Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

19 - Repay Their Kindness

Sebagai balasan terima kasih, Uzuki mengajak Izumi makan malam bersama di rumahnya, lebih tepatnya studio yang hampir mirip dengan apartemen. Izumi sendiri juga tidak bisa meninggalkan Uzuki yang tidak didampingi siapa pun, apalagi dia adalah adik Hikaru. Izumi ingin mengambil kesempatan mendekati Hikaru lagi.

"Maaf, ya, tempatku berantakan. Sebentar lagi deadline lombaku. Aku bakal semakin sibuk." Uzuki mempersilakan masuk dengan mendahului Izumi masuk duluan.

"Lomba?" Izumi yang awalnya mengernyitkan alis langsung terkagum-kagum melihat banyak kanvas berisi lukisan yang dipajang di dinding. "Wah, kau pelukis, ya?"

"Begitulah. Tadi siang ada berita tentangku juga, apa kakak belum lihat?"

Izumi menggeleng. "Aku lagi sibuk tadi siang." Ia mengunjungi lukisan satu-persatu, bahkan mengomentarinya juga dengan tanggapan yang positif. Namun, ada satu kanvas di easel yang diselimuti kain putih. Saat hendak membukanya, Uzuki menegur Izumi dengan halus.

"Maaf, kak. Itu nggak boleh dibuka," tegur Uzuki sedikit panik.

Izumi yang merasa tidak sopan di rumah orang langsung balik meminta maaf. "Kalau aku nggak boleh melihat, apa lukisan itu buat lomba?" tanyanya penasaran.

"Bukan, sih. Yah, suatu saat kakak pasti tahu." Uzuki mulai bersiap-siap di dapur. Meski ditawarkan, Izumi merasa tidak enak kalau tidak membantunya.

"Oh, ya. Chat yang kutulis tadi sudah dibalas Hikaru belum?" tanya Izumi dengan perasaan deg-degan. Dia sangat yakin Hikaru pasti sudah kangen dengannya.

Uzuki meraih ponselnya di saku jaket hoodie. "Sepertinya kak Hikaru memblokir nomorku. Lihatlah." Ia menunjukkan isi chat yang diakhiri tulisan 'nomor Anda diblokir'.

Mengetahui hal tersebut, Izumi jadi murung. "Seharusnya nggak usah memakai nomormu, ya. Kalau begini, nanti kau bakal sulit menghubunginya."

Uzuki menautkan alis. "Kenapa begitu? Bukankah perasaan kalian berdua sama?"

Izumi cepat-cepat menyangkalnya. "Mustahil sekali. Kalaupun begitu, kenapa dia memblokir nomorku? Dia itu kejam banget, memblokir nomorku tanpa memikirkan perasaanku."

Selama mereka memasak, Izumi curhat panjang lebar tentang Hikaru tanpa terkecuali, salah satunya Hikaru mulai berubah saat kematian temannya. Uzuki merasa tidak asing dengan nama teman Hikaru yang mati. Dulu Hikaru selalu membawa Rei ke rumah sepulang sekolah. Tak hanya itu, Uzuki merasa aneh dengan nama keluarga Hikaru sekarang.

Di tengah-tengah pembicaraan, Uzuki terkejut melihat chat masuk dari Hikaru. Hikaru sudah tidak lagi memblokir nomornya. Namun, Uzuki tidak begitu paham dengan isinya. Maaf baru balas sekarang. Aku hanya mau menyampaikan kau harus di studio selama seminggu ini. Pokoknya nggak boleh ke rumah. Kalau bisa, minta Izumi menemanimu juga, cukup seminggu, kok. Lalu, jangan balas chat ini. Oke?

Uzuki memang tidak berencana balik ke rumah sampai keadaannya tenang di sana. Namun, buat apa Izumi harus menemaninya? Karena itu, Uzuki jadi berpikir hal-hal yang buruk, seperti Hikaru terlibat dalam hal yang berbahaya.

Lalu, Uzuki mengalihkan pandangan ke kanvas yang ditutupi kain putih. Dalam hatinya, sekali saja dia ingin bertemu dengan Hikaru setelah menyelesaikan lukisan itu. Sudah lama sekali, lukisan tersebut ingin diberikan kepada Hikaru.

*****

Sebelumnya, Yuuma sudah bangun untuk sarapan, lalu kembali lagi ke kamar dan malah tertidur sampai jam dua. Saat terbangun, dia pergi ke ruang makan untuk makan siang. Begitulah keseharian Yuuma di akhir pekan kalau tidak ada pekerjaan sama sekali.

Namun, bagi Yuuma, satu porsi masih belum cukup. Ia celingak-celinguk, mencari makanan sisa. Beruntungnya, ada dua piring yang masih tersisa, satu piring sisa sarapan, satunya lagi sisa makan siang. Tsukasa yang baru dari luar untuk beli sesuatu di minimarket segera menghentikan Yuuma.

"Yuuma, kau nggak boleh rakus. Dua-duanya itu punya Hikaru dan aku sengaja menaruh di situ, bukan bermaksud buatmu, tahu," tegur Tsukasa sambil menghampiri Yuuma.

Yuuma menyorotnya tajam tanpa ampun, bahkan membuat Tsukasa bergidik ketakutan. "Apa katamu? Aku ini selalu kelaparan kalau sudah siang. Itu salahmu nggak membuatkan aku dua porsi. Cih."

Setelah mendecakkan lidah serta menepis Tsukasa hingga menjauh, Yuuma hendak mengambil piring yang berisi menu makan siang. Mendadak, dari sisi lain, muncul Kana dan dia langsung menendang perut Yuuma tanpa berpikir dua kali.

Sudah dibilang buat Hikaru. Makanya, jangan tidur terus, bodoh. Lalu, Kana menoleh ke Tsukasa. Apa benar Hikaru belum makan apa-apa sejak pagi?

Tsukasa mengangkat bahu. "Bagaimana mau makan kalau dia belum keluar kamar dari pagi? Aku sudah ke kamarnya sekali, tapi nggak ada jawaban sama sekali dan dia nggak membukakan pintu juga."

Kana terdiam sejenak. Apakah Hikaru sengaja tidak makan karena sewaktu-waktu dia bakal pingsan, lalu tugas pekerjaannya jadi tertunda? Shin pasti sudah menduga bakal begitu dan tetap memberikan konsekuensi meski Hikaru pingsan sekalipun.

Karena tidak bisa membiarkan hal tersebut terjadi, Kana mengambil nampan, lalu menaruh kedua piring berisi makanan ke nampan dan membawanya ke kamar Hikaru. Tanpa mengetuk pintu, Kana langsung menendang pintu. Suasana kamar gelap, tak ada sedikitpun cahaya matahari masuk, sedangkan Hikaru sedang berdiam diri dengan duduk di lantai sambil bersandar ke ranjang.

Saat Kana mendekatinya, Hikaru tampak lesu dan kedua matanya kosong seolah sudah tidak punya harapan hidup lagi untuk hari ini sampai seterusnya. Bahkan, tampaknya Hikaru tidak sadar dengan kedatangan Kana.

Makanlah, Hikaru. Kamu nggak bisa terus-terusan begini.

Tak ada respons dari Hikaru, bahkan melirik ke layar ponsel juga tidak dilakukannya. Kana mulai merasa kesal dan tidak tahan melihat Hikaru yang bertindak semaunya sehingga ia menampar Hikaru dengan keras. Tsukasa yang mengintip dari luar sangat terkejut dengan tindakan Kana yang tiba-tiba.

Sadarlah, kau bukan anak kecil lagi, kan? Aku tahu, membunuh orang tuamu terasa berat bagimu, tapi kuharap kau jangan lupa sekarang aku adalah kakakmu. Aku bisa menjadi tempat bersandar untukmu kalau kau ingin menangis. Bertahanlah, sebentar lagi tujuan kita akan tercapai. Sekali ini saja kau menurut kepada ayah, pasti dia akan tertipu dengan kesetiaanmu.

Kesadaran Hikaru kembali. Setelah membaca yang ada di layar ponsel, ia mengangkat kepala. Kana tampak cemas sekali, begitupun dengan Tsukasa yang berdiri di luar kamar. Mereka semua datang karena mencemaskannya. Pada detik itu, Hikaru merasa dirinya bodoh karena tidak sadar dengan sekelilingnya. Tak hanya itu, dia teringat tujuan yang membuatnya bertahan di rumah itu hingga sekarang.

Hikaru tersenyum tipis. "Makasih, Kana. Aku makan, ya." Ia mulai memakannya, dimulai dari makanan yang dimaksudkan buat sarapan.

Tak lama, Kana menghela napas lega. Sebenarnya, dia merasa bersalah karena telah menamparnya, tetapi anehnya, Hikaru terlihat tidak merasa sakit sama sekali. Padahal, kalau dilakukan ke Yuuma, pipinya langsung membengkak.

"Hikaru! Katanya, makananmu dicuri Yuuma, ya?" Tiba-tiba Yukito datang dengan panik. Dia tampak berlebihan sambil membawa banyak botol minuman satu kantong plastik.

Hikaru hampir tersedak karena kedatangan Yukito yang mendadak. Tak sampai situ, Yukito menghampirinya, lalu merangkulnya. Sampai-sampai, dia tidak sadar telah menyenggol Kana seolah keberadaan Kana transparan.

"Jangan bilang, kamu tegang, ya? Tenang saja, aku dan Tsukasa akan membantumu. Apa masih kurang?" tanya Tsukasa dengan nada menggoda.

Yukito yang selalu tenang sampai sepanik ini, pasti dia cemas sekali. Hikaru pikir, dia adalah harapan terakhir bagi mereka seolah mereka ingin menggunakan Hikaru untuk melakukan sesuatu. Sama halnya dengan Kana, Yukito yang penuh taktik pasti juga sudah merencanakan kabur. Padahal, Hikaru hanya bisa melakukan satu hal untuk membalas budi mereka semua, yaitu membebaskan mereka dari genggaman Shin. Apa itu belum sepadan dengan kebaikan mereka semua selama ini?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro