09: Saturday with Dohoon
Dohoon bersiap dengan semangat pagi ini. Acara kumpul-kumpul bersama teman-teman klub basket menghidupkan kembali memori manis masa lalu. Daftar peserta sudah dibacanya dengan teliti, dan nama Soyeon ada di sana. Senyum kecil muncul di wajahnya saat membayangkan gadis itu hadir. Tanpa membuang waktu, Dohoon memilih pakaian terbaiknya dan segera berangkat ke tempat pertemuan.
Setibanya di sana, beberapa teman lama sudah berkumpul. Dohoon bergabung dalam percakapan, bercanda dengan anak-anak yang dulunya satu tim dengannya. Tapi, setelah satu jam berlalu, Soyeon belum juga muncul.
"Hei, kau lihat Soyeon noona?" tanya Dohoon pada salah satu temannya.
"Engga. Aku juga heran kenapa dia belum datang. Biasanya dia tepat waktu," jawab temannya sambil mengangkat bahu.
Dohoon mulai khawatir. Dia melangkah keluar, mencari tempat yang lebih sepi, lalu mengambil ponselnya dan menelepon Soyeon.
"Noona, kau di mana? Sudah jalan kah?"
Di ujung sana, suara Soyeon terdengar lesu. "Aku gak jadi datang."
"Hah? Gak jadi datang?" Suara kecewa terdengar jelas dari nada Dohoon. "Yah... Padahal aku sudah sampai dari tadi."
"Mian..." jawab Soyeon singkat.
Dohoon terdiam sejenak, kemudian membalas sebenarnya sedikit bercanda untuk mengerjainya juga sih. "Kau tidak nyaman karena ada anak-anak lain kah? Hm... Mau bertemu berdua saja?"
"Hah? Tidak. Aku memang tidak bisa datang. Uhuk, uhuk."
Suara batuk Soyeon membuat Dohoon langsung sadar. "Kau sedang sakit? Sudah minum obat kah?"
Soyeon terbatuk lagi, kali ini terdengar lebih parah. Sebelum dia sempat menjawab, Dohoon sudah memotong. "Ah, sudah tidak perlu jawab. Aku minta alamatmu saja pada Shinyu hyung. Aku bawakan obat ke sana. Sampai nanti."
Dohoon segera memutuskan panggilan dan dengan sigap meminta alamat Soyeon dari Shinyu, yang awalnya kebingungan tapi akhirnya memberikan alamat setelah Dohoon menjelaskan alasannya. Tanpa berpikir dua kali, Dohoon pergi ke apotek, membeli beberapa obat, dan naik taksi menuju rumah Soyeon.
Sesampainya di sana, Dohoon menekan bel dengan sedikit terburu-buru. Tak lama, pintu terbuka, menampilkan Soyeon yang pucat dengan rambut panjangnya dikuncir seadanya. Walau terlihat lelah, Soyeon tetap memaksakan senyum.
"Untuk apa kau ke sini?" tanyanya pelan.
"Bolehkah aku masuk? Di luar dingin. Kau juga harus duduk," ujar Dohoon sopan, menunjukkan kantung obat yang ia bawa.
Soyeon berjalan mundur, memberi ruang bagi Dohoon untuk masuk. Rumahnya minimalis, satu lantai, tapi luas dan tertata rapi. Udara hangat di dalam rumah terasa kontras dengan dinginnya udara di luar.
"Duduklah," kata Soyeon sambil berusaha menuju dapur. "Aku ambilkan minum."
"Eh, Noona. Tidak perlu. Aku tidak butuh minum. Nanti aku bisa ambil sendiri." Dohoon segera menghentikan langkah Soyeon dan memaksanya untuk duduk. Ia menyerahkan kantung obat. "Ini obat-obatan yang direkomendasikan apoteker. Aku tidak tahu mana yang paling bagus, jadi aku beli semuanya."
Soyeon tersenyum lesu. "Terima kasih. Repot-repot sekali."
"Tidak repot kok. Kau sendirian di sini kah?"
Soyeon mengangguk. "Eomma sedang dinas ke luar negeri. Jadi aku hanya mengandalkan diriku sendiri."
Dohoon menghela napas. "Aku akan menemanimu hari ini. Nanti aku minta izin pada orangtuaku untuk pulang sedikit telat."
"Ehh, tidak perlu! Aku bisa sendiri kok!"
Dohoon menggeleng tegas. "Tidak. Nurut saja sudah." Ia menepuk tangannya sekali, membuat Soyeon sedikit kaget. "Kau sudah makan? Aku bisa memasakkan sesuatu kalau belum."
"Aku sudah makan. Setiap hari ada bibi yang datang untuk memasak dan membereskan rumah."
"Hm, baiklah kalau begitu. Kau tiduran saja dulu. Aku ambilkan air untuk minum obat."
Soyeon menurut. Dohoon bergerak cepat, mengambil segelas air hangat. Ia menyerahkannya pada Soyeon, lalu membuka bungkus obat untuknya. Saat Soyeon meminum obatnya, Dohoon tiba-tiba menyentuh keningnya.
"Kau tidak panas, tapi sedikit hangat," gumamnya. Ia membantu Soyeon berbaring di sofa dan melepaskan jaketnya untuk menyelimuti gadis itu. "Tidurlah dulu. Aku akan menjagamu di sini."
"Maaf, aku jadi merepotkanmu," kata Soyeon pelan.
Dohoon menggeleng. Ia mengelus kepala Soyeon dengan lembut sambil tersenyum. "Tidak merepotkan. Jadi, lebih baik kau tidur sekarang. Atau aku bawa kau ke rumah sakit?"
Dengan cepat, Soyeon menggeleng. "Tidak mau."
"Kenapa? Kau takut disuntik ya?" goda Dohoon.
"Tidak ya. Aku..." Soyeon kehilangan kata-kata. Akhirnya, ia mengaku dengan malu-malu. "Baiklah. Kau benar. Aku memang takut dengan jarum."
Dohoon tertawa kecil. "Dasar penakut. Tapi tenang saja, aku tidak akan meledekmu. Sudah, kau istirahat saja."
Soyeon mengangguk pelan, matanya mulai terasa berat. Sementara itu, Dohoon duduk di kursi sebelahnya, memastikan Soyeon tertidur dengan nyaman. Hatinya terasa hangat melihat gadis itu mulai terlelap, meski wajahnya masih terlihat sedikit pucat.
[TBC]
-----------
11 Desember 2024
Dohoon cocok gak sih ditulis kayak begini?? wkwkkwkwk Kim Dohoon yang di pikiran aku itu kayak gini soalnyaa:)))
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro