🍂| two wife :: XXVIII
Rasanya ... Sangat aneh.
Semenjak mereka telah resmi terikat sebagai sepasang suami istri, pun keduanya juga telah mendaftarkan pernikahan mereka seminggu yang lalu tapi entah kenapa, sejak itu pula Dahyun seperti tidak mengenal dirinya sendiri.
Mungkin pengaruh hormon ibu hamil. Ia jadi gampang lemas, stress dan tidak bisa berpikir jernih. Perkataan wanita—entah hantu—sialan itu selalu menghantuinya, sama seperti perkataan wanita tua itu dulu.
Dalam sekejap, Dahyun seperti kembali pada sosoknya yang dulu. Yang bergantung pada orang lain—kala itu Jimin, tapi sekarang Jungkook—hingga ia hanya merasa lebih baik saat lelaki itu ada, namun disatu sisi juga takut kalau lelaki itu akan meninggalkannya jika anak ini benar-benar tidak akan selamat.
Ya, jika dipikir, bisa saja mereka merelakan bayi ini dan membuatnya yang baru, tapi tidak ada yang menjamin kalau ia bisa hamil lagi. Bahkan mungkin sebelum itu terjadi, Wonwoo sudah lebih dulu memiliki anak dan membuat perjuangan mereka selama ini jadi sia-sia.
Meniup cokelat panasnya hingga uapnya terlihat mengapung di udara. Dahyun jadi kembali berpikir, mengenai alasannya dulu, kenapa ia ingin kembali masuk kedalam kehidupan Jungkook, bahkan sampai merelakan Jimin yang selama ini menemaninya itu pergi hingga sampai dititik saat ini. Apa yang ia rencanakan? Apa yang ia cari selama ini hingga nekat menghancurkan kehidupan rumah tangga orang lain demi kebahagiaannya semata.
Tunggu, apa ia saat ini bahagia?
Kembali memijat keningnya pelan seraya menghela napas panjang. Jungkook sudah mulai bekerja sejak tiga hari yang lalu, perusahaannya juga untuk sementara diambil alih oleh lelaki itu. Saat ini Dahyun benar-benar kacau hingga tidak bisa memikirkan apapun lagi selain nasibnya.
"Sejak awal, eomma tahu kalau hanya kau yang pantas untuk bersanding dengan Jungkook. Syukurlah, kau masih mau kembali tapi ... Kau tahu kan kalau anak dalam kandunganmu itu sangat penting bagi Jungkook? Kau wanita pintar, pasti kau tahu maksud perkataanku."
Itu perkataan ibu Jungkook saat mereka berkunjung ke rumahnya sebelum mereka mendaftarkan pernikahan. Well, mungkin karena harga dirinya juga, jadi wanita paruh baya itu benar-benar menekannya supaya menjaga kesehatan agar ia bisa melahirkan dengan selamat. Jelas, ia tidak mau jika warisan itu malah jatuh ke tangan Wonwoo, yang notabenenya bukan anaknya.
"Anak ini ... Bagaimana pun caranya, harus lahir dengan selamat."
"Aiisshh, persetan dengan perkataan wanita itu, aku tidak akan peduli. Dia bukan Tuhan, aku tidak boleh takut."
Sebuah tendangan kembali ia rasakan dalam perutnya. Dahyun mengelus perutnya yg sudah semakin besar itu dengan lembut.
"Mianhe ... Seharusnya kau punya ibu yang lebih baik dariku."
Pukul sembilan malam, Jungkook masih berada di ruang kerjanya. Pekerjaannya begitu menumpuk, ditambah ia juga harus mengontrol perusahaan milik Dahyun, jadi pekerjaannya bertambah dua kali lipat.
Seseorang masuk ke dalam ruangannya, Jungkook memijat keningnya seraya menghela napas. Dia paling tidak suka diganggu saat sedang bekerja. "Siapa yang memperbolehkanmu masuk? Bukankah sudah kubilang kalau aku tidak—"
"Eoreunmanieyo, Jeon Jungkook."
Jungkook mendongak, mendapati seorang lelaki bertubuh jangkung yang tidak lain adalah Jeon Wonwoo.
Jungkook kembali melanjutkan pekerjaannya, mengabaikan presensi Wonwoo. "Mau apa kau kemari? Aku sedang sibuk, tidak bisa diganggu. Sebaiknya kau kembali kemari besok saj—"
"Kudengar kau sudah menikah lagi?"
Pergerakan tangan Jungkook terhenti, maniknya menatap nyalang Wonwoo. "Darimana kau tahu?" Soal pernikahan itu, Jungkook memang belum mempublikasikannya, hanya orangtuanya yang tahu.
"Oh, jadi itu benar?" Wonwoo tergelak. "Rupanya kau benar-benar menikahi selingkuhanmu itu ya, siapa namanya? Ah ... Iya, Kim Dahyun. Dia juga sedang mengandung anakmu, kan?"
Tangan Jungkook mengepal erat sementara rahangnya mengeras, menahan amarah. "Itu bukan urusanmu, sekarang kau pergilah, aku sedang sibuk."
"Bukankah bagus jika semua orang tahu soal ini? Kenapa kau menyembunyikannya?"
"Kubilang, itu bukan urusanmu."
"Ah, apa kau takut ada yang menyerangmu?"
"Jeon Wonwoo!" Bentak Jungkook dengan obsidian menatap nyalang. Tangannya mengepal hingga uratnya terlihat. Rahangnya mengeras. "Jika tidak ada yang ingin kau katakan, sebaiknya kau pergi sekarang juga. Kalau tidak aku akan—"
"Tentu saja ada. Kau pikir aku tidak memiliki pekerjaan?" Wonwoo balas menarik smirknya. "Istriku sekarang juga sedang hamil. Aku hanya ingin memberitahumu soal kabar gembira ini."
"M-mwo?"
"Ya, kenapa kau terlihat panik begitu? Bukankah sudah pasti kalau adik ipar yang melahirkan duluan?"
"Dahyun bukan adik iparmu dan kau juga bukan kakakku."
"Ayolah, bukankah kita juga keluarga?"
"Dalam mimpimu." Jungkook kembali berkutat pada berkasnya. Kembali mengabaikan Wonwoo walaupun pikirannya saat ini kacau. "Pergilah, aku masih sibuk."
"Baiklah, selamat lembur. Salam pada istrimu itu ya, semoga persalinannya nanti lancar supaya kau bisa menikmati warisannya."
Jungkook menatap Wonwoo nyalang.
"Well, maksudku, supaya kalian bahagia," ralatnya, sama sekali tidak terlihat tulus sekalipun maniknya menyipit karna sunggingan lebar bibirnya.
Begitu Wonwoo keluar dan meninggalkan ruangannya. Sebuah tinjuan keras menghantam meja. Kepala Jungkook mendongak, bersandar pada kursinya dengan manik memejam menahan kekesalan.
"Sialan, seharusnya aku merobek bibirnya sebelum ia pergi."
Ponselnya bergetar. Jungkook melirik layar ponselnya yang menyala, menampilkan potret Dahyun dan pesan dari wanita itu.
My Wife: kau lembur lagi?
"Ya, sepertinya."
My Wife: pulanglah. Kerjakan disini saja.
Jungkook tersenyum tipis, kembali mengetikan balasan, "Wae?"
My Wife: pulang saja ...
"Iya kenapa? Kenapa aku harus menurutimu?"
My Wife: yasudah kalau tidak mau😾
Jungkook panik, niatnya menggoda Dahyun supaya wanita itu berkata manis untuk membujuknya, tapi malah berujung marah dan salah paham. Lelaki itu mau menelpon, tapi Dahyun lebih dulu menelponnya.
"Sayang, maafkan aku. Aku tidak bermaksud—"
"Bogoshipo."
Jungkook terdiam saat mendengar kalimat itu terucap dari bibir Dahyun. Jelas, ini momen langka yang sangat ditunggu olehnya, tapi ia tidak mengira kalau wanita itu akan mengatakannya sekarang. Ia jadi ingin mendengarnya lagi. "Ya? Kau bilang apa barusan?"
Terdengar helaan napas dari sebrang telpon. Kali ini Jungkook menyiapkan dirinya untuk mendengar kalimat itu lagi.
"Bogoshipo, cepat pulang."
Jungkook sudah tak kuasa menahan senyumnya lagi. Rasa lelah dan marahnya karna kedatangan Wonwoo barusan langsung lenyap begitu saja.
"Okey, tunggu aku ya."
"Eum, aku menunggu."
Begitu panggilan itu berakhir, Jungkook langsung buru-buru membenahi pekerjaannya. Tidak ada waktu untuk membereskan berkas, ia segera meminta semua file berkas yg belum sempat ia kerjakan itu untuk dikirim ke emailnya lewat sang sekretaris.
Menyampirkan jasnya di bahu, lelaki itu sampai memutar-mutar kunci mobil di tangannya. Entah kenapa, hal sesederhana itu bisa membuat dirinya sebahagia ini.
"Tunggu aku pulang, istriku."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro