🍂| two wife :: XIV
Play: singularity - v
Warning: mature content-!
Dahyun mengamati ruangan Jungkook yang cukup luas itu sembari melipat kedua tangan di dada. Manik legamnya, menyusuri tiap titik ruangan itu seolah tidak ingin melewatkan sedikit pun celah. Ada beberapa pintu menuju ruangan lain—ruangan yang lebih pribadi, berisi ranjang dan lemari untuk menyimpan beberapa pakaian ganti. Well, ruangannya dengan Jungkook tidak jauh berbeda kecuali luas dan interiornya yang jelas lebih bagus dan berkelas miliknya ketimbang milik Jungkook yang terlihat lebih simpel namun elegan.
Jungkook melonggarkan dasinya selagi atensinya terfokus memeriksa beberapa dokumen yang harus segera ia tanda tangani. “Aku harus menyelesaikan ini dulu. Kalau kau bosan, kau bisa melihat-lihat ruanganku sepuasmu, anggap ruanganmu sendiri.”
Dahyun berjalan ke sisi lain, tangannya mendorong pintu ruangan pribadi itu lantas berdecak kagum saat melihat ranjang king size di dalamnya, ia tidak mengharapkan kalau ranjang itu secantik ini. “Kau sering tidur di sini?” tanyanya santai.
Jungkook melirik Dahyun sekilas sebelum kembali berkutat pada dokumennya. “Ya, akhir-akhir ini aku selalu menginap di sini.”
“Tidak pulang? Kau masih bertengkar dengan Tzuyu?”
Jungkook menghentikan bacaannya, lantas melihat Dahyun yang tengah melihat beberapa potret dirinya dan Tzuyu yang di pajang di beberapa titik. “Darimana kau tahu?”
Dahyun mengambil buku tahunan perusahaan Jungkook yang paling baru, lalu melihat-lihat isinya. “Kita bertetangga, lupa?”
Jungkook menghela napas. Mengingat Tzuyu hanya membuat kepalanya jadi semakin pening. “Berhenti membahas soal itu. aku harus menyelesaikan ini dulu supaya kita bisa—“
“Bisa apa? Berduaan? Kau—tidak berpikir kita akan ‘melakukannya’ di sini, kan?” terang Dahyun kelewat frontal membuat Jungkook langsung terbatuk saking kagetnya.
“Ya! Apa dipikiranmu isinya hanya tentang hal ‘itu’ saja?”
“Ani. Aku hanya penasaran saja.” Dahyun kembali menyimpan buku itu lantas berjalan menghampiri meja Jungkook. “Oh ya, sebaiknya malam ini kita tidak melakukannya. Emm … mungkin kau harus menunggu sekitar satu atau dua minggu lagi—karena saat itu adalah masa suburku. Tapi kalau kau tetap ingin melakukannya malam ini juga tidak apa-apa, anggap saja sebagai pemanasan.”
Tanpa sadar, Jungkook meremas dokumen di tangannya cukup kuat. Ia memejamkan matanya, menahan segala godaan akibat perkataan Dahyun barusan, telinganya bahkan sudah memerah hanya dengan membayangkan Dahyun ada di bawah kungkungannya dan mendesahkan namanya—astaga, Jung, pikiranmu benar-benar kotor.
“Berhenti membicarakan yang tidak-tidak. Kau benar-benar membuatku tidak bisa fokus Kim Dahyun.”
Dahyun tersenyum, alih-alih menjauh, ia malah semakin nekat mendekati Jungkook. Wanita itu melirik dokumen yang tengah di baca oleh Jungkook, sedikit menundukan tubuhnya hingga Jungkook harus menelan ludah payah karena posisi Dahyun yang terlalu dekat. “Eoh? Ini proposal proyek kerja sama itu? kau akan menandatanganinya?” tanya Dahyun, wanita itu menoleh membuat jarak wajah mereka saat ini hanya sejengkal.
“Ah, geurese … aku masih memikirkannya,” terang Jungkook seraya terus memandang wajahnya.
*ah, entahlah ...
Dahyun langsung menegakkan tubuhnya seraya mengalihkan pandangan. Tiba-tiba saja ia merasa gugup tapi ia langsung menyadarkan dirinya—sadarlah, kau tidak boleh jatuh lagi pada pesonanya. “Kenapa harus dipikirkan? Proyek itu bagus. Perusahaanku telah menyetujuinya sejak seminggu yang lalu.”
“Benarkah?”
“Iya.” Dahyun kembali menatap Jungkook yang juga tengah menatapnya. “Itu proyek yang sangat bagus. Apalagi menyatukan beberapa perusahaan yang tengah melonjak pesat, keuntungan yang didapat pasti akan sangat besar jika proyek itu berhasil. Dan yang terpenting …,” Dahyun melangkahkan kakinya sesaat, lalu kembali menunduk, mensejajarkan wajahnya dengan Jungkook yang tengah duduk. “Kita jadi punya waktu bersama lebih banyak jika kau juga ikut bergabung.”
Tanpa sadar, Jungkook memandang Dahyun dalam. Bibir merah merekah itu seolah menggodanya untuk dicicipi. Sebelah tangannya terulur untuk memegang tengkuk Dahyun, “Aku berubah pikiran,” ujarnya.
“Soal apa?” Dahyun tak berniat menjauhkan wajahnya, justru ia malah semakin mendekat hingga hidung mereka hampir bersentuhan.
“Malam ini.” Jungkook mengusap bibir bawah Dahyun dengan jempolnya lembut. “Kau … tidak keberatan kan jika menginap di sini?”
Dahyun tersenyum lebar, lalu mengecup bibir Jungkook cepat. “Tentu. Aku milikmu malam ini.”
Tzuyu menatap rinai hujan yang mengenai jendelanya seraya menghela napas. Sekarang sudah jam sepuluh malam dan ia masih terjebak di butiknya. Beberapa jam sebelumnya, Taehyung sudah menawarkan diri untuk mengantarnya pulang, tapi Tzuyu menolaknya. Wanita itu takut, saat ia pulang lagi-lagi hanya ada kekosongan semata karena Jungkook tidak ada di sana.
Bodohnya, Tzuyu sempat berpikir kalau Jungkook akan menjemputnya hari ini, tapi sampai sekarang, lelaki yang diharapkannya itu tidak kunjung datang. Lagi-lagi, Tzuyu harus menelan pahitnya kekecewaan. Sampai kapan hubungannya dan Jungkook akan seperti ini?
Untuk sesaat, ia terlarut dalam lamunannya. Tzuyu kembali mengingat saat-saat dulu, ketika Jungkook selalu memperlakukannya dengan istimewa. Dalam bayangannya, ia melihat mobil Jungkook yang menepi di depan butiknya. Lelaki itu kemudian keluar dan segera menghampirinya yang sudah menunggu di luar. “Ahh mian, aku terlambat menjemputmu.”
Lelaki itu langsung mendekapnya dengan erat seraya mengecup pucuk rambutnya berulang kali, “Kau marah, hm? Sudah berapa lama kau menungguku?”
“Setengah jam,” ujarnya. Membuat Jungkook segera mengurai pelukannya lalu menangkup kedua pipinya. “Jinjja? Padahal kau bisa menungguku di dalam saja supaya tidak dingin.”
Lelaki itu kemudian merangkulnya, seraya mulai berjalan bersisian menuju mobil. “Malam ini kita makan di luar saja ya? Anggap itu sebagai permintaan maafku. Atau … kau mau dimanjakan di atas ranjang kita?” Bisik Jungkook genit, membuatnya langsung memukul perut Jungkook. “Itu sih keinginan oppa!”
Jungkook tergelak, lalu menghujaninya kecupan gemas di pipi.
Tzuyu tersenyum miris, mengingat masa lalu malah membuatnya semakin merasa sesak. Wanita itu kemudian bangkit dari duduknya, lantas mematikan lampu di ruangannya. Ia memutuskan untuk segera pulang dan beristirahat saja, siapa tahu Jungkook sudah pulang.
Langkahnya terhenti saat sinar lampu mobil menerpa pijakannya. Hujan masih turun dengan deras saat seseorang yang mengendarai mobil itu turun dan berjalan menghampiri Tzuyu. Kedua sudut bibirnya otomatis terangkat naik hingga melihatkan lesung pipinya yang cantik, namun ketika lelaki itu menampakan wajahnya, senyum Tzuyu tanpa sadar langsung luntur. Rupanya, lelaki itu bukan Jungkook yang ditunggunya, melainkan Kim Taehyung.
“Kau masih di sini?” tanyanya. Tanpa dijelaskan pun, raut wajahnya sudah terlihat sangat khawatir.
“Ah … ya. Kenapa kau datang kemari lagi? Ada barang yang ketinggalan?”
Taehyung menggeleng, “Ani, aku hanya kebetulan lewat saja dan melihat lampu butikmu masih menyala.” Lelaki itu memperhatikan sekitar seolah tengah mencari keberadaan seseorang yang seharusnya bersama Tzuyu. “Suamimu mana? Dia tidak menjemputmu?”
“Ahh … tidak.” Tzuyu tersenyum kecut. “Belakangan ini ia sangat sibuk di kantornya.”
Taehyung mengangguk-ngangguk saja, ia ingin kembali bertanya tapi melihat raut wajah Tzuyu yang terlihat murung membuatnya mengurungkan niatnya itu. Ia berdeham untuk menghilangkan kecanggungan yang tiba-tiba saja mengungkung mereka. “Emm … ini sudah malam. Kalau kau mau, aku bisa mengantarmu pulang.”
Tzuyu menimbang sesaat, namun Taehyung kembali menyahut. “Semakin kau berpikir, maka harga diriku semakin hilang. Ayolah, apa aku akan ditolak untuk yang kedua kalinya?”
Mendengar itu, Tzuyu langsung tersenyum geli membuat Taehyung juga tidak bisa menahan senyum lebarnya. Lelaki itu kemudian mengeluarkan payung di balik tubuhnya, lalu membukanya. “Ayo, tanganku pegal,” ujarnya lagi.
Taehyung tersenyum saat Tzuyu mulai melangkah mendekat hingga berada di bawah payung yang sama dengannya. Tak lama, keduanya mulai berjalan dan masuk ke dalam mobil hitam milik Taehyung.
Entah sejak kapan, ruangan pribadi milik Jungkook itu penuh dengan suara decapan lidah dan helaan napas. Keduanya telah bergelung dalam selimut yang sama dengan tubuh yang polos. Sekuat apapun Jungkook menahan godaan, ia tetaplah seorang lelaki dewasa. Apalagi ia sudah cukup lama tidak melakukannya bersama Tzuyu. Riuh suara hujan di luar sana semakin membutakannya dari realita—kalau ia telah memiliki istri dan apa yang ia lakukan saat ini jelas lah hal yang sangat terlarang.
Dahyun mendongak, memberikan lelaki itu akses untuk mengecup dan menyesap lehernya. Wanita itu bahkan membiarkan saja saat lelaki itu memberikannya banyak tanda kepemilikan di leher, padahal, ia biasanya selalu menolak saat Jimin ingin melakukan itu. Wanita itu melenguh saat tangan Jungkook mulai mengerayangi tubuhnya dan bermain dengan buah dadanya.
Jungkook menjauhkan wajahnya, menatap Dahyun yang berada di bawah kungkungannya dengan napasnya yang terengah. Mahakaryanya telah tercetak jelas di leher putih Dahyun dan ia kembali mencium bibir merah Dahyun yang telah membengkak itu dengan dalam. Menyesapnya cukup kuat sebelum melesakan lidahnya ke dalam mulut Dahyun. saling berbagi saliva yang membuat suhu di ruangan itu semkain memanas.
Dahyun melenguh tertahan saat tangan Jungkook bergerak semakin ke bawah dan mulai memainkan daerah kewanitaannya dengan lembut. “Ahh—asshh—“
Jungkook beralih mengecupi telinga Dahyun. “Apa kau sering melakukan ini dengan Jimin?” bisiknya lirih tepat di telinga Dahyun, membuat wanita itu menggelinjang geli. “Ani, kami melakukannya saat ingin saja.”
Jungkook menatap wajah Dahyun dengan lamat, “Jadi—Jimin yang pertama untukmu?”
Dahyun membuka maniknya yang sempat terpejam, lalu menangkup kedua pipi Jungkook yang ada di atasnya itu seraya mengulas senyum miring yang terlihat begitu memikat di mata Jungkook. “Ani, bukan Jimin.”
“Lalu siapa?”
“Kau lupa?” Jungkook mengernyit lalu tiba-tiba saja Dahyun mengalungkan kedua tangannya ke leher Jungkook, membuat posisi mereka lebih dekat saat ini hingga bagian tubuh mereka saling bersentuhan dengan intim. “Tahun lalu … di club yang selalu kau datangi. Kita … pernah melakukannya.”
Jungkook mematung, maniknya membola, seolah ditampar oleh kenyataan yang baru ia ketahui. Sementara Dahyun menatapnya tanpa ekspresi. “Kau yang pertama. Jadi—bukan Jimin yang merusakku. Tapi kau, Jeon Jungkook.”
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro