Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🌻10🌻

"Udah berapa lama kamu belajar?"

"Baru juga seminggu, Ma," jawab Pandu sambil memasukkan tempe ke dalam wajan.

"Aman?"

"Apanya?"

"Ya belajarmu itu, lho, aman dan lancar? Nggak ada kesulitan?"

Pandu menggeleng. "Lea mau sharing akun bimbel online gitu, Ma. Jadi ada urunan duit tapi ya nggak mahal-mahal amat, dan cukup ngebantu belajar, kok."

"Lea bener-bener baik ya orangnya?" tanya Ibunya.

Pandu menaikkan salah satu alisnya. "I … ya."

"Mama kok pengin tahu gimana caranya kamu bisa ketemu sama Lea," ujar Ibunya sambil menoleh ke belakang sebelum memukul dan mengulek bumbu sambal.

Pandu mencebik karena melihat senyum penuh maksud ibunya. "Udah Pandu bilang, kan, Ma? Lea itu anak magang di kantorku, terus ya aku memang tahu kalau Lea itu dateng dari SMK-ku dulu. Kan kantorku sekarang suka kerjasama bareng SMK-ku buat rekruitmen pegawai baru sama anak magang."

"Oh." Ibu Pandu menyajikan ayam dan terong penyet di atas meja makan. "Terus, omong-omong, yakin udah bener-bener siap?"

Sambil menyeruput tehnya, Pandu terdiam sejenak. Wangi aroma teh melati dan rasa manisnya bercampur dengan pertanyaan dan keraguan Pandu yang selama ini ia rasakan. Pandu sih rasanya siap-siap saja, walaupun ia harus menanggung konsekuensi karena waktu belajar yang mepet, tapi ia tidak mau membebani dirinya dengan hal-hal seperti itu.

Menurutnya, yang penting ia akan berusaha semaksimal dan sebisa mungkin sampai hari H datang.

Keraguannya ada di faktor lain, yaitu ibu dan ayahnya….

"Siap." Pandu akhirnya menjawab.

"Nah, bagus," Ibunya Pandu tersenyum sambil mengusap puncak kepala anaknya yang sekarang lebih tinggi darinya itu. "Mama doain biar keterima, uangnya nanti biar urusan Mama sama Ayah. Itu tempenya dilihat."

Melihat senyuman hangat ibunya dan merasakan belaian di puncak kepalanya membuat pundak Pandu terasa lebih ringan … kapan ya terakhir kali puncak kepalanya diusap seperti itu?

Sambil mengecek apakah tempenya sudah layak untuk dibalik, Pandu bertekad untuk tidak gagal lagi kali ini, ia tidak mau melihat ekspresi yang sama dari ibunya dua tahun yang lalu.

*

Di SMK Teknik paling besar di Kota Kediri ini, Pandu baru tahu kalau ada suatu pekerjaan yang sangat diidam-idamkan oleh seluruh murid di jurusannya.

Bahkan sejak MOS, para guru jurusan Teknik Gambar Bangunan sering membanggakan alumni yang sudah bekerja di perusahaan tersebut. Perusahaan inilah, yang ke depannya akan menjadi perusahaan tempat Toni bekerja.

"Ini, Kakak kelas kalian baru lulus beberapa hari yang lalu," ujar salah seorang guru. "Ijazah belum dapet, iya 'kan?"

Seorang laki-laki yang berdiri di depan kelas bersama guru itu mengangguk menyambut pertanyaan yang ditanyakan.

"Nah, ijazah belum dapet! Tapi sudah bekerja di PT Natsumori Tatemono, perusahaan Jepang yang cabangnya ada di Jakarta!"

Pandu ikut bertepuk tangan, ia larut dalam suasana yang kesannya sangat "mewah" dan membanggakan tersebut. Suasana yang penuh dengan prestige.

Guru itu lantas berjalan ke samping lelaki tersebut, menghampiri salah seorang gadis berkerudung.

"Nah, kalau ini kakak kelas kalian yang lulus tahun kemarin," ujarnya sambil tersenyum. Si gadis itu tersenyum lembut dan ramah, senyum serta matanya menyambut semua murid kelas satu yang baru masuk dan akan memulai pendidikan di tempat itu.

"Ijazah baru sempat ambil, kan?" tanya guru tersebut.

"Iya, Pak," jawab gadis tersebut sambil terkekeh. "Baru sempat ambil soalnya sibuk, kebetulan waktu jadinya juga agak lama."

"Kesibukannya ngapain aja selama kerja di PT Natsumori Tatemono?"

"Yaa, banyak proyek yang harus segera digambar nanti gambarnya harus kita serahkan ke penanggung jawab lapangan agar segera bisa dikerjakan. Jadi kadang kami sampai lembur-lembur gitu, bahkan Sabtu-Minggu bisa aja kami masuk gitu, kejar target."

"Waah," Guru tersebut membelalakkan matanya, "gajinya banyak, dong?"

Gadis tersebut lagi-lagi tersenyum, "Alhamdulillah!"

"Berapa gajinya sebulan?"

"Kalau divisi gambar kaya saya, normalnya ya 5 juta, kalau lembur bisa tambah lagi sampai 2 kali lipat."

"Woh, 5 juta!" Guru tersebut memang pintar membakar suasana.

Pandu jadi ikut bertepuk tangan sampai geleng-geleng kepala, terpukau.

"Kalau nggak salah barengan kamu ada kan? Seangkatan maksudnya?" tanya guru tersebut masih ke gadis di depannya.

"Iya, ada, Rafli dia dikirim ke Jepang oleh perusahaan." Guru dan seluruh murid yang hadir bertepuk tangan.

"Kalian beruntung bisa masuk sekolah dan jurusan ini," ujar seorang guru lain yang sedari tadi berdiri di pojokan belakang. "Nanti, selama tiga tahun kalian bajal digembleng agar pintar dalam menggambar teknik, melengkapi kebutuhan perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi bangunan. Seiring waktu juga, nanti kemampuan menggambar kalian bisa bagus, tepat, dan cepat."

"Nah, tiga syarat itu yang nanti jadi kriteria yang bakal dinilai di PT Natsumori Tatemono, PT yang sejauh ini paling bonafid dan paling diincar!"

Suasana di ruangan tersebut semakin riuh, semakin panas oleh kalimat-kalimat yang dilontarkan para tenaga pengajar. Pandu pun ikut bergembira dan merasa penuh semangat.

Dari situlah, selama tiga tahun kemudian ia memupuk ilmu dan melatih dirinya sendiri. Keinginan untuk kuliah pada awalnya hanya keinginan nomor dua, keinginan yang bahkan begitu sepele karena tidak bernilai dibanding bekerja di perusahaan tersebut.

Hingga tiba hari H pelaksanaan tes serta wawancara, Pandu pulang dengan menghancurkan ekspresi antusias yang dipasang ibunya di rumah.

Itulah awal mula ia menyadari bahwa kegagalan hadir dalam kamusnya, dan semua itu tak pernah ia keluarkan, menumpuk hingga saat ini.

*

"Ya, Pak!" Pandu berjalan cepat menuju ke kepala divisinya.

Pandu sudah menyelesaikan gambaran proyek yang tempo hari sempat di on-hold karena harus melalui beberapa perubahan yang dikehendaki owner. Namun, seperti yang sudah ia perkirakan dan memang sudah seharusnya begitu, ia tidak boleh tenang terlebih dahulu.

Cowok itu tadi sudah melahap tiga soal latihan setelah ia menyerahkan seluruh gambar revisi terbaru sekitar pukul 10 siang tadi. Sekarang pukul 2 siang, dua jam lagi pulang yang artinya, dua jam lagi adalah waktu belajar, lelaki itu berharap agar revisian yang diberikan sekarang tidak terlalu banyak dan Pandu harus lembur.

"Ini ada revisi, biar Pak Berno yang menjelaskan, ya. Kalau nanti misal nggak selesai, bisa dilembur, udah tak siapkan surat lemburnya, tapi kalau bisa selesai sekarang ya nggak masalah. Soalnya ini urgent!" jelas kepala divisinya.

Pandu mengangguk paham. Pak Berno–si bapak-bapak berusia 50 tahun dengan jenggot dan rambut beruban segera menjelaskan beberapa perubahan.

Gambar yang baru setelah perubahan berjumlah 20 lembar (dua kali lipat lebih banyak daripada gambar sebelumnya). Di sana telah tertoreh coret-coretan bersama catatan-catatan yang harus Pandu lengkapi nanti dan harus dicetak ulang.

"Oke, Ndu, ini struktur plat lantai betonnya kamu ubah, ini dinaikkan ke atas sama pondasi batu kalinya …."

Briefing-nya berlangsung tidak lama lantaran Pak Berno memang sudah ahlinya dalam menjelaskan–sesuatu yang disukai oleh Pandu daripada orang divisi lapangan lainnya.

"Oke, Pak, siap tak kerjakan, kayanya sore ini selesai."

"Oke!"

Pandu berjalan cepat kembali ke kubikelnya tepat saat notifikasi pesan daring masuk ke ponselnya.

Dari Lea.

Lea: kalau emang nanti lembur gpp, Kak Pandu bisa belajar dari rumah nanti aku bantu.

Pandu tersenyum tipis. Ia pun membalas dengan cepat.

Pandu: nggak, hari ini masih bisa kuusahain selesai, kok. Makasih!

Di ruangan lain, Lea tersenyum membaca pesan balasan dari seniornya yang satu itu. Dalam hati ia mengirimkan kata 'semangat!' untuk Pandu.

*

Mereka yang saling chat dan saling senyum-senyum tapi aku yang baper wkwkwk sedi :")

Dynamic Lea sama Pandu sejauh ini gimana menurut kalian? Aku penasaran, hehe, kalau aku sendiri, aku sendiri puas dan merasa dynamic-nya oke banget! Tapi kalau menurut kalian? Coba inline deh.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro