Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

26 - The Past Repeats Itself

Kana sudah selesai menyiapkan barang-barang yang akan dibawa kabur ke dalam koper. Kini, dia hanya menunggu telepon dari Hikaru yang sekarang sedang pergi ke tempat Uzuki. Namun, Hikaru tak kunjung meneleponnya, padahal jam sembilan, mereka berdua sudah harus ke tempat berjanji mereka untuk bertemu Shiki. Kana harap semuanya berjalan lancar.

Lalu, Kana mengedarkan ke seluruh ruangan. Tak ada lagi barang di rak buku dan di atas meja, begitu pun di lemari baju. Kamar yang selama sepuluh tahun lebih ia tinggali meninggalkan banyak kenangan di ruangan tersebut, terutama keyboard. Mustahil Kana bisa membawanya kabur juga, tetapi sebelum itu, dia ingin sekali saja memainkannya meski tidak sebagus dulu.

Saat menyentuh keyboard, debu menempel di jari Kana. Sudah berapa tahun dia tidak main keyboard? Kekosongan selama sepuluh tahun lebih membuatnya bingung apa yang harus dia mainkan. Namun, melihat bagian tuts yang rusak, Kana teringat kembali saat pertama kali saudaranya yang pernah bunuh diri diadopsi Shin setelahnya.

Anak itu benar-benar berandalan, bahkan Kana sulit mengaturnya. Dia beda satu tahun lebih muda dari Kana, maka itu Kana menganggapnya adik pertama. Saat pertama kali mendengar permainan piano Kana pertama kalinya, anak itu sangat mengaguminya. Sejak itu, dia selalu merengek ke Kana untuk memainkannya setiap hari.

Hingga suatu hari, anak itu tersandung di kamar Kana dan tidak sengaja, ia menahan keseimbangan tubuhnya dengan mencengkeram keyboard sehinggaada satu tuts yang terkena tekanan kuat. Saat Kana memainkannya, suara dari tuts tersebut tidak muncul. Anak itu benar-benar meminta maaf berkali-kali sampai menangis. Dia memang manis saat masih kecil, tetapi Kana tidak pernah menyangka adik pertamanya berniat bunuh diri.

Sejak kematiannya, Kana selalu berandai-andai. Apa jadinya kalau saat itu Kana tahu niat bunuh dirinya, lalu menyelamatkannya? Kana takkan hidup lebih menderita dari sekarang karena insiden bunuh diri itulah pemicu dari perselisihan antar saudara. Yukito takkan terpaksa menghancurkan tangan Kana, Senri bisa hidup bebas tanpa terkekang di depan komputernya, dan pastinya Hikaru takkan pernah menjadi bagian keluarga Akazawa, dengan begitu Tsukasa tidak perlu membunuh orang yang bersalah.

Dipikir bagaimana pun, Kana tidak bakal bisa kembali ke masa lalu untuk mengubahnya. Melangkah maju adalah satu-satunya pilihan terbaik sekarang. Selain itu, Kana juga harus memikirkan cara menghadapi Uzuki yang sudah lama tidak ditemui. Apakah Uzuki masih ingat dengan dirinya?

Tiba-tiba keheningan di ruangan itu dipecahkan oleh suara notifikasi dari ponsel Kana. Kana mengira pesan dari Hikaru, rupanya bukan. Pesan dari Shin. Ia menyuruh Kana untuk pergi ke ruang bawah tanah sekarang juga. Perintah seperti itu bukan hal baik, apalagi ke ruang bawah tanah. Sama halnya saat kejadian saudaranya yang pernah kabur tertangkap dan penculikan Hikaru.

Kemudian, Kana hendak keluar dari kamar untuk memastikan Yuuma dan Yukito juga mendapatkan pesan dari Shin atau tidak. Mengejutkannya, di saat Kana membuka pintu, Yuuma sudah berdiri di depan kamarnya dengan tangan yang hendak mengetuk pintu.

"Oh, Kana. Kalau kau terlihat panik begitu, apa kau juga dapat pesan dari ayah?" tanya Yuuma dengan wajah memucat.

Berarti kalian juga? Apa Tsukasa sudah pulang?

Entah kenapa, wajah Yuuma semakin memucat. "Itu masalahnya. Tadi ada yakuza datang sambil membawakan Tsukasa yang terlihat habis dihajar parah oleh mereka dan Yukito yang membukakan pintu. Katanya, mereka disuruh menaruh Tsukasa di ruang bawah tanah. Tak lama setelah itu, ayah datang dan langsung pergi ke sana. Senri yang memberitahuku."

Mengetahui Tsukasa dihajar saat sedang menuju studio Uzuki, Kana mulai mengkhawatirkan Hikaru dan Uzuki. Kalau Hikaru belum menghubunginya sampai sekarang, apa terjadi sesuatu di studio Uzuki?

"Kana, aku tahu kamu pasti mencemaskan Hikaru. Tapi, untuk sekarang, kita harus ke ruang bawah tanah dulu."

Kana mengangguk ragu. Selama menuju ke sana bersama Yuuma dan Yukito, ia tak henti menghina diri sendiri. Seharusnya, dia yang paling tahu betul bahwa Shin tidak pernah memberi tahu pada siapa pun kalau dia ada pekerjaan di luar kota. Terlebih lagi, Shin mengumumkan hal tersebut sebelum hari Kana dan Hikaru akan kabur. Pada akhirnya, berjalan putar-putar tidak bisa dihindari selama Shin masih hidup. Kana takut, apa dia punya keberanian untuk melawan Shin?

Karena tidak ada yang berani masuk duluan, Yukito yang membuka pintu sambil berusaha memastikan apa yang sedang terjadi di dalam. Di dalam memang gelap, tetapi Yukito bisa melihat siluet Shin yang sedang mengayunkan tongkat golf berkali-kali dengan jelas dan terdengar suara tulang patah. Karena Yukito tidak bergerak sedikit pun dari depan pintu, Kana mengintip sedikit. Hanya ada pemandangan monster yang tidak manusiawi.

"Hmm? Cuma kalian bertiga yang datang? Mana Hikaru dan Senri?" Begitu sadar orang-orang yang dipanggilnya sudah datang, Shin berhenti mengayunkan tongkat golf sambil mengelap darah yang terkena wajah dengan punggung tangan.

Mereka bertiga masuk dengan kepala tertunduk. Mereka tak tahan dengan sorotan Shin yang tajam sedang mengamati mereka satu-persatu dengan seksama. Kana menjadi orang pertama yang mendapatkan pertanyaan dari Shin.

"Kana, anak perempuanku satu-satunya, kenapa kamu berpakaian lengkap sekali? Kau tidak mungkin berpikir akan kabur dariku, kan?" tanya Shin memastikan sambil menyeringai.

Ucapannya terlalu tepat sasaran, Kana semakin takut dan tidak berani mengangkat kepala. Begitu Shin menyuruhnya maju, Kana berpikir, apakah ini menjadi akhirnya? Langkah terasa berat. Melihat Tsukasa yang sudah tidak berdaya di atas lantai, tubuh Kana bergetar hebat.

"Nggak perlu takut, Kana. Aku akan memaafkanmu jika kamu menjawab pertanyaanku dengan jujur. Nah, katakanlah, siapa pengkhianat di antara saudaramu yang berusaha berencana kabur tanpa izin dariku?" Shin membungkukkan badan sedikit dan mencondongkan wajah agar bisa mendengar jelas.

Kana ingin menyebut nama Yukito, tetapi karena saking takutnya, suaranya tersangkut di tenggorokan. Bahkan, sampai tiga menit, Kana tak kunjung menjawabnya. Tanpa menunggunya lebih lama lagi, Shin menarik kembali tongkat golfnya dan diluncurkan ke bahu Kana. Kana menahan rasa sakitnya dengan menggigit bibir.

"Cepat jawab. Sudah kubilang, aku akan mengampunimu kalau kau menjawab pertanyaanku dengan bersungguh-sungguh." Mata Shin terlihat dingin dan tak berperasaan. Ia melakukan hal yang sama dengan Tsukasa ke Kana, memukulnya sampai tidak sadarkan diri.

Kana tidak sempat melihat wajah Yukito, pastinya saat ini, dia sedang memandangnya. Sudah tidak ada alasan lagi menyalahkan Yukito, setidaknya mungkin Shin akan membiarkannya hidup kalau menjawab dengan jujur. Maka itu, Kana mengetik sesuatu di ponsel dengan bersusah payah.

Aku pengkhianatnya.

Tongkat golf berhenti sementara di udara. "Oh? Kau yakin? Kau nggak sedang berusaha melindungi saudaramu, kan? Kupikir, kau akan melemparkan kesalahan ke Yukito."

Kana mengangguk mantap. Sebagai orang yang hanya menonton tanpa melakukan apa-apa, Yukito membenci ide Kana yang bertindak semaunya. Yukito sudah merasa lebih dari cukup melihat tangan Kana yang dihancurkan olehnya, maka itu ia langsung pergi di depan Kana dan menerima pukulan Shin yang seharusnya untuk Kana.

"Kana nggak salah apa-apa. Akulah pengkhianat yang sebenarnya. Kalau nggak percaya, tanya saja ke Senri." Lutut Yukito bergemetar, tak mungkin Kana bisa berpura-pura tidak melihatnya.

Kana menduga, Yukito ingin membayar kesalahannya di masa lalu dengan menggantikan Kana untuk dipukul. Namun, sama saja seperti kejadian waktu itu, mimpi buruk ini akan selalu kembali jika salah satu berusaha kabur. Tak tahu bagaimana cara Shin mengetahuinya, sekarang Kana hanya berharap semua ini tidak nyata.

Yukito tidak bisa bertahan lama karena Shin selalu menargetkan ke kaki dan kepala. Jika dilanjutkan lebih lama, bisa-bisa Yukito tidak bisa berjalan lagi seumur hidupnya, bahkan bisa mengakibatkan kematian.

Namun, Yuuma sama tidak berdayanya seperti Kana. Dulu, Yuuma lebih sering mendapatkan kekerasan dari Shin karena dialah yang paling sering memberontak. Menurutnya, perlakuan Shin sudah menjadi traumanya.

"Berhenti."

Pintu didobrak secara tiba-tiba. Sosok yang muncul menjadi secercah harapan bagi orang-orang di dalam yang merasa sesak. Hikaru muncul dengan tangan berlumuran darah. Apa yang sedang terjadi?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro