16 - Help Me
Malam itu, pertama kalinya di kediaman Akazawa sepi lebih cepat dari biasanya. Setelah mengetahui yang dialami Hikaru, Yukito dan Yuuma sama-sama kebingungan. Mereka terlihat tahu sesuatu juga, tetapi disembunyikan. Sudah pasti Shin adalah dalangnya, lalu siapa yang melaksanakan perintah seperti itu darinya? Tentunya, satu-satunya yang pantas dicurigai adalah Tsukasa menurut mereka.
Setelah memastikan Hikaru sudah tidur terlelap, Tsukasa lah yang masuk kamar duluan. Sementara, Kana, Yukito, dan Yuuma sedang mendiskusikan sesuatu di depan TV. Tsukasa sengaja membiarkan mereka tanpanya karena tahu mereka sedang menaruh curiga terhadapnya.
Pada akhirnya, Tsukasa tidak punya siapa pun di pihaknya. Ia amat frustrasi, bahkan begitu masuk kamar, dia membanting semua barang apa pun itu. Shin sengaja membuat Tsukasa dibenci oleh semua saudaranya. Katanya, Tsukasa sudah tidak berguna lagi dan sebentar lagi ia akan dibuang. Maksud dari 'dibuang' seperti yang dialami saudaranya yang mati di tangan Kana, 'dibunuh'.
Karena itu, Tsukasa yakin di antara para saudaranya yang paling ingin membunuhnya adalah Kana. Kana yang merupakan anak adopsi pertama Shin berusaha mati-matian untuk membuat para saudaranya bertahan hidup sampai bisa hidup mandiri tanpa Shin meski membenci mereka semua. Apakah besok masih ada harapan hidup untuknya?
Ketika sudah hampir melempar semua barang, tangannya berhenti bergerak saat melihat ponsel milik Rei di atas meja belajar. Tsukasa belum memeriksanya sejak hari Jumat. Dia terkejut melihat banyak panggilan tak terjawab dari Hikaru. Beban rasa bersalah semakin bertambah saat mengingat wajah Hikaru yang sudah tidak ada harapan hidup lagi.
Tsukasa penasaran, apakah Hikaru tahu bahwa dialah pelakunya? Melihat dari Kana, tampaknya dia belum beri tahu ke Hikaru. Justru, itu pilihan terbaik. Ia tidak bisa membayangkan wajah Hikaru yang kecewa padanya karena sudah sepenuhnya mempercayai dirinya.
Tanpa sengaja, ada aplikasi yang menarik perhatiannya, note to do list. Rei membuat rencana kegiatan di hari Sabtu, yaitu membawa Hikaru ke rumah lamanya. Tsukasa pikir, itu perbuatan bodoh. Sepertinya, Shin sudah memprediksi hal tersebut, makanya dia menyuruh Tsukasa untuk membunuhnya. Dia menjadi alat Shin tanpa disadarinya dan mulai menyesalinya.
Hampir tiga jam, Tsukasa merenungkan kesalahan besarnya dan masih belum menemukan jawaban yang tepat untuk solusinya. Karena merasa haus sekali, Tsukasa keluar kamar sambil memastikan semuanya sudah masuk kamar masing-masing.
Namun, orang yang paling tidak ingin ditemuinya masih berada di ruang TV seolah sedang menunggu Tsukasa keluar dari kamar, yaitu Kana. Agar terlihat tenang, Tsukasa mengabaikannya dengan berlalu ke dapur, tetapi tiba-tiba Kana melambaikan tangan. Saat Tsukasa menoleh ke arahnya, dia menunjuk ke cangkir berisi kopi di meja depannya. Kana sampai menyiapkan minuman untuk Tsukasa, itu berarti dia benar-benar ingin mengobrol dengannya.
Tsukasa pun terpaksa duduk di seberang kanan sofa yang diduduki Kana. Tanpa berbasa-basi, Kana langsung berbicara ke intinya. Kau nggak perlu mengelak apa pun yang akan kukatakan. Cukup jujur saja. Aku hanya ingin meluruskan masalah hari ini secepatnya tanpa diketahui Hikaru.
Kana yang bersikap tenang begitu membuat Tsukasa kesal. "Apa yang perlu kita bicarakan lagi? Lagi pula, kalian semua akan membenciku. Tak hanya itu, ayah sudah tidak membutuhkanku la—" Tsukasa segera tutup mulut karena keceplosan.
Kana memberikan reaksi terkejut yang seharusnya. Jadi, perintah dari ayah, ya? Kau juga dari kemarin dipukul terus oleh ayah. Apa yang sebenarnya terjadi?
Tsukasa menahan amarah dengan mengepalkan tangan sekuat-kuatnya. "Kenapa kau mengorek-ngorek informasi padaku, sih? Sudah kubilang, nggak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Toh, ayah berencana membuatmu untuk membunuhku." Tsukasa bersiap-siap berdiri dari tempat.
Siapa yang menyuruh kau boleh pergi? Aku sudah tahu soal itu dan aku takkan pernah melakukannya padamu. Aku hanya ingin tahu masalahmu dengan ayah. Aku begini karena mengkhawatirkanmu, tahu. Kana masih bersikap tenang meski terlihat sekali dia ingin marah.
"Hah, khawatir? Padahal, sudah bertahun-tahun kita tinggal bersama, kau baru khawatir padaku sekarang? Kana, kau ini benar-benar sudah kelewatan. Padahal, kau membenci kami semua dan kau baru bersikap layaknya kakak di situasi sekarang? Benar-benar, deh, aku nggak suka kau."
Meski dimaki oleh Tsukasa, Kana masih belum menyerah.
Katana. Kenapa meninggalkannya di TKP? Kuyakin kau sudah memprediksi aku dan Hikaru yang menemukan tempat itu, kan? Aku tahu itu milikmu karena di keluarga ini hanya kau yang selalu memakai katana setiap bekerja. Kau sengaja meninggalkannya seolah kau ingin aku menolongmu dari ayah. Apa aku benar?
Akhirnya, Tsukasa pun terbungkam dan menundukkan kepala. Menyangkalnya pun percuma karena dia memang menginginkan Kana menemukan katana yang sengaja ditinggalkan. "Hei, apa Hikaru sudah tahu aku pelakunya?" tanyanya setelah terdiam beberapa saat.
Hikaru memang sudah tahu, tetapi dia tidak mengatakannya demi melindungi perasaan Tsukasa. Itu berarti dia tahu kalau Tsukasa melakukannya karena perintah Shin. Setidaknya, Kana ingin menghormati keputusan Hikaru.
Dia belum tahu untuk sekarang. Bukan, selamanya aku nggak ingin dia tahu. Tsukasa, aku ingin menolongmu, tapi prioritasku sekarang melindungi Hikaru. Kalau kau ingin menebus kesalahanmu, bantu aku juga melindunginya sampai embusan napas terakhirmu. Pada saat itulah aku memaafkanmu. Paham?
Tsukasa mengangguk dalam. Kana sebaik ini masih ingin memaafkannya, sedangkan apa yang dia lakukan selama ini? Lalu, kalau Hikaru sudah mengetahui kebenarannya, apakah dia akan memaafkan Tsukasa? Padahal, Tsukasa sangat menyayangi semua saudaranya, tetapi kenapa dia harus mengalami hal seberat ini sampai menghancurkan ikatan saudara di rumah ini?
Setelah percakapan yang panjang itu, akhirnya Kana membolehkan Tsukasa kembali ke kamar. Kana kembali sendirian di ruang TV hingga langit mulai terang.
*****
Keesokan harinya, dengan mata bengkak sehabis menangis, Hikaru memaksakan diri berangkat ke sekolah. Tujuannya hanya satu, yaitu menemui Izumi waktu pulang sekolah. Saat datang ke kelas, Izumi tampak lega melihat kedatangan Hikaru meski masih terlihat kecemasannya. Namun, Hikaru langsung mengabaikannya.
Begitu pun waktu istirahat. Izumi menghampiri mejanya dan Hikaru langsung meninggalkan tempat. Hikaru sama sekali tidak memberikan kesempatan Izumi berbicara kepadanya sekalipun. Dia baru berbicara saat hanya ada mereka berdua di kelas sepulang sekolah.
"Ada apa, sih, Hikaru? Dari tadi kuajak bicara, kau mengabaikanku dan sekarang kau mengajakku bicara." Izumi tampak sebal, tetapi masih ada rasa perhatiannya.
"Mulai sekarang, jangan akrab denganku. Aku ingin kita pura-pura nggak kenal setiap berpapasan. Hanya itu saja yang ingin kusampaikan. Dah." Tanpa ragu, Hikaru meninggalkan Izumi. Namun, Izumi segera menahan lengannya sehingga langkahnya terhenti.
"Hei, kenapa tiba-tiba begini? Apa kematian Rei benar-benar membuatmu terguncang? Lalu, kenapa? Nggak perlu sampai sejauh ini, kan?" tanya Izumi dengan perasaan amat gelisah, bahkan napasnya sampai terengah-engah.
"Izumi, sebenarnya aku juga nggak ingin. Tapi, aku melakukan ini demi kau. Kalau aku kehilangan dirimu juga, aku sulit bertahan hidup. Karena itu, kumohon lakukan yang kuminta tadi," pinta Hikaru sekali lagi tanpa menatap wajah Izumi.
Izumi menautkan alis. "Demi aku? Apa maksudmu? Apa kau tahu penyebab kematian Rei? Kalau begitu, aku, kan, bisa membantumu."
Tak ada pilihan lain, Hikaru terpaksa meninggikan suara kepadanya. "Izumi, kumohon. Aku benar-benar serius."
Izumi mematung sesaat di tempat. Dia terlihat kecewa dengan Hikaru dan segera melepaskan lengannya, lalu pergi ke luar kelas. Sebenarnya, Hikaru tidak ingin tangan Izumi melepaskannya. Dia masih menyukai Izumi dan melepaskannya merupakan keputusan yang terberat baginya.
Namun, dengan begitu, Hikaru tidak perlu kehilangan orang yang berharga baginya. Fokus ke rencana kabur Kana merupakan prioritasnya sekarang. Dengan rencana kabur, Hikaru bertekad akan menyelamatkan semuanya dari Shin meski risikonya amat besar. Dia hanya perlu bertahan di rumah itu selama setengah tahun lebih. Penderitaan para saudara berakar dari Shin, karena itulah Hikaru tidak ingin menyalahkan Tsukasa atau siapa pun.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro