Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12 - Mission Accomplished

Baru lima hari di sekolah baru, keseharian di sekolahnya mulai menyenangkan bagi Hikaru berkat adanya Rei dan Izumi. Sejak bertemu Izumi di kafe, saat jam istirahat, dia selalu mengajak Hikaru ke kantin sama-sama. Dia juga sering mampir ke bangku Hikaru kalau sedang bosan.

Melihat keduanya semakin dekat, Rei yang berada di tengah-tengah mereka yakin seratus persen kalau mereka punya perasaan yang sama. Karena hari ini ada janjian ketemuan dengan Tsukasa, Rei berencana akan meninggalkan mereka berdua untuk memberi kesempatan saling jujur terhadap perasaan masing-masing.

Seperti biasanya, Rei mampir ke kelas Hikaru waktu jam pulang sekolah tiba. Di sana, sudah ada Hikaru menunggu bersama Izumi sambil bersenda gurau meski reaksi Hikaru tidak ada harapan. Menurut Rei, tampaknya Hikaru masih belum sadar terhadap perasaannya sendiri.

"Hei, Rei sudah datang, tuh." Izumi langsung melambaikan tangan ke Rei, begitu pun dengan Hikaru langsung menoleh ke tempat Rei berdiri.

Agar tidak buang-buang waktu, mereka bertiga menuju loker sepatu dan kemudian keluar dari gedung sekolah. Seperti biasanya, Hikaru dan Rei akan menghabiskan waktu di kafe dekat stasiun, sedangkan Izumi bekerja sebagai pelayan di sana. Begitu waktu kerja shift-nya habis, Izumi nimbrung ke meja mereka.

Namun, kali ini berbeda. Tiba-tiba saja Rei mengundurkan diri lebih cepat. "Sebentar lagi aku ada janjian ketemuan sama seseorang. Aku pergi duluan, ya." Rei meraih tasnya dan hendak beranjak dari tempat.

"Baru saja aku datang. Apa nggak bisa diundur waktu ketemuannya?" tanya Izumi cemberut.

Rei terkekeh. "Namanya janji, ya, janji. Sampai ketemu minggu depan, ya, Hikaru, Izumi."

Saat Rei mulai mengambil satu langkah, dia teringat sesuatu dan menoleh ke belakang. "Hikaru, apa besok kamu punya waktu luang?"

"Sepertinya, iya. Ada apa dengan itu?" tanya Hikaru balik karena bingung.

"Kalau begitu, ayo jalan-jalan besok. Tempat dan waktunya kuberi tahu nanti di chat."

Izumi yang seperti bayangan di antara mereka berdua semakin ngambek. "Hei, aku nggak diajak, ya? Besok aku libur kerja part-time, tahu."

Tetap saja, Rei tidak ada niat untuk mengajak Izumi. Hikaru yang hanya bisa menyetujui ajakannya merasa ada yang aneh dengan Rei. Menurutnya, itu tidak seperti Rei biasanya. Apakah dia tahu sesuatu yang berkaitan dengan keluarga lama maupun barunya? Hikaru harap, dugaannya salah.

*****

Sejak hari di saat Hikaru masuk ke sekolah baru, ada sesuatu yang mengganggu Tsukasa dan itu tak hanya terjadi sekali. Chat dari orang yang sama menerornya setiap hari dan setiap detik chat tersebut masuk, amarah yang selama ini ditahan semakin meluap.

Tanpa Shin, Tsukasa dan saudara lainnya bukan apa-apa. Ketergantungan mereka terhadapnya membuat titik kelemahan semakin besar untuk dipegang olehnya. Karena itu, Tsukasa jadi membenci diri sendiri. Sampai kapan dia dan yang lain harus bertahan dengan skenarionya? Dengan cara apa agar bisa keluar hidup-hidup dari rumah itu?

Maka itu, terbentuklah prinsip di ikatan saudara. Dilarang egois dan lakukan apa saja demi melindungi para saudaraku. Tetapi, Tsukasa akan melakukan apa saja demi Hikaru kali ini atas perintah Shin. Saudara lainnya pasti takkan menyukai cara Tsukasa sehingga ia terpaksa melakukannya sembunyi-sembunyi.

Notif chat masuk terus tanpa henti dan Tsukasa yang tidak dalam suasana hati yang baik menggeser layar ponsel dengan kasar untuk membuang semua notif itu. Ketika mendengar langkah kaki mendekat, Tsukasa mengangkat kepala.

Wajah yang terlihat marah tadi mulai mengukir senyuman palsu. "Wah, halo, Kisaragi. Kau datang lebih cepat dari yang kukira, ya. Ayo langsung cabut."

Tsukasa berjalan ke tepi jalan raya dan Rei mengikutinya. Saat melihat taksi yang akan datang ke arah mereka, Tsukasa melambaikan tangan dan taksi berhenti tepat di depan mereka. Tsukasa memberi tahu tempat tujuannya ke supir taksi dengan suara pelan sehingga Rei tidak bisa mendengarnya.

"Kalau boleh tahu, kita mau ke mana, ya?" tanya Rei setelah mereka masuk ke taksi dan taksi mulai berjalan menuju tempat tujuan.

"Hmm… rahasia, deh." Tsukasa bersiul selama perjalanan seolah memperlihatkan suasana hatinya sedang bagus, padahal sebenarnya tidak.

Perjalanan sampai tempat tujuan membutuhkan setengah jam lebih. Jalan raya sudah tidak terlihat lagi dan orang-orang berlalu lalang semakin berkurang. Rei yang berfirasat buruk berusaha meyakinkan diri bahwa dia akan baik-baik meski sendirian saja.

Taksi pun berhenti tepat di depan bangunan tua yang kosong dan dikelilingi pagar berkawat. Tsukasa yang membayar biaya ongkosnya, lalu dia membawa Rei ke belakang bangunan tua itu, lebih tepatnya ke gudang ukuran besar yang berada di belakang bangunan.

Suara pintu gudang berderit keras karena usianya yang sudah tua. Gudang yang awalnya gelap diterangi cahaya rembulan dari luar begitu pintu terbuka. Rei tidak mendapatkan apa pun di dalam, kecuali sebuah katana yang bersandar ke dinding dan sekitar lima jerigen bensin. Kemungkinan terburuk sudah berada tepat di depan mata, tetapi Rei tidak bisa kabur lagi.

"Hei, Kisaragi. Mungkin Hikaru tidak pernah memberitahumu. Aku ini punya mata yang jeli. Aku tahu, kau mulai menaruh curiga padaku sejak kemarin kita bertemu, kan? Kalau kau memang curiga, kenapa masih mengikutiku ke sini?" Tsukasa berjalan menuju ke tempat katana berada.

Rei masih terdiam, menunggu Tsukasa berbicara lagi. Ini tidak sesuai ekspektasinya dan ia sedang berusaha memikirkan cara kabur dari tempat itu dengan selamat. Karena ponselnya tersimpan di saku celana, tangannya bersiaga menggenggam ponsel tanpa dikeluarkan.

Tsukasa mengangkat katana tersebut tinggi-tinggi, bahkan sampai terlihat kilatan dari ujung katana yang tajam. "Aku nggak bisa buang-buang waktu sekarang. Apa kau punya pesan terakhir buat Hikaru atau siapa pun?" Tsukasa terdengar sangat dingin, tidak seperti saat selama perjalanan tadi.

Sekujur tubuh Rei gemetar, tetapi dia berusaha tenang sebisa mungkin. "Kau tahu, kan, Hikaru nggak bakal suka caramu seperti ini. Kalau kau berhenti sekarang, aku nggak akan bilang ke siapa pun tentang ini. Lagi pula, apa yang bisa kau dapat dengan membunuhku? Keluarga kalian juga—"

Tanpa belas kasihan, Tsukasa mengayunkan katana dan menebaskan tubuh Rei bagian depan. Tebasannya cukup dalam sehingga banyak darah yang keluar. Karena rasa sakit yang luar biasa, Rei tersungkur di tanah. Di saat seperti ini, Rei mengambil kesempatan dengan memanggil Hikaru melalui ponsel. Namun, Tsukasa tidak membiarkannya dan menendang tangan Rei yang menggenggam ponsel sehingga ponselnya terlempar jauh.

"Kenapa? Kau juga mau mengejek keluarga kami? Kalau kau nggak mati hari ini, Hikaru yang akan menderita. Meski dunia takkan menyukaiku, aku pasti akan menyelamatkan semua saudaraku." Tsukasa memungut ponsel yang terlempar tadi.

Setelah itu, Tsukasa menumpahkan semua jerigen bensin ke seluruh lantai. Sebelum menyalakan api dari luar, ia memotret seisi ruangan sebagai bukti yang akan dikirim ke Shin.

Tak terduga, dengan keadaan kritis seperti itu, Rei masih bisa berbicara. "Hei, tolong sampaikan ini kepada Hikaru—"

Tsukasa meninggalkan gudang dengan semua pintu terkunci dan api sudah tersebar di dalamnya. Kemungkinan Rei bertahan nol karena keadaannya yang kritis juga. Ini bukan pertama kalinya Tsukasa membunuh orang. Saat akhir pekan, dia selalu ikut Yuuma dan Yukito kerja dan harus mengotorkan kedua tangannya. Namun, untuk kali ini, membunuh orang terasa berat dan menyakitkan. Apa karena Rei adalah teman baik yang berharga bagi Hikaru? Apa pun konsekuensinya, Tsukasa sudah siap kalau suatu hari Hikaru akan membencinya.

Beruntungnya, ada taksi lewat. Sebelum masuk ke dalam, Tsukasa mengirimkan foto bukti yang tadi dan mengetik 'Misi sudah terlaksanakan' yang diikuti helaan napas yang panjang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro