White is Me, Hydrangea is You.
***
Even if I'm not what you think
Even if you're not what I think
Every time I spend more time
that's what i'll remember with you
Lagu itu sangat bagus. Musiknya sangat enak untuk didengar. Namun liriknya sedikit menyentuh hati dan pikiranku. Lirik aslinya ditulis dalam bahasa Jepang. Dan tentu saja, aku tidak mengerti. Namun kenapa tidak untuk googling saja dalam mencari arti lirik lagu di era digital seperti ini?
Aku sibuk menggulir ponselku ke bawah, mencoba membaca lirik sambil mendengarkan lagunya. Aku menyesap cappuccino-ku, dan sesekali mataku menatap ke arah bunga hydrangea merah muda dan putih yang sedang mekar di halaman belakang rumahku.
Aku memandanginya melalui jendela kamarku dengan perasaan campur aduk, bisa jadi itu perasaan sedih dan bahagia. Tapi mari kita bicara tentang bagian yang membahagiakannya dulu, di mana sudah hampir 14 tahun sejak ku bertemu dengan lelaki tampan di sebelah. Dan hari ini adalah harinya. Jadi, aku menggambar lingkaran di kalenderku berharap hari ini aku bisa bertemu dengannya seperti hari-hari sebelumnya dimana aku memiliki keinginan yang sama tetapi selalu berakhir dengan kehilangan harapan. Tapi tunggu? Apakah itu bagian yang membahagiakan?
Mengingat hari itu, nama lelaki itu adalah Choi Yeonjun. Dia sebenarnya Yeonjun. Salah satu orang terkenal di internet yang pertama kali ku lihat lagi melalui ponsel milikku. Sebenarnya dia adalah seorang penyanyi, penari, rapper yang namanya sedang berada di puncak kejayaannya di seluruh dunia saat ini. Siapa yang tidak mengenalnya saat ini?
"Daniel.." Aku menggumamkan namanya seperti yang biasa ku panggil saat kami berumur 10 tahun. Yeonjun adalah Daniel di masa lalu karena sangat sulit bagiku untuk mengucapkan nama Koreanya pada saat itu.
"Aku merindukanmu, bisakah kita bertemu lagi?" Aku tersenyum melihat foto terbarunya yang ku lihat di internet. Dia sangat tampan dengan rambut hitam. Dia mengingatkanku pada Daniel kecil lucu yang pernah berbagi masa kecilku dengannya.
Kami biasa bermain di halaman belakang rumahku. Ia suka sekali berlari mengelilingi bunga-bunga seperti kupu-kupu yang suka bersosialisasi dengan senyuman manis di wajahnya, sedangkan aku hanya duduk-duduk sambil mengagumi bagaimana wajah tampannya terlihat bermekaran, menyatu dengan bunga-bunga. Tapi, tidak, dia lebih dari itu.
Dia bahkan memberiku hydrangea merah muda disaat aku menanam yang putih. Dan dia memberitahuku bahwa dia mencintaiku, meskipun aku tahu mungkin dia hanya bersungguh-sungguh menyatakannya sebagai teman. Tapi, aku baik-baik saja dengan itu. Ya, aku baik-baik saja, sungguh. Jangan pedulikan aku.
No matter how many times I leave, I'm sure
to be able to meet
i don't think i'll stay here
I'm holding on to just that
"Oh, sial!" Aku bergumam, agak terkesan mengutuk pada lirik berikutnya, dikarenakan setetes air mata yang mulai mengalir di wajahku, saat bagian sedih dari cerita kami yang ku ingat datang, selaras dengan lirik lagu yang diputar saat ini.
Aku mengingat hari dimana saat itu aku tidak menemukan siapa pun di kamarnya melalui jendela kamarku. Aku pun mengintip sembari berasumsi dalam benak, seperti, mungkin dia tidak ada di rumah karena dia sedang bermain dengan temannya yang lain selain aku? Atau mungkin dia sedang bersenang-senang dengan paman, bibi, atau sepupunya di luar? Jadi, aku hanya bisa mengesampingkan semua kekhawatiranku itu pada akhirnya.
Namun kemudian kekhawatiranku malah semakin menguat, ketika dia tidak juga menampakkan diri di sekolah selama hampir seminggu. Dia juga tidak mengirimiku pesan atau balik meneleponku. Sama halnya dengan bibi dan pamannya yang malah ikut menghilang, seolah-olah aku kembali berpikir dalam benak, jadi, dimana dia? Apakah dia baik-baik saja? Apakah segalanya baik-baik saja?
Karena aku sama sekali tidak baik-baik saja. Yeonjun, Daniel, aku membutuhkanmu. Apakah kamu bahkan membutuhkan atau menginginkanku? Aku sangat menyesal tidak pernah mengatakan bahwa aku mencintaimu saat itu. Jadi, maukah kamu kembali? Sungguh menyakitkan mengetahui dirimu yang pergi seperti itu tanpa ada kata perpisahan...
Saat laju air mataku mulai deras, pikiranku berkelebat pada hari dimana aku menemukan alasannya pergi. Seperti sebulan kemudian, aku mencoba mengetuk pintu rumah itu, menanam harapan dimana aku bisa melihat wajahnya di hadapanku tepat di depan pintu itu. Namun sayangnya, itu bukan dia melainkan salah satu anggota keluarganya.
Bibinya menyuruhku masuk karena beliau ingin memberitahuku tentang keberadaannya. Dari sorot matanya, beliau tahu bahwa aku mengkhawatirkannya. Itu sebabnya, beliau langsung memberitahuku bahwa Yeonjun baik-baik saja, yang lantas membuatku merasa lega kemudian. Ya, setidaknya dia baik-baik saja, aku pun akan merasakan hal yang sama.
Beliau kemudian menceritakan kepadaku cerita berikutnya bahwa Yeonjun tidak bisa lagi tinggal di sini karena dia bukan penduduk asli. Jadi, dia mengalami kesulitan untuk menetap dikarenakan kewarganegaraannya, hal-hal semacam itu, yang membuatku menangis layaknya seorang anak kecil yang cengeng.
Tangisanku sepertinya membuat bibinya khawatir. Jadi, beliau memelukku dengan erat dan hangat seolah-olah itu adalah hal terakhirku untuk bertemu dengan mereka semua.
Seiring bertambahnya usia, aku pun mendapati diri ini sibuk dengan pekerjaan rumah, sekolah, dan kuliah. Dan itulah alasan kenapa aku tidak pernah menyapa atau menunjukkan wajahku kepada paman dan bibinya. Tapi tetap saja, rasa cintaku padanya tidak akan pernah pudar.
i like you i like you
I love you
Love like a hydrangea
One by one, everything becomes you
"Ok, stop!" Aku marah pada diriku sendiri dikarenakan kepalaku yang mulai terasa pusing akibat menitikkan air mata dengan begitu derasnya diiringi isak tangis. Aku pun segera mengambil tisu 'tuk sekadar menyeka air mata dan hidungku yang berair.
Aku tidak pernah menyangka bahwa mencintainya akan menyedihkan seperti ini. Aku tidak menyangka dia akan meninggalkanku seperti ini. Dan aku tidak pernah tahu bahwa cintaku padanya semakin kuat dan itu sangat menyiksa.
Kenapa aku harus mencintainya sejak awal? Dan kenapa dia memberitahuku bahwa dia mencintaiku padahal kami bahkan tidak bisa bersama? Ya Tuhan kenapa? Mengapa kamu menghukumku seperti ini? Apakah aku tidak layak mendapatkan kebahagiaan?
"Nona White." Aku mendengar seseorang mengetuk pintuku dari luar kamar, yang lantas aku pun segera berhenti menangis. Lalu aku menyisir rambutku dengan jari, dan jangan pernah lupa juga untuk sekadar melirik bagaimana tampilan wajahku di depan cermin. Oh, well, ku harap wajahku tidak terlalu muram untuk seseorang yang akan kutemui setelah ini.
"Ada tamu yang mencarimu di bawah. Dan aku akan pergi sekarang." Pembantuku memberitahu detailnya sebelum dia akhirnya pergi.
"Oh? Siapa, ya?" Aku bergumam sambil memeriksa ponselku, menggulirkan pesan-pesanku ke bawah sekadar untuk mencari tahu siapa yang mungkin datang untuk berkunjung tepat saat ini. Dan sayang sekali, aku pun tidak dapat menemukan siapa orangnya. Jadi, aku berencana untuk bertemu langsung dengannya daripada hanya diam dan berpikir terlalu keras, menunggu hingga akhirnya otakku pun meledak.
Kakiku kini menyentuh tangga sementara mataku tertuju pada sosok yang kutemukan seperti seorang lelaki dari balik punggungnya. Dia pun tampak mengenakan kardigan berwarna krem yang menurutku familier tetapi aku tidak ingat di mana aku melihatnya. Aku pun melangkah mendekat ke tempat dia duduk dan hendak bertanya padanya.
"Hei, permisi? Siapa kamu? Apa aku mengenalmu?" Aku penasaran hingga aku menemukannya berbalik arah menjadi berhadapan denganku, dan saat itulah aku rupanya mulai terkejut. Mataku melebar, mulutku ternganga. Aku mendapati diriku sangat lucu sesaat dia tersenyum padaku dengan senyumannya yang khas, lebih tepatnya seperti senyuman yang paling kurindukan.
"Heather, apa kabar? Apakah kamu merindukanku?" Dia terus tersenyum padaku seolah dia tidak melakukan kesalahan apa pun, dan tidak tahu betapa sakitnya aku melihat dia terlihat polos seperti itu, seolah-olah masa lalu ketika dia meninggalkanku bukanlah masalah besar.
"TIDAK! Kenapa aku harus merindukanmu?" Tiba-tiba aku menangis dan marah padanya. Dan aku melihat senyumnya memudar, berubah menjadi wajah muram. "Kau meninggalkanku, ingat?" Aku terisak sambil menyeka air mataku dengan tanganku.
"Heather, aku minta maaf.." Dia berjalan mendekat dan ingin memelukku tetapi aku menolak.
"Tidak! Jangan sentuh aku.. seolah-olah kamu akan tinggal.."
Aku pun melihatnya menghela nafas berat, "Baiklah, kalau begitu. Mari kita bicara... Aku tidak akan berusaha mendekatimu."
"Baiklah, katakan apa yang ingin kau katakan." Aku berhenti menangis namun isak tangisku masih terdengar jelas bagi siapa pun yang berada di sekitar.
Dia menghela nafas lagi. "Tidak banyak. Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku merindukanmu.. Itulah sebabnya aku di sini.. Tapi sayang sekali, sepertinya kamu tidak merasakan hal yang sama."
"Ya, aku sangat membencimu. Kau membuatku muak setiap kali aku tidak melihatmu. Setiap hari hidupku tanpamu..." Aku terisak-isak seolah tenggorokanku tercekat sehingga aku tidak tahu bagaimana caranya berbicara lagi.
"Ssst, jangan bicara lagi. Menangis saja.. aku di sini." Tanpa peringatan apapun, ia memelukku dengan pelukan khasnya yang hangat. Dan tanpa perlawanan apa pun, aku membiarkan diriku menangis dalam pelukannya seolah aku menyerah untuk tidak lagi membangun tembok besar padanya agar dia sulit dipanjat. "Maafkan aku, aku tidak pernah bermaksud menyakitimu seperti ini.. Saat itu kondisiku tidak baik.. jadi aku tidak bisa berpikir jernih untuk memberitahumu.."
"Yeonjun, aku sangat mencintaimu. Maafkan aku, aku tidak pernah mengakuinya padamu. Dan jangan pernah tinggalkan aku lagi.. Jadilah hydrangea lamaku.." Untuk pertama kalinya, aku memanggil nama aslinya dengan sangat jelas hingga mampu membuatnya menangis sekaligus tersenyum. Dan aku harap itu pertanda baik seperti dia sedang mengeluarkan air mata kebahagiaan.
"Heather, aku sangat mencintaimu.. Aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu. Tapi jadilah milikku selamanya.. Dan jadilah White lama yang paling aku cintai."
Tanpa banyak bicara, Heather pun segera mencium bibirnya. Yeonjun pun menyambut sentuhan bibirnya dengan hangat dan penuh kerinduan. Untuk sesaat, mereka tidak pernah berpikir bahwa cinta mereka bisa seindah Hydrangea yang mereka sudah tanam satu sama lain.
Cinta Hydrangea ini begitu manis seolah-olah mereka tidak pernah menginginkan cinta semacam ini sebelumnya.
- SELESAI –
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro