Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5 - The Bond

Hikaru yang masih dalam keadaan setengah sadar diseret keluar dari kamar oleh Yuuma, entah akan dibawa ke mana. Yukito mengikutinya di belakang. Meski tak ada perlawanan sama sekali, Hikaru ingin sekali menonjok mereka yang telah menghancurkan pintu kamarnya.

"Huh, baru hari pertama, cecunguk ini sudah buat masalah. Kau pikir, kau bisa lolos dari kami?" gerutu Yuuma.

"Tenang, tenang. Sebentar lagi, kita akan memberinya pelajaran." Entah kenapa, Yukito mengucapkannya sambil menatap licik ke Hikaru yang sedang diseret.

Hikaru curiga, apa yang mau mereka lakukan padanya? Begitu merasa ada hal yang janggal, Hikaru pun melepaskan diri dari cengkeraman Yuuma dan bangkit berdiri. Lalu, ia mengamati sekitarnya. Jalan yang barusan mereka lalui adalah jalan menuju ruang bawah tanah.

"Kenapa aku harus kembali lagi ke sana? Kalian nggak akan menghukumku seperti yang dilakukan Shin—maksudku, ayah, kan?" Meski baru pertama kali menyebut 'ayah', Hikaru merasa geli dengan panggilan tersebut.

Keduanya hanya tersenyum tanpa bersuara. Terlihat sekali, mereka mau balas dendam. Hikaru menyesal karena tidak langsung kabur lewat jendela saat Yuuma mendobrak pintu kamarnya.

Di ruang bawah tanah, hanya ada satu-satunya ruangan, yaitu ruang gym yang merupakan tempat disekapnya tadi malam. Mengingat kejadian malam itu, terlintas kembali wajah Shin saat memukuli anak-anaknya tanpa belas kasihan. Tongkat golf yang menjadi alat pukul pun masih berada di sana.

Yukito menyadari arah tatapan Hikaru. "Jangan dipikirkan. Kami sudah biasa dengan itu dan suatu saat kamu juga akan terbiasa."

Hikaru mengernyitkan alis, berusaha memahami arti dari kalimat itu. Namun, sebelum bisa memahaminya, Yuuma memanggilnya di tengah ruangan. Hikaru mendatanginya dengan buru-buru.

"Nah, persiapkan dirimu, Hikaru." Tanpa perlu berbasa-basi, Yuuma mengepalkan tangan sekuat-kuatnya dan hendak diluncurkan ke Hikaru, entah anggota tubuh mana yang kena.

Gerakan tinjuannya terlalu cepat sehingga Hikaru spontan merunduk. "Hei, kau mau membunuhku? Lagi pula, kekuatan kita bedanya terlalu jauh," protesnya.

Kali ini, Yuuma mengepalkan kedua tangannya sambil memasang posisi berkuda-kuda. "Dasar cecunguk ini. Di sini, kau harus tahu cara melindungi diri sendiri. Kalau begini saja nggak bisa menghindar pukulanku, sama saja mencari kematianmu!"

Hikaru merasa diremehkan. Sejak awal, ucapan Yukito tadi tak ada bedanya dengan ucapan Yuuma barusan, seolah berusaha memberi tahu Hikaru bahwa satu-satunya cara bertahan hidup di keluarga Akazawa adalah membiasakan diri dengan tindakan kekerasan.

Namun, kekuatan Yuuma bukan main, bahkan tinjuannya bisa menghasilkan retakan di lantai. Mau tak mau, Hikaru tidak hanya harus menghindar pukulannya, kabur dari ruangan tersebut adalah cara terbaik. Saat merunduk dari pukulan Yuuma, Hikaru mengambil kesempatan berlari ke pintu. Sayangnya, di sana sudah ada Yukito yang menunggunya seolah sudah tahu setiap tindakan yang akan diambil Hikaru.

"Tahan dia, Yukito!" Mengikuti perintah Yuuma, Yukito menjepit kedua lengan Hikaru yang berusaha memberontak. Yuuma pun menyusul ke tempat Hikaru.

Namun, tak semudah itu Hikaru harus menerima pukulan tersebut hanya karena kedua tangannya terkunci. Sebelum pukulan Yuuma berhasil mendarat ke kepalanya, Hikaru menepis tangan tersebut dengan kaki kanannya yang menendang jauh ke udara.

Yukito yang menahannya ternganga dan mulai melonggarkan kedua lengan Hikaru, sedangkan Yuuma terkagum-kagum dengan pertahanan diri Hikaru yang tidak biasa. Tampaknya, Hikaru berhasil melampaui ekspektasi mereka.

Yuuma menepuk-nepuk punggung Hikaru dengan kuat. "Kupikir kamu cecunguk biasa. Ternyata anak konglomerat sepertimu tahu cara melindungi diri sendiri, ya."

Hikaru yang berusaha mengatur napas langsung menyorot tajam ke Yuuma. "Bagaimana bisa kau tahu aku dari keluarga konglomerat?" tanyanya penuh curiga.

Namun, Yukito menyelanya dengan melempar pertanyaan lain ke Hikaru. "Daripada itu, kenapa kau yang dari keluarga konglomerat malah menerima kenyataan bahwa kau diculik dan membiarkan dirimu jatuh di tangan ayah? Padahal, kau bisa menuntut penculikanmu melalui ponsel yang sudah kuberikan dan dengan begitu, kau bisa lepas dari ayah dengan mudah."

Hikaru memandang Yukito cukup lama. Ia tahu Yukito sedang serius. "Kupikir, kalau aku menuntut ayah, kalian masih belum bebas darinya, kan? Lagi pula, kalau aku menolaknya kemarin, bisa saja salah satu dari kalian mati. Asal kalian tahu saja, aku adalah anak yang tidak diinginkan di keluargaku sebelumnya. Tak ada alasan lagi untuk balik ke rumah itu."

Mengingat ucapan sang ayah di malam itu membuat Hikaru sesak. Tak ada bedanya di rumah lama dan barunya. Menurutnya, dia termasuk orang yang beruntung karena meski diculik, ia mendapatkan fasilitas yang tidak akan didapatkan orang yang diculik biasanya.

Setelah itu, Yukito tidak bertanya lebih lanjut lagi dan mengalihkannya dengan, "Kembali ke kamarmu buat bersiap-siap keluar rumah. Ada yang ingin kuperlihatkan padamu." Ia membalikkan badan sehingga wajahnya tidak terlihat.

Meski ingin protes, Hikaru hanya bisa menurut. Ia yakin pasti ada alasan di balik perubahan sikapnya. Setelah Hikaru meninggalkan ruangan, Yukito bersandar ke dinding dan merogoh sebuah kotak berisi rokok. Ia mengambil satu batang dan Yuuima ikut mengambilnya. Sebagai gantinya, Yuuma menyalakan pemantik rokok ke ujung rokoknya.

Yukito mulai bersuara lagi setelah menghisap rokok sekali dan membuang asapnya. "Anak itu benar-benar aneh. Apa kita bisa menaruh harapan padanya?" tanya Yukito ragu.

Yuuma pun terkikik. "Sudahlah. Bukankah kedatangannya di rumah ini merupakan kabar baik buat kita? Lagi pula, di antara kau dan yang lainnya, hanya dia yang diadopsi di usia dewasa. Dia tidak sebodoh yang kau kira."

Yukito memberi jeda yang cukup lama tanpa menghisap rokok sekalipun. "Aku tahu, sih. Tapi, apa benar orangtuanya sudah tidak mempedulikannya lagi? Rasanya, dia telah melalui hal yang lebih berat selama ini dibanding kita."

*****

Hikaru menganggap dirinya berada di konstruksi kosong sekarang merupakan kesalahan terbesarnya. Kenapa tadi dia tidak menanyakan apa yang akan mereka lakukan di konstruksi kosong itu? Meski dia tadi bisa menepis pukulan Yuuma, teknik lemah seperti itu takkan mempan bagi para yakuza yang jumlahnya berpuluh-puluhan sedang mengepung mereka bertiga. Sejak memasuki konstruksi, Hikaru hanya bisa bersembunyi di balik tubuh Yuuma yang besar.

"Hei, mana Akazawa Shin? Kami ke sini bukan untuk menemui bocah seperti kalian." Seorang pemimpin yakuza yang terlihat berusia sekitar 40-an mengambil langkah menuju Yukito yang berdiri sendirian di tengah, sedangkan bawahannya berdiam di belakang dan akan bergerak begitu ada isyarat dari pemimpinnya.

"Ayah kami sedang sibuk. Karena itu, kami ke sini sebagai perwakilannya. Lalu, yang ingin kalian negosiasikan dengan ayah itu keputusannya tetap tidak berubah. Kenapa kalian keras kepala, sih?" jelas Yukito sedikit sarkas dengan tenang, tidak seperti lawan bicaranya.

"'Keras kepala', katamu?" Pria tua itu mencondongkan wajah dan memelototi Yukito, bahkan sampai terlihat urat nadinya di pelipis. "Hei, ayahmu yang sialan itu telah menipu kami. Kami di sini hanya ingin meminta untuk mengembalikan kerugian kami. Itu saja." Kemudian, pria tua itu mengangkat tangan yang merupakan isyarat 'boleh bergerak' kepada bawahannya. "Huh, bocah seperti kalian ini memang butuh bicara baik-baik dengan kekerasan, ya."

Si pria tua itu menyeringai yang terlihat menyebalkan dan menjijikkan. Hikaru yang tidak paham dengan percakapan mereka hanya bisa mundur dari baku hantam yang akan diserahkan kepada Yuuma. Yukito mundur dari sana dan berdiri di sebelah Hikaru.

"Hei, kita kalah jumlah. Bagaimana bisa kau percaya diri akan menang?" tanya Hikaru sambil mengamati baku hantam antar Yuuma dan para yakuza.

Yukito mengibas jari telunjuk. "Lebih baik kau jangan meremehkan Yuuma. Sudah kubilang, kami sudah terbiasa. Inilah 'pekerjaan' kami berdua yang selalu kami melakukan. Terlibat dengan yakuza, korupsi orang kaya, bahkan penggelapan uang di kasino. Istilah yang tepat bagimu mungkin 'pekerjaan kotor'."

Hikaru sedikit bergidik mendengarnya. Seorang anak di keluarga normal takkan pernah melakukan pekerjaan kotor dari orangtua. Karena tidak ingin membahasnya terlalu dalam, Hikaru mengalihkan percakapan dengan, "Lalu, apa sebenarnya tujuanmu membawaku ke sini?"

Yukito menyunggingkan senyuman kecil. "Kau sudah menjadi saudara kami. Setidaknya, aku ingin kau memahami pekerjaan kami agar tidak salah paham. Seperti yang kau tahu, kami semua tidak bisa membantah perintah ayah. Aku dan Yuuma terpaksa melakukan pekerjaan seperti ini demi melindungi mereka yang kuanggap saudara."

Hikaru tidak menduga bahwa ikatan saudara di keluarga Akazawa sangat kuat. Apa karena mereka tidak punya darah yang sama? Mengorbankan diri demi saudara itu sangat jarang terjadi. Ketika antar saudara punya darah yang sama, yang ada adalah saling dibandingkan sehingga menciptakan permusuhan. Hikaru penasaran, apakah mempunyai anak-anak dengan ikatan saudara yang kuat adalah tujuan Shin menciptakan keluarga Akazawa?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro