Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Patah Hati Yang Tersembuhkan

Part 11 Patah Hati Yang Tersembuhkan

“Aku akan meninggalkan kalian untuk bicara.” Andara mengambil tasnya sembari beranjak dari duduknya. Memberikan seulas senyum tipis pada Davian dan memeluk Rachel, lalu meninggalkan keduanya menuju pintu café. 

Suasana café milik Davian malam ini tidak terlalu ramai pengunjung.  Memberi mereka kesempatan untuk bicara.  Di tengah keheningan tersebut, Davian mendekatkan gelas berisi smothies strawberry ke depan Rachel.

Rachel hanya tercenung, menatap gelas yang ada di depannya dengan perasaan haru yang memenuhi dadanya. Perasaan cintanya yang meluap-luap meruntuhkan kekecewaan dan perasaan dikhianati yang seolah telah bercokol kuat di dadanya. Semudah dan secepat ini. 

Ialah yang terlalu bodoh mengambil kesimpulan hingga kesalah pahaman ini bertahan selama ini.

“Bagaimana kabarmu?” Davian memecah keheningan lebih dulu. Menatap wajah Rachel dengan kerinduan yang begitu pekat.  Tetapi tak berani menginginkan lebih dari itu.

“Kau menepati janjimu. Kau tak pernah meninggalkanku. Aku.” Ada sesal sekaligus protes dalam kalimat Rachel.

Davian tak menyangkal. Ialah yang membuat Rachel meninggalkannya. “Itu pilihan terbaik yang kita berdua miliki.”

“Dan aku tak pernah baik-baik dengan semua ini, Davian. Kau mengambil keputusan ini tanpa memikirkan pendapatku.”

“Aku tahu dan maafkan aku.”

“Aku mencintaimu.”

“Aku juga tahu.”

Rachel terdiam. Menggigit bibir bagian dalamnya dan merasakan air mata meleleh di kedua ujung matanya. 

Davian mengulurkan sapu tangannya pada Rachel. “Dan jangan tanya kenapa aku melakukan semua ini, Rachel. Kau tahu alasanku melakukannya.”

Air mata Rachel jatuh semakin deras. Tak ada lagi pembicaraan hingga Rachel meluapkan semua penyesalannya dalam isak tangis. Davian pun tak mengatakan apa pun. Perasaan keduanya masih sama. Tak pernah berubah. Tetapi jarak di antara keduanya terasa lebih jauh. Lebih jauh dari sebelumnya.

Setelah perasaan Rachel lebih baik. Davian mengantar Rachel pulang. Rachel sendiri tak menolak, meski sekarang keduanya sedang menuju rumah Reagan.

Sesekali pandangan Davian melirik pada cincin berlian yang terselip di jari manis Rachel. Menyadarkannya bahwa wanita itu bukan lagi miliknya. Rachel telah menjadi milik pria lain. Gaun malam berwarna putih yang dikenakan oleh Rachel pun semakin memperjelas bahwa wanita itu telah menjadi istri pria lain. Batasan yang tak akan pernah bisa ia lewati.

“Di sini,” ucap Rachel pelan ketika mobil Davian mendekati gerbang putih yang tinggi. “Turunkan aku di sini saja.”

Davian menginjak pedal rem. Menatap pagar tinggi tersebut yang semakin membentangkan jarak di antara mereka. Suami Rachel adalah seorang konglomerat dan pewaris tahta dari perusahaan ternama dan paling berpengaruh di negeri ini. Reagan Lee. Sementara dirinya hanyalah pemilik café  yang meski hidup lebih dari berkecukupan, tak bisa dibandingkan dengan pria itu. Bahkan dengan kelas sosial yang dimiliki keluarga Rachel.

Rachel tak langsung turun. Ada banyak hal yang ingin diucapkannya pada Davian, tetapi tak satupun kata berhasil lolos dari ujung lidahnya.

Davian turun dari mobil. Memutar bagian depan mobilnya dan membukakan pintu untuk Rachel. “Kau harus turun, Rachel.”

Rachel melangkah turun. 

“Masuklah. Aku akan pergi setelah kau pergi.”

Bibir Rachel masih terus terbungkam. Menatap wajah Davian dan bertanya, “Apa kau masih mau menemuiku?”

Davian tak langsung menjawab. Menatap harapan di kedua mata Rachel yang tak lagi mampu ia hancurkan. Ia pun menganggukkan kepala dengan seulas senyum tipis.

Napas Rachel seolah telah kembali. Membalas senyum Davian dengan senyum yang lebih lebar. “Aku akan masuk. Sampai jumpa.”

“Selamat malam.”

Rachel memaksa tumitnya berputar dan berjalan mendekati gerbang. Petugas keamanan sudah membukakan pintu untuknya, tetapi tiba-tiba Rachel membalikkan badan dan berlari menghambur ke pelukan Davian. Memelukkan kedua lengannya kuat-kuat pada pria itu dan menjatuhkan wajahnya di dada Davian dalam-dalam.

Davian tak sempat menghindar.  Kedua tangannya sudah bergerak hendak membalas pelukan Rachel ketika tiba-tiba cahaya mobil yang menyorot keduanya membuat mereka tersentak. Rachel melonggarkan pelukannya, menggunakan tangannya untuk menahan cahaya menyilaukan tersebut. Jantungnya berdegup dengan kencang, berpikir mobil yang berhenti tepat di depan mereka adalah mobil Reagan. Akan tetapi, begitu mobil berbelok ke samping dan kaca jendela bagian depan mobil tersebut bergerak turun. Wajah Joshua muncul dengan senyum penuh arti yang menghiasi kedua ujung bibir pria itu.

“Selamat malam, kakak ipar.” Joshua melambaikan tangannya pada Rachel. Suaranya terdengar terlalu riang. Kemudian beralih pada Davian yang wajahnya tampak pucat. Joshua kemudian menyatukan ibu jari dan telunjuknya, membentuk garis di depan mulut sebagai isyarat tak akan membuka mulut untuk apa yang baru saja disaksikan pria itu.

“Sepertinya aku membuat kesalahan yang …”

“Tidak.” Rachel menggeleng.  Mengabaikan Joshua, wanita itu menarik lengan Davian, membawa pria itu masuk ke dalam mobil. “Pulanglah. Aku akan menghubungimu.”

Davian tak mengatakan apa pun. Duduk di balik kemudi dan menutup pintu mobil. Mobil Joshua sudah melewati gerbang, tetapi mobil lainnya muncul.  Dan kali ini wajah Rachel dibuat pucat mengenali mobil tersebut adalah milik Reagan begitu mobil Davian melaju pergi.

Rachel menghela napas panjang, menatap mobil Reagan yang memasuki gerbang dan berjalan di belakang. Melintasi jalan panjang menuju halaman berbentuk lingkaran. Dari kejauhan, ia melihat mobil Reagan dan Joshua yang terparkir  di depan undakan.  Joshua sudah turun lebih dulu, duduk berandar di kap mobil dengan kedua tangan masuk ke dalam aku celana. Sementara jas dan dasi pria itu sudah tergeletak di atas mobil. Dan Reagan, pria itu melompat turun dari mobil. Menghampiri sang adik dengan ketegangan yang begitu pekat.

Rachel berjalan lebih dekat, tak mungkin ia berbelok ke arah mana pun untuk menghindari pertikaian kakak dan adik tersebut. Ketika langkahnya sudah mendekati mobil Reagan, saat itulah pintu penumpang terbuka dan Lania melangkah turun.

Keduanya saling bertatapan untuk beberapa saat ketika suara Reagan memecah keheningan malam.

“Apa kau benar-benar peduli dengannya? Dengan anak yang ada dalam kandungannya?” 

Ketenangan di wajah Joshua berbanding terbalik dengan wajah Reagan menggelap oleh emosi. Pria itu mengedikkan bahunya, masih dengan sikap santai yang lebih terkesan tak peduli.

“Lania pingsan di kamar mandi. Dan dia sedang mengandung anakmu, Joshua. Kenapa kau masih bersikap kekanakan dan tak bertanggung jawab seperti ini?”

Joshua tertawa. “Dan meninggalkan istrimu di tengah pesta yang asing demi wanita lain adalah tindakan yang bertanggung jawab?” Mata Joshua melirik ke arah Rachel.

Kepala Reagan berputar, menatap Rachel dan Lania yang berdiri bersampingan di samping mobil.

“Aku tahu kau masih mencintai Lania, Reagan. Hanya saja, jangan tunjukkan sejelas itu di depan istrimu. Meski pernikahan kalian hanya pura-pura, tetap saja kau tak perlu membuatnya terlihat menyedihkan di depan semua keluargamu.”

Rachel menatap Reagan dan Joshua bergantian. Sebelum kemudian berjalan menaiki undakan dan masuk ke dalam rumah lebih dulu. Pertengkaran kakak beradik itu benar-benar membuatnya merasa sesak.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro