Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13 - Disappear

Setiap kali terdengar suara notif, Hikaru selalu segera menyalakan layar ponsel. Chat dari Rei tak kunjung datang, padahal ia menantinya. Bahkan, saat tidak ada notif masuk pun dia tak henti mengecek layar ponsel.

Hikaru yang merupakan teman baiknya tahu betul bahwa kalau Rei sudah berjanji sesuatu, ia takkan mengingkarinya. Akhir pekan segera berakhir. Hikaru pun memutuskan untuk mengechatnya duluan dengan 'Kok, nggak ada kabar, sih? Katanya mau jalan-jalan di akhir pekan. Ini sudah hari Minggu, lho'.

Ditunggu seharian, tetap saja tak ada balasan dari Rei. Lalu, Hikaru mencoba menghubungi Izumi dan menyuruhnya chat dengan Rei. Beberapa jam kemudian, Izumi memberi kabar bahwa tak ada tanda-tanda chatnya sudah masuk, apalagi sudah dibaca. Tak hanya itu, kata salah satu teman Rei di sekolah yang pernah mengechatnya saat Jumat malam tak ada balasan masuk setelah di atas jam tujuh.

Hikaru ingat sebelum jam tujuh, Rei sudah meninggalkan kafe karena ada janji ketemuan dengan seseorang. Mungkin selama menuju tempat ketemuan, dia membalas chat teman tersebut. Waktu itu, temannya sedang bersenda gurau di chat, lalu menanyakan tugas matematika tanpa balasan dari Re setelah itui. Saat jam tujuh, mungkin Rei sudah ketemu dengan orang yang janjian dengannya.

Malam pun tiba dan rumah yang seperti rumah hantu itu mulai terasa hidup dengan kedatangan Yuuma, Yukito, dan Tsukasa yang habis bekerja. Di akhir pekan begini, biasanya Tsukasa memang selalu ikut mereka.

"Tsukasa, aku lapar. Cepat buatkan makanan." Yuuma yang selalu kelaparan setelah bekerja seenaknya menyuruh Tsukasa.

Tampaknya, suasana hati Tsukasa sedang buruk. Biasanya, kalau Yuuma menyuruhnya, Tsukasa menolaknya dengan halus. Namun, kali ini dia menyorot tajam ke Yuuma. Tak hanya itu, Hikaru baru sadar bahwa pipi Tsukasa membengkak sampai berwarna biru.

Justru, Yuuma tak takut dengan Tsukasa dan malah menyorotnya balik. Karena sama-sama capeknya, Yukito tak tahan dengan suasana seperti itu dan segera menengahi mereka.

"Yuuma, hentikan sikap kekanakanmu itu. Hari ini aku yang dapat giliran masak, jadi jangan keberatan dengan masakanku." Yuuma hendak memprotesnya, tetapi Yukito langsung berpaling ke Tsukasa. "Tsukasa, kau bisa istirahat sekarang. Kuharap, selanjutnya kau bisa bersabar sedikit lagi. Kalau begini terus caramu, aku juga nggak bisa selamanya melindungimu."

Tanpa bersuara, Tsukasa membalikkan badan dan menuju kamarnya. Hikaru terkejut saat Tsukasa menutup pintu dengan membantingnya keras. Sebenarnya, Tsukasa bersikap seperti itu sudah dari kemarin.

"Yukito, apa Tsukasa baik-baik saja?" tanya Hikaru cemas.

"Hmm… entahlah. Kalau lihat pipinya bengkak, kan? Dari kemarin, dia selalu mampir ke kantor ayah dan berargumen dengannya. Sebenarnya, aku tak pernah melihat dia menentang ayah secara terang-terangan. Alasannya—bukan apa-apa." Yukito berhenti sejenak dan memilih mengakhiri jawabannya dengan cepat. Terlihat jelas dia berusaha menyembunyikan sesuatu.

Yukito pun bersiap-siap masak dengan menggulungkan lengan kemeja serta mengikat rambutnya yang panjang sampai atas bahu. Sementara itu, Hikaru kembali mengecek lagi ponselnya, tak ada notif chat masuk. Rasa takut sekaligus cemas membuatnya tidak tenang. Yuuma yang memperhatikannya sejak awal masuk rumah pun penasaran.

"Hikaru, kulihat dari tadi kamu lihat ponselmu terus meski nggak ada notif masuk. Apa kamu nunggu chat dari pacarmu?" goda Yuuma untuk mencairkan suasana.

Hikaru segera menyimpan ponsel di saku celana. "Pacar apanya, sih? Itu, lho, temanku yang selalu mengajakku mampir ke kafe sebelum pulang. Dia bilang bakal mengabariku buat jalan-jalan di akhir pekan. Tapi, sampai sekarang nggak ada kabarnya sama sekali. Lalu—" Hikaru berhenti bicara, bimbang harus memberitahunya lebih lanjut atau tidak.

"'Lalu' apa?" tanya Yuuma penasaran.

"Ada yang bilang, dia sudah tidak bisa dihubungi sejak Jumat malam. Sebagai teman, sudah sewajarnya aku cemas, kan?" sambung Hikaru.

Hikaru melirik sedikit ke Yuuma. Reaksinya tidak sesuai dugaan, pupil matanya membesar seolah terkejut mendengar ceritanya. Dia tidak bertanya lagi dan beralih ke ponselnya sendiri. Yukito juga tidak ada bedanya. Awalnya, dia ikut mendengar cerita Hikaru juga dan sekarang dia tidak memperhatikannya lagi.

Akhirnya, Hikaru paham alasan Kana menyuruhnya jangan percaya siapa pun selain dirinya. Di rumah itu, mereka semua takut kehilangan hal berharga bagi mereka, yaitu ikatan saudara. Mereka akan menutup mulut kalau ucapan yang akan dilontarkan nantinya malah menyakiti perasaan saudaranya.

*****

Pagi itu tidak seperti biasanya. Tsukasa yang selalu menyiapkan sarapan belum keluar kamar. Saat Hikaru mengajaknya untuk berangkat sekolah bersama, Tsukasa bilang dia bakal berangkat sendiri dan telat nanti. Maka itu, Hikaru hanya berdua dengan Kana pergi ke sekolah.

Sebelum ke kelas, Kana menyampaikan sesuatu. Kalau ada apa-apa, segera hubungi aku. Sebenarnya, tadi malam aku menguping percakapanmu dengan Yuuma. Kurasa, temanmu tak hanya hilang.

Rupanya, Kana juga merasa ada yang janggal. Kalau Kana sampai menawarkan bantuan, apakah hilangnya Rei merupakan hal yang gawat?

Saat memasuki kelas, suasananya terdengar ribut tentang sesuatu. Begitu melihat kedatangan Hikaru, Izumi yang awalnya sedang mengobrol sama teman-temannya langsung menghampiri Hikaru dengan wajah panik.

"Tenanglah, Izumi. Jadi, apa benar Rei hilang?" tanya Hikaru memastikan.

Izumi mengangguk cepat. "Barusan tadi pagi, orang tua Rei datang ke sekolah dan melaporkan jejaknya hilang sejak tiga hari yang lalu setelah pulang sekolah. Coba saja kalau kita pulang bersama waktu itu. Siapa, sih, yang ngajak ketemuan sama Rei? Kuyakin orang itu pasti terlibat." Suaranya terdengar bergetar. Ia menahan tangisannya.

Jika orang tua Rei saja tidak tahu keberadaannya, kasus hilangnya tidak bisa dianggap kasus biasa. Orang dewasa tidak bisa dipercaya, tetapi Hikaru percaya pasti Kana akan membantunya di situasi kapanpun.

Izumi tersentak saat tiba-tiba Hikaru berdiri dari tempat dan berlari ke luar kelas. Bel masuk belum berbunyi, masih ada waktu untuk menemui Kana. Karena beda tingkat kelas, Hikaru perlu menaiki anak tangga. Melalui jendela, ia mencari sosok Kana di setiap kelas. Setelah mendapatkannya, Hikaru masuk kelasnya tanpa izin dan mendatangi mejanya. Tentu saja, Kana yang sedang bersama Shiki terkejut, lalu menunjuk ke arah luar kelas dengan jempol, isyarat menyuruhnya untuk berbicara di luar saja.

Kau ini hubungi aku dulu, bukannya masuk kelas sembarangan. Cepat katakan apa alasanmu menemuiku.

"Kau benar-benar mau membantuku, kan? Kalau kau sampai berkata begitu, pasti kau tahu, kan, bagaimana cara mencarinya?" Hikaru menundukkan kepala, tidak berani langsung menatap kedua mata Kana.

Kana terdiam sesaat karena bingung. Jadi, temanmu memang hilang?

Hikaru mengangguk. "Apa kau tahu reaksi Yukito dan Yuuma waktu aku menceritakan tentang temanku? Mereka seperti menyembunyikan sesuatu dariku. Kuyakin mereka tahu kasus hilangnya Rei, tapi mereka terlihat takut untuk mengakuinya padaku. Sebenarnya aku nggak ingin percaya, tapi apakah mereka terlibat dengan hilangnya Rei?"

Kana menenangkan Hikaru dengan memeluknya serta mengusap kepalanya. Tenanglah. Meski aku benci mereka, mereka bukan orang seperti itu. Lebih baik kita fokus saja mencari temanmu.

"Dengan cara apa?" Hikaru menautkan alis.

Justru, Kana tampak terheran. Jangan bilang, kamu belum pernah bertemu, bahkan berkenalan dengannya? Senri memang pendiam dan penyendiri, tapi dia itu informan yang akurat, tahu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro