06: Saturday with Jihoon
Padahal tadi sebelum pulang sekolah, Jihoon masih bertemu dengan Hana, tapi rasanya Jihoon sudah kangen lagi dengan manusia yang sering ditakuti sama teman-temannya itu. Jihoon kangen mengerjainya juga, melihat reaksi kesal Hana yang kebanyakan membuat orang takut, tapi untuknya malah menggemaskan. Apalagi tinggi Hana berada di bawah Jihoon, jadi seperti melihat anak kecil yang sedang merajuk.
Begitu dia selesai membereskan barangnya, mandi, dan berganti pakaian, Jihoon langsung mengambil hapenya. Untuk apa? Tentu saja untuk menelepon Hana.
"Wae?!" Suara Hana yang ketus saat mengangkat teleponnya, membuat JIhoon tersenyum.
"Noona--"
"Mwo?! Noona?! Kau ini. Jukgoshipnya?!" balas Hana di seberang sana. (Apa?! Noona?!; Mau mati kau?!)
Untuk beberapa orang, itu pasti akan menakuti mereka. Tapi tidak untuk Jihoon. Lelaki itu bukannya takut, dia malah terkekeh. "Eiii. Kita kan sedang dalam fase pendekatan. Masa aku memanggilmu sunbae. Kan aneh. Noona rasanya lebih dekat tau."
"Ttokbaro an hae?! Kkeutneunda," ancam Hana lagi. (Kau mau yang benar tidak?! Matiin nih.)
"Arrasseo arrasseo." Jihoon terkekeh di tengah-tengah menjawab Hana yang sedang geram padanya. "Galak sekali," ledeknya tanpa takut.
Hana mendengus, pura-pura kesal. "Kalau tau aku galak, kenapa kau masih mau dekat-dekat?"
"Tidak bisa dong. Kan aku suka sama kamu."
Tidak perlu melihat secara langsung pun, Jihoon sudah bisa membayangkan wajah Hana yang pasti sedang memutar bola matanya dan mendengus. "Tidak mempan di aku tau. Ada apa telepon?"
"Besok jalan yuk."
"Malas ah."
"Ah... ayolahh."
"Kemana?"
"PC bang?"
"Annyeong higyeseyo," balas Hana begitu mendengar ajakan Jihoon. Padahal lelaki itu hanya iseng saja.
Jihoon kembali terkekeh, "sunbae! Bercanda tau. Kita ke lotte, mau?"
"Hmm.. Boleh deh!"
Jihoon langsung tersenyum girang. "Okelahh! Besok suhu bakal turun banget. Jadi besok please banget pake sarung tangan ya! Nanti kau pasti bilang tangan kau dingin lagi. Aku sih gak mau pinjemin tanganku lagi loh." Sebelumnya saat mereka pulang sekolah bareng, suhu lagi dingin dan Hana tidak membawa sarung tangan, jadi Jihoon memasukkan tangan Hana ke dalam saku jaketnya. Menggenggam tangannya agar lebih hangat.
"Bawel. Aku juga tidak mau memegang tanganmu lagi. Jangan kau paksa memasukkan tanganku ke sakumu lagi ya kalau gitu."
"Hehe, sunbae, aku hanya becanda. Gak bakal gitu deh, aku pasti akan memegang tanganmu erat."
Terdengar dengusan dari seberang telepon, "sudah. Aku mau istirahat dulu."
"Baiklah. Silahkan istirahat!"
"Eo—"
"Sunbae!"
"Apa lagi?"
"Joahaeyo," ujar Jihoon tulus dengan senyum lebar di wajahnya.
Lalu Hana tiba-tiba berteriak dari sana."KKEUTNEO!!" Disusul dengan suara sambungan yang diputuskan.
Jihoon tertawa terbahak-bahak saking senangnya melihat reaksi Hana barusan. Teleponnya benar-benar langsung dimatikan sama Hana.
***
Pagi-pagi sekali,, hm... tidak terlalu pagi sih, tapi yang pasti Jihoon bangun lebih cepat daripada hari libur biasanya untuk bersiap pergi. Dengan kaus yang dipadankan dengan jaket tebal dan celana jeans hitam, dia pamit pada kedua orangtuanya dan pergi menjemput Hana di rumahnya.
Untungnya, rumah Hana tidak terlalu jauh dari rumahnya, hanya perlu naik bus sekitar 10 menit, dan Jihoon sudah sampai di rumah Hana. Setelah menekan bel, tak lama eommanya Hana keluar dengna senyum hangat di wajahnya menyambut Jihoon.
"Jihoon-gun." Eommanya mempersilahkan Jihoon untuk masuk ke dalam rumahnya dan memberikan segelas jus untuk Jihoon.
Jihoon tersenyum menerimanya, "Eomeonim. Maaf karna datang mengganggu pagi-pagi." Dia menyeruput jus itu dan meletakkannya di atas meja.
Mamanya Hana menggelengkan kepalanya dan ikut duduk di ruang tamu itu. "Tidak mengganggu kok. Hananya baru saja keluar dari kamar mandi tadi. Tolong tunggu sebentar ya." Tentu saja Jihoon mengangguk. Tak mungkin juga dia bilang pada Hana atau mamanya Hana untuk cepat-cepat.
Lalu tak lama Hana keluar dari kamarnya, siap untuk pergi. Dia mendapati Jihoon tengah ngobrol dengna mamanya sendiri. Tak urung, senyuman tipis muncul di wajahnya melihat kedekatan Jihoon dengan mamanya. Han Jihoon memang punya pesona sendiri untuk dekat pada orang.
Tapi langsung menghapus senyum itu begitu Jihoon melihat kearahnya dan melambaikan tangan padanya. hana menggelengkan kepalanya dan dengan cepat bergabung berdiri di samping mamanya.
"Hana-ya. Jihoon-gun... Mameui deureo," ledek mamanya sambil berbisik sedikit ke arah Hana yang mencibir dan menggelengkan kepalanya. "Kalian ada hubungan apa hayo? Jihoon belakangan ini suka main ke rumah."
"Tidak ada hubungan apa-apa. Sudah, kami pergi dulu. Eomma, na galge!" pamit Hana buru-buru menghilang dari sana sebelum mamanya berkomentar yang macam-macam lagi.
Jihoon langsung berdiri dan ikut pamit saat melihat Hana sudah berjalan keluar rumah duluan.
Untungnya, bus tidak lama datangnya. Mereka langsung mengambil posisi duduk karna bus lagi sedikit kosong.
Jihoon duduk di bagian luar, membiarkan Hana duduk di bagian dalam, samping jendela. Matanya terpaku pada tangan Hana yang tidak memakai sarung tangan, suhu sedang cukup dingin, mencapai 15 derajat hari ini. Dan lagi-lagi Hana tidak memakai sarung tangan, bahkan jaketnya juga tidak mempunyai saku untuk memasukkan tangannya.
"Noona. Aku sudah bilang padahal untuk memakai sarung tangan. Kau kan tidak bisa yangterlalu dingin," kata Jihoon lembut sambil mengambil tangan Hana, membuat hatiHana berdesir.
Jihoon menatap tangan Hana yang dingin seperti es, alisnya sedikit berkerut seolah tidak rela membiarkan Hana kedinginan. Saat dia menggenggamnya dan meniupnya perlahan, hawa hangat mulai menyelimuti bukan hanya kulit Hana, tetapi juga hatinya. Jihoon tidak melepaskan tangannya, seakan-akan ingin melindungi Hana dari dinginnya dunia di luar sana.
"Lihat ini. Tanganmu jadi dingin sekali." Jihoon menampilkan wajah sedikit kecewa pada Hana yang tidak menurutinya, tapitangan Hana tidak dilepasnya, bahkan Jihoon membawa masuk tangan Hana ke dalam saku jaketnya sendiri, agar lebih hangat.
Hana juga tidak menolak. "Kau bawel sekali."
"Noona. Kau tidak sadar kalau aku memanggilmu noona, kan?"
"Aku sudah lelah memarahimu. Jadi terserah kau mau memanggilku apa."
Jihoontersenyum meledek, "apa saja?" Hana mengangguk asal. "kalau begitu, jagi?"
Lagi. Wajah Hana menghangat lagi. Astaga, Han Jihoon ini benar-benar. "Han Jihoon. Jangan ngelunjak ya," kata Hana sambil hendak mengambil tangannya dari saku Jihoon. Tapi dengan lembut Jihoon semakin mengeratkan tangannya untuk memegang tangan Hana yang ada di dalam saku jaketnya.
Jihoon perlahan mendekat, mencondongkan tubuhnya hingga wajah mereka hanya terpisah beberapa sentimeter. Nafas hangat Jihoon menyentuh pipi Hana, membuatnya merasakan jantungnya berdetak tak karuan. Jihoon berbisik, suaranya rendah dan penuh godaan, "Kau bilang boleh apa saja." Hana menelan ludah, mencoba menenangkan debaran di dadanya, tapi gagal total.
Hanaburu-buru berdeham, mendorong kening Jihoon menjauh darinya dan dia langsungmembuang wajahnya ke luar jendela.
***
Sebelum mereka bermain, Jihoon memaksa Hana untuk memakai bando telinga hewan yang pasangan, dan tidak lupa juga untuk photobox, menambah foto kenangan mereka berdua.
Lotte World dipenuhi lampu warna-warni yang menghiasi setiap sudut. Anak-anak berlarian dengan tawa riang, pasangan-pasangan terlihat asyik berfoto, dan aroma manis somsatang bercampur dengan bau popcorn memenuhi udara. Hana dan Jihoon mencoba wahana roller coaster, di mana Hana berteriak kencang sementara Jihoon justru tertawa, menikmati ekspresi ketakutan Hana.
Selama berjalan, Jihoon sama sekali tidak melepaskan tangan Hana, seperti takut jika Hana hilang dari sampingnya. Ada tadi Hana sedang makan corndog, lalu ada yang menabrak bahu Hana tak sengaja, Jihoon langsung dengan sergap menangkap tubuh Hana dari samping, saking dekatnya hingga Hana bisa mencium wangi parfum Jihoon.
Jika diminta jujur, Hana tidak bisa menolak jika Jihoon menembaknya sekarang juga. Perlakuan Jihoon padanya terlalu membuatnya jatuh dalam pesona Jihoon. Tak heran jika Jihoon juga banyak penggemar perempuan di angkatannya.
Hingga akhir haripun, Jihoon tidak melepaskan tangan Hana. Sesekali Jihoon tersenyum padanya dan itu membuat perasaan Hana kembali jatuh lebih dalam terhadap lelaki itu.
Langit mulai menggelap, lampu-lampu jalan mulai menyala, memberikan cahaya hangat di tengah udara dingin malam itu. Di depan rumah Hana, Jihoon berhenti, membiarkan mereka berdiri dalam keheningan sejenak. "Hari ini menyenangkan," ujar Jihoon sambil tersenyum, matanya memandang Hana dengan lembut. Hana mengangguk pelan, tak mampu menatap matanya terlalu lama karena takut wajahnya memerah.
TanganJihoon masih enggan melepaskan tangan Hana, bahkan saat mereka sudah di depanrumah Hana. "Kau tidak mau melepaskan tanganku?"
Dengan sangat jujur, Jihoon menggelengkan kepalanya, "sejujurnya..tidak. Sepertinya ada lem diantara tangan kita."
Hana menghempaskan pelan tangan mereka berharap genggaman itu lepas, tapi ternyata tidak lepas. Sebagian hatinya tersenyum seakan dengan tangan yang terpaut ini, berharap genggaman itu tidak lepas. Tapi namanya juga Hana, yang dikatakan malah berbeda. "Janganbercanda. Sudah, lepaskan. Kau juga harus pulang. Terima kasih untuk hari ini."
Jihoon tersenyum, tapi tak menjawab apa-apa. Hening, tangannya masih tidak melepaskan tangan perempuan itu. "Noona. Bolehkah aku memelukmu sekarang?"
Jantung Hana hampir lepas dari tempatnya. Pertanyaan tiba-tiba itu sangat mengejutkannya sampai dia hanya bisa diam selama beberapa detik. Hanya menatap Jihoon saja yang juga menatap dirinya dalam dengan senyum. Lalu.. dengan sangat pelan, Hana mengangguk sambil tersenyum malu. Hah... dia benar-benar tidak bisa menutupi senyumnya kali ini. Entah setan apa yang sedang ada dalam dirinya sekarnag sampai menganggukkan kepalanya.
Jihoon tersenyum lebar, tangannya menarik pelan tangan Hana dan tubuhnya, masuk ke dalam pelukannya. Satu tangannya terangkat untuk menekan kepala Hana agar lebih tenggelam didadanya dan mengelusnya pelan. Hana secara sangat sadar, juga membalas pelukan itu, membuat Jihoon semakin mengeratkan pelukan mereka. Suhu dingin seakan tidak berlaku diantara mereka. Tiba-tiba semua terasa hangat.
"Noona. Aku benar-benar menyukaimu," bisik Jihoon sangat tulus. Tanpa melihat wajah Jihoon pun, Hana sudah tau dari nada bicara Jihoon. "Narang.. sagwillae? Aku tidak akan memintamu untuk menjawab buru-buru. Aku akan memberikanmu waktu. Jadi tenang saja dan pikirkan saja." Jihoon melepaskan pelukannya dan menangkup wajah kecil Hana dengan kedua tangannya. Mempermudah Jihoon untuk meneliti wajah Hana dengan leluasa. Kedua pipi Hana memanas, Jihoon dapat merasakan itu dan membuat Jihoon jadi tersenyum.
Hana menggeleng, "aku akan menjawabnya sekarang."
"Yakin?"
Hana mengangguk. "Aku.."
[TBC]
-----------
30 November 2024
akhirnyaaaa part Jihoon keluar juga ehehehehe sejujurnya salah satu part member yang paling aku suka itu Jihoon, karna nulisnya seru aja wkwkkw dia tipe yang selalu gas terus tapi gak bikin orang risih gitu loh. kalo yang lain kan ada aja yang pemalu gitu kwkwkw klo kisahnya Jihoon itu aku buatnya dua-duanya bener-bener cool dan blak-blakan kwkwkwk
okelah, selamat membaca ges! jangan lupa buat vote cerita dan vote TWS juga ya! Streaming juga jangan lupa!!! sampai ketemu di chapter selanjutnyaaa
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro