20 - The Last Encounter
Sebelum jam tujuh malam sesuai janjinya, Yukito memanggil Hikaru karena yakuza yang dipekerjakan telah datang. Yukito sudah menemui mereka lebih dulu untuk merencanakan strategi. Hikaru sendiri masih tegang di kamar.
Cepat keluar. Tsukasa sudah menunggumu.
Tiba-tiba Hikaru menggenggam tangan Kana. Kana bisa merasakan seberapa dinginnya tangan Hikaru. "Apa aku bisa berhasil? Selama ini aku hanya diam saja kepada mereka."
Demi menghiburnya, Kana mengusap kepala Hikaru meski tingginya sulit mencapainya. Aku hanya berharap kau bisa bertahan dengan rintangan ini.
Hikaru menganga karena baru pertama kali melihat Kana menyunggingkan senyum. Namun, itu hanya bisa dilihat dalam sekejap. Kana langsung membuang muka seolah baru sadar melakukan hal yang memalukan.
Beberapa saat kemudian, Hikaru pergi bersama Tsukasa ke depan rumah. Di sana, sudah ada Yukito dan komplotan yakuza yang berjumlah lima belas lebih serta beberapa mobil van. Hikaru sudah tidak asing lagi dengan mobil van tersebut yang dipakai untuk menculiknya, begitu pun wajah-wajah yakuza.
Yukito menjelaskan rencana yang sudah didiskusikan bersama yakuza ke Hikaru dan Tsukasa. Penjelasannya terlalu cepat sehingga Hikaru sulit menangkapnya. Inti dari penjelasan itu, Hikaru punya peran sendiri dan dia tinggal mempercayai Yukito.
"Hikaru, kalau memang berat buatmu, bagaimana kalau aku yang menggantikanmu? Aku tinggal beri laporan palsu ke ayah kalau kau yang membereskan mereka, bukan aku," tawar Yukito setelah memasuki mobil van yang akan menuju kediaman Yagami. Ia benar-benar mencemaskan Hikaru sejak dia tidak makan dari pagi.
Hikaru menggeleng. "Sudah lama sekali aku ingin berhadapan dengan orang tuaku dengan cara berbeda seperti ini. Begitu aku memastikan apa mereka masih sayang padaku atau tidak, aku akan langsung membunuh mereka apa pun jawaban mereka."
Meski begitu, jawaban Hikaru belum meyakinkan Yukito. Perjalanan tanpa menggunakan kereta membutuhkan satu setengah jam, belum lagi jalan raya yang ramai. Tadi merupakan percakapan terakhir dan setelah itu, tak ada satupun yang bersuara hingga sampai ke tempat tujuan.
Melihat rumah serba putih dari luar yang terlihat mewah dengan pagar-pagar menjulang tinggi membuat Hikaru bernostalgia. Sudah berapa lama dia tidak kembali ke rumah yang menyesakkan baginya? Banyak sekali kenangan buruk di rumah itu, tetapi beda kasus jika kenangan bersama Uzuki. Hal yang paling diingat Hikaru adalah ucapan yang terakhir dia dengar dari sang ayah saat sedang berbicara dengan Uzuki. Setelah itu, Hikaru jadi banyak mengetahui fakta-fakta yang mengejutkan, seperti sang ayah membeli Uzuki dari panti asuhan dengan harga tertinggi. Hikaru pun teringat, bagaimana kabar anak yang pernah bersama Uzuki yang sempat diselamatkan salah satu pengasuh?
Mendapatkan aba-aba dari Yukito, salah satu yakuza yang perawakannya paling besar menendang pintu dengan kertas serta meneriakkan, "Tiarap!"
Yukito memimpin masuk dengan dikawal Tsukasa sambil membawa senjata kesayangannya, katana. Hikaru tidak ikut masuk sebagai kartu as di saat-saat mendesak. Mengejutkannya, di rumah itu sama sekali tidak ada penjaga, bahkan pengawal. Apakah Yagami Group sudah sebangkrut itu karena skandal?
Pasangan suami-istri sudah menunggu di ruang tengah seolah sudah memprediksi kedatangan grup saingannya. Tak perlu terkejut lagi, mustahil mereka tidak punya koneksi dengan grup yakuza yang lain. Mereka jadi sulit didekati karena kemunculan mendadak yakuza dari pihak lawan yang jumlahnya kurang lebih sama.
"Wah, wah, sambutan yang luar biasa dari anak-anak Akazawa Financial Group. Aku sudah sering dengan kabar kalian, lho, yang tentang menghabisi grup yakuza terkuat di Jepang hanya dengan tiga lawan seratus lebih. Hebat juga Shin memanfaatkan anak yatim piatu seperti kalian." Ayah kandung Hikaru, Yagami Kousuke berbasa-basi dengan nada menghina. Yukito dan Tsukasa hanya bisa menahan amarah mereka dengan sorotan tajam.
"Bukankah itu lebih baik dibanding membeli anak yatim piatu dengan harga tertinggi?" Yukito membalas hinaannya dengan setimpal.
Karena malas meladeninya, Kousuke mengalihkan topik percakapan. "Jadi, apa yang ingin kalian tawarkan? Atau kalian ke sini untuk membunuh kami? Huh, jangan kira bisa berhasil dengan cecunguk seperti kalian."
"Sebenarnya, kami memang ada maksud ingin bekerja sama dengan Yagami Group untuk melindungi kalian dari skandal. Tapi, sebelum itu, Anda sekalian harap dengar cerita saya terlebih dahulu." Yukito menyeringai lebar. "Anak kandung kalian sudah lama menghilang, ya?"
Kousuke menautkan alis, begitupun dengan sang istri. "Katanya mau bercerita, kenapa malah menanyakan hal yang terdengar omong kosong?"
Senyuman di wajah Yukito memudar. "Omong kosong, katamu? Bukankah kalian tidak ingin mengakuinya karena tidak mau membuat media massa heboh? Coba kalian bayangkan, bagaimana anak kandung yang kalian buang ingin membunuh kedua orang tuanya? Apalagi di situasi seperti ini."
Wajah pasangan suami-istri Yagami semakin terlihat bingung. Tanpa membuang-buang waktu, Yukito menjentikkan jari sebagai aba-aba untuk Hikaru. Tak sampai sepuluh detik, Hikaru sudah berdiri di sebelah Yukito. Ia bisa merasakan betapa terkejutnya kedua orang tuanya.
Saking tidak bisa berkata-kata, sang istri berdiri dan hendak mendekati Hikaru, tetapi usaha tersebut dihentikan Tsukasa yang menodong katananya ke sang istri tepat lehernya. Salah bergerak sedikit, sang istri bisa mati dalam sekejap.
"Hikaru, anakku. Ke mana saja kamu? Kau tahu, kan, ibu sangat sayang padamu. Kenapa kamu membuat ibu sangat cemas?" Sang istri memang mengeluarkan air mata, tetapi itu hanya kebohongan belaka.
Justru Hikaru membuang muka. "Bagaimana aku bisa percaya itu? Padahal selama ini ibu tidak mempedulikanku dan membiarkan ayah melakukan kekerasan kepadaku. Kalian juga memaksakan aku melakukan hal yang tidak kusukai dan itu membuatku menderita selama ini. Aku itu hanya ingin kebebasan. Kenapa kalian yang merupakan orang tua kandungku tidak bisa memahamiku?" Suaranya bergetar seolah bisa kapan saja air mata bercucuran.
Gara-gara kalian, aku jadi terlibat dengan keluarga tidak normal. Entah kenapa, kalimat tersebut sulit dikatakan Hikaru di depan Yukito dan Tsukasa secara langsung.
Demi keluar dari situasi yang tidak menguntungkannya, Kousuke mengeluarkan aktingnya yang mirip bajingan. "Nak, apa yang kau katakan? Kami keras denganmu itu karena demi kamu, nak. Apa pun yang kami lakukan padamu, kau tetap anak kami, Hikaru. Karena itu, apa kita bisa mengulanginya dari awal hubungan kita?"
Saat itu, hanya terlintas satu kalimat di kepala Hikaru. Benar-benar sampah. Sampai sekarang pun, sang ayah masih belum mengatakan 'maaf'. Padahal, kalau Kousuke meminta maaf dengan tulus, Hikaru akan memaafkan semua perbuatannya selama ini. Pada akhirnya, mereka bukan lagi orang tua Hikaru.
"Tsukasa, beri aku," pinta Hikaru sambil mengulurkan tangan. Kemudian, Tsukasa menyerahkan katana yang dipakai menodong sang istri.
Setelah menahan napasnya lama, Hikaru menghembuskan napas begitu telah memasang kuda-kuda. Sebelumnya, Tsukasa sudah mengajari titik vital yang pasti membuat orang mati jika terkena. Tanpa ragu, Hikaru menusuk bagian titik vital Kousuke dan dilanjutkan ke sang istri. Semua itu terjadi sangat cepat, bahkan yakuza dari pihak lawan tidak bisa memberikan tindakan cepat untuk mencegahnya.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Hikaru menyerahkan katananya kembali ke Tsukasa. "Tugasku sudah selesai. Kalian terserah mau melakukan apa pada mereka. Toh, sebentar lagi mereka juga akan mati," ucapnya dengan dingin.
Saat hendak meninggalkan tempat tersebut, tiba-tiba sang ayah menggenggam pergelangan kaki Hikaru. Tak terduga, Kousuke masih punya tenaga, tetapi pasti itu takkan bertahan lama.
"Hikaru, ampunilah ayah kalau ayah punya banyak salah. Daripada itu, bagaimana kabar Uzuki? Maksud ayah sebenarnya, Shin tidak ada bedanya—"
Terlambat untuk mengatakan begitu. Hikaru juga tidak begitu penasaran dengan soal Shin. Karena itu, ia menepis tangan tersebut yang mengganggunya melangkah sambil berkata, "Tutup mulutmu."
Begitu sudah berada di luar rumah, Hikaru langsung berjongkok sambil membenamkan wajahku lutut. Ia sudah melakukan yang terbaik, dia berusaha meyakini diri sendiri. Jika tidak begitu, Hikaru akan sulit melangkah maju ke depannya. Tetapi, tiba-tiba saja Hikaru teringat kenangan masa lalu saat ayah dan ibu masih sangat menyayanginya dan Uzuki belum ada, padahal selama ini dia tidak tahu ada kenangan seperti itu.
Perasaan Hikaru menjadi goyah. Apa yang dia lakukan merupakan hal terbaik menurutnya?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro