hal yang mengganggunya seharian ini.

"Selama hidupku, aku tak pernah dengar orangtua menyuruh anaknya melakukan pekerjaan kotor yang harus terjun ke dunia orang dewasa dulu. Aku tahu, mereka berdua tidak bisa membantah ayah karena risikonya, tapi tetap saja ini salah."

Sebagai respons, Tsukasa hanya mengangguk-angguk tanpa bersuara. Hikaru ingin melanjutkannya, tetapi dia ragu. Ia sudah terlalu banyak bicara dan takut kelepasan hal yang seharusnya tidak boleh dibicarakan kepada  orang lain.

Karena keheningan berlangsung lama di ruangan itu, Tsukasa pun bersuara. "Segitu saja sudah cukup, kau tidak perlu memberi tahu selebihnya. Akhirnya aku paham kesalahan kami sejak kecil."

Hikaru penasaran apa yang dimaksud 'kesalahan kami'. Namun, dia tidak punya hak untuk mengetahui itu karena dia sendiri masih ragu untuk mengutarakan alasan mengapa berubah pikiran atas tawaran Shin selain karena Kana.

Sebentar lagi, waktu makan malam tiba. Tsukasa meminta Hikaru untuk memanggil semua saudaranya, sedangkan dia sendiri akan menyiapkan piring-piring di meja makan. Sebelum Hikaru pergi untuk memanggil mereka semua, Tsukasa menyampaikan sesuatu dengan bersuara pelan.

"Hikaru, aku lupa memberitahumu. Aku memang nggak tahu alasanmu berubah pikiran waktu itu, tapi kurasa pilihanmu nggak salah. Mungkin saja, kebebasan yang kau inginkan bisa terwujud di sini?"

Ucapan Tsukasa terasa seperti obat bagi Hikaru. Hikaru pikir dia sedang mendapatkan karma karena telah mencoba kabur dari rumah. Dukungan dari Tsukasa membuatnya ingin menikmati kebahagiaan sementara ini di rumah yang ditinggalinya sekarang di mana semua orang tidak punya hubungan darah satu sama lain.

Kemudian, Hikaru menghampiri kamar Yuuma dahulu, lalu diikuti Yukito. Ketika hendak mengetuk pintu kamar Senri, di depan tersebut terdapat tempelan kertas yang bertuliskan, 'Jangan ganggu. Makan malamku simpan saja dulu, akan kumakan tengah malam nanti'. Hikaru pun kehilangan kesempatan bagus buat berkenalan dengannya.

Terakhir, kamar Kana. Hikaru ragu untuk mengetuk pintunya karena mengingat kejadian kemarin malam. Apakah Kana akan membencinya karena Hikaru baru berubah pikiran saat dirinya sudah babak belur? Namun, belum sempat mengetuknya, pintu sudah terbuka dari dalam dan muncul sosok Kana. Lebam di wajah dan tubuh masih ada, mungkin baru bisa hilang total saat seminggu sudah berlalu.

Kana mengernyitkan alis dengan keberadaan Hikaru di depan kamarnya. Tanpa mengeluarkan suara, ia meraih ponselnya dan tampak sedang mengetikkan sesuatu. Lalu, layar ponselnya ditunjukkan kepada Hikaru.

Ada apa? Aku mau makan malam. Apa kau ke sini buat mengajakku makan malam? Begitulah yang tertulis di layar ponsel. Pada saat itu, Hikaru baru sadar bahwa Kana bisu. Pantas saja, saat kemarin dipukul Shin, sama sekali tidak terdengar suara meringis kesakitan darinya.

Melihat dari tatapan Kana, tampaknya itu bukan tatapan penuh kebencian. Hikaru pun menghela napas lega.

"Ah, iya. Semuanya sudah ke sana. Mau pergi bareng?" ajak Hikaru dengan gagap. Setelah sekian lamanya, Hikaru tak pernah berbicara dengan perempuan selain Uzuki.

Kana mengangguk. Mereka berdua berjalan beriringan menuju ruang makan. Baru saja ditinggal sebentar, Yuuma sudah menambah tiga piring nasi dan menghabiskan setengah panci berisi kari. Untungnya, Tsukasa sudah menyiapkan piring berisi nasi beserta karinya untuk Hikaru, Kana, dan Senri.

Selesai makan malam, Kana langsung pergi untuk mandi duluan, sedangkan Hikaru dan yang lain duduk di sofa depan TV, menghabiskan waktu layaknya saudara pada normalnya. Bertepatan pada saat itu, Shin baru pulang dari kerja. Dia juga ikut duduk di sofa seberang kanan Hikaru.

Meski baru kedua kalinya melihat wajahnya, Hikaru bisa merasakan kegelisahan yang luar biasa. Shin duduk di dekatnya pasti karena ada yang ingin dibicarakannya.

Tak terduga, ternyata Shin mempersiapkan sesuatu untuk Hikaru besok. Setelah kabur dari rumah, tak pernah terlintas sekalipun Hikaru ingin bersekolah lagi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro