Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🌻17🌻

"Huft!" Pandu meletakkan kepalanya di atas meja McDonald's terdekat.

"Gimana-gimana?" tanya Lea, pandangannya mengedar ke Rina yang tampak seperti seluruh nyawanya disedot dan Pandu yang sudah terkulai di atas meja.

"Saintek-nya di luar dugaan, agak susah." Pandu menjawab lebih dahulu, masih dengan kepala terkulai.

"Soshum-nya sama." Rina mengamini.

Lea meringis, di ponselnya ia sedang menyambungkan panggilan video ke Hani, dan Hani segera mengangkat panggilan tersebut di detik ketiga.

"Gimana mentemen!!" Pertanyaan Hani terasa bukan seperti pertanyaan saja.

"Saintek-nya susah, tapi tes skolastik ternyata gampang ya, di luar dugaan sih?" balas Lea sambil menyandarkan ponselnya di salah satu tepi meja agar Hani bisa melihat teman-temannya.

Pandu mengangkat wajahnya dengan antusias. "Iya, betul!" Ia menganggukkan kepalanya.

"Kaya itu ternyata, tes IQ yang biasanya kita ikuti pas SMP, tapi agak sulit dikit. Cuman emang sejauh ini, aku oke juga garapnya." Rina menimpali.

"Iya," di ponsel Lea, terlihat Hani sedang mengambil tempat duduk, "bener banget. Ternyata sama aja kaya tes TPA yang dulu, kaya ganti nama doang, sama level kesulitannya nambah tapi dikit banget."

Pandu pun meringis. "Kayanya aku bisa pede sama nanti hasil TPS-nya, karena aku bisa garap kaya 80% dari keseluruhan soal. Kalau TPA yang sekarang," Ia mengembuskan napas, "jangan ditanya."

Rina pun ikut meringis. Sama, tapi kayanya aku cuman bisa garap 50 atau 60%-nya kalau soal TPS. Abis pulang ke Kediri nanti aku langsung ke Romo aja, minta doa."

Mereka semua termasuk Hani ikut terkikik mendengar ucapan Rina.

"Lea gimana?" tanya Hani.

"Semua lancar sih, Hani gimana?" Lea balik bertanya.

"Sama! Btw kalian share location, dong, nanti aku samperin. Tunggu ya, jangan pesen makanan dulu!"

Mereka pun memutuskan sambungan sementara, kemudian tidak lama kemudian kembali tersambung saat Hani sudah menaiki motor dari ojek daring yang dia pesan untuk makan bersama di McDonald's tempat Lea, Pandu dan Rina berkumpul.

Lea sempat khawatir kalau-kalau nanti ponselnya Hani jatuh, bisa gawat nanti. Namun, temannya itu justru meyakinkan Lea kalau dia ahli untuk melakukan live streaming di atas kendaraan.

Dari ponsel Lea, Pandu mengamati motor ojek yang ditumpangi Hani melaju berusaha membelah laju lalu lintas Kota Surabaya yang mulai berjalan merambat. Hani keluar tepat bersamaan saat banyak peserta tes juga keluar, mungkin pergi ke mana melemaskan otak mereka yang sudah kaku dan berasap gara-gara ujian.

Kurang lebih, 30 menit kemudian, Hani baru saja sampai dan meletakkan tas di kursinya.

"Duduk aja deh, kamu, ben aku aja yang pesan," ujar Lea sambil menggandeng tangan Rina.

Namun, secepat kilat, Hani bangkit dan merebut tangan Rina. Tangannya yang bebas ia gunakan untuk memaksa Lea kembali duduk di depan Pandu.

"Biar aku aja yang pesan, dari tadi duduk mulu di motor, kan pegel. Yuk, kalian mau makan apa?" tanya Hani dengan kecepatan berbicara mendekati kemampuan rap Eminem.

Pandu dan Lea jadi saling pandang dan kebingungan karena Hani yang tiba-tiba bertingkah aneh. Laki-laki itu ingin tanya pada Lea atau Hani sendiri, mungkin gadis itu tadi sempat jatuh dari motor, tersungkur dan mengakibatkan kepalanya sedikit tidak beres, tapi ia menelan pertanyaan itu dan justru menyebutkan menu pesanannya–nasi, paha bawah, omelet, dan minuman soda ukuran sedang.

Lea tidak punya preferensi khusus, ia memilih untuk menyamakannya dengan Hani atau Rina saja.

"Oke!" Hani secepat kilat mengajak Rina untuk segera menjauh dari meja, meninggalkan Pandu dan Lea berdua.

Pandu menaikkan kedua alisnya, sambil sesekali mengedik ke Hani yang berjalan bersama dengan Rina. Seolah tahu, Lea membalas dengan mengangkat kedua bahunya.

"Oh, iya!" Pandu tersentak. "Mau McFlurry?" Ia menawari Lea.

"Boleh, deh! Surabaya emang panas banget. Nerakane bocor," keluh Lea.

Pandu pun segera menelepon Hani dan Rina yang sudah masuk ke dalam barisan antrean, menyatakan bahwa ia tambah pesanan dua McFlurry. Hani membalas "ok" dari seberang telepon.

Setelah itu, Pandu kembali berkutat dengan bacaan novel di ponselnya sambil menunggu makanan datang. Sementara Lea yang ingin mengajak omong Pandu harus menelan kembali topik yang ingin ia utarakan lantaran melihat notifikasi masuk di ponselnya. Chat dari Hani.

Hani: silakan kencan lagi ;)
Hani: mumpung berduaan aja xixixi,,,,,

Lea melotot, sambil memutar tubuhnya untuk menoleh ke Hani dan Rina, tangannya ia hantamkan ke meja hingga berbunyi lumayan nyaring. Setidaknya cukup nyaring hingga membuat tiga kursi di sekitar Lea dan Pandu kini menjadikan gadis itu sebagai pusat perhatian. Cukup nyaring juga untuk membuat beberapa orang di antrean termasuk kedua temannya menoleh dan kembali menatap kebingungan.

Lea yang sadar kalau dia kini jadi pusat perhatian, melirik sekitar, mengendurkan urat syarafnya dan melirik ke Pandu yang sekarang juga menegang dengan wajah penuh tanya. Perlahan-lahan, ia kembali ke ponselnya dan melihat foto-foto Instagram untuk menghilangkan rasa malunya.

Pandu juga kembali sibuk ke bacannya, orang-orang kembali melakukan aktivitasnya, sementara Hani dan Rina cekikikan. Tawa kecil yang mampu didengar oleh Lea yang kini wajahnya merah padam.

*

Makanan datang, sembari melahap ayam yang gurih dan renyah, Lea berusaha melupakan kejadian memalukan tadi dan bersumpah akan menoyor Hani dan Rina sepulangnya mereka ke Kediri.

"Ini nanti kita pulangnya bareng, kan?" tanya Rina.

Pandu mengangguk. "Iya, aku beli tiket PP lagi, baru ingat kalau tiket yang lama sebenarnya masih bisa dipakai. Kan, tiket pulang sama pergi beda."

"Pulangnya ke Kediri nanti, aku ganti, deh." Lea menimpali.

"Nggak usah nggak apa-apa, jangan terlalu dipikirin," balas Pandu sambil terus melahap makanannya.

Selama beberapa menit, hanya suara lagu yang diputar dari pengeras suara yang ada di antara mereka berempat. Sampai Hani mengajukan obrolan yang membuat merekan berhenti menggali daging-daging ayam di makanan mereka.

"Kalian ada rencana cadangan?"

Cadangan ya … tentu saja ada. Faktanya, taktik Pandu tahun ini masih sama seperti dua tahun yang lalu. Yang membedakan hanyalah, Pandu kini benar-benar lebih berusaha untuk lolos SBMPTN.

"Bukan bermaksud mengharapkan kegagalan juga, ya. Tapi kan wajar buat punya rencana cadangan?" lanjut Hani setelah membuat grup mereka hening selama beberapa saat.

"Aku udah urus administrasi di kampus cadanganku." Rina menjawab. "Aku juga enggak berharap gagal, cuma, lihat dari tes UTBK tadi, nilaiku kayanya pas-pasan. Toh, di kampus cadanganku itu, aku dapat beasiswa dari gereja. Cuma tiga jam juga dari Kediri, alias masih di Surabaya sini."

"Aku ambil gap year, mungkin ambil kerja dan les intensif juga," jawab Lea. "Tujuan utamaku tetap, yang pentih nantk aku kuliah. Lagian, gap year juga bukan aib."

"Aku sih jelas bakal ngelanjutin kerja atau pindah kerjaan. Paling nggak di Surabaya atau Malang, sambil nunggu ada duit cukup untuk kuliah di dua kota itu." Pandu akhirnya ikut menjawab.

"Kalau aku, aku bakal kuliah dulu di Kediri sambil nyiapin untuk UTBK tahun berikutnya." Kini semua orang dalam kelompok itu telah menjawab.

Namun, Pandu merasa, setelah melihat tes UTBK hari ini, keraguannya yang dulu dirasakan, sekarang menguat. Bisa saja nanti menjadi kenyataan, dan apabila saatnya datang dan ia benar-benar gagal, apakah ia harus bersyukur atau merasa kecewa?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro