Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. Strategi

Awalnya Messy bilang aku gila. Rencana untuk membuat Randu benar-benar jatuh cinta hanya untuk meninggalkan dia itu super gila. Nggak seharusnya aku melakukan hal sejahat itu. Kata Messy, hal-hal yang diawali niat nggak baik bakal berakhir buruk juga. Aku akan mendengarkan nasihat itu kalau saja bukan Messy yang mengatakannya. Ya bagaimana ya? Hidup Messy sendiri penuh dengan hal-hal buruk, bagaimana aku harus memercayainya?

Tapi karena tekadku cukup kuat dan sepertinya nggak bakal tergoyahkan, Messy menyerah dengan mudah. Malah akhirnya dia jadi mendukung misiku. Dia bersedia membantuku mengatur strategi dengan memproklamirkan dirinya sendiri sebagai orang yang-lebih-paham-soal-cowok ketimbang aku. Ya, sebahagia dia sajalah.

Menurut Messy, tipe cowok seperti Randu--dan mungkin kebanyakan orang marketing yang mulutnya manis itu--akan lebih tertarik pada cewek yang susah didapatkan. Apalagi kalau cowok itu tahu pasti bahwa dirinya berkualitas dan punya boy friend materials yang kuat. Di sini aku dan Messy sepakat bahwa Randu termasuk di dalamnya. Dia nggak akan suka tipe cewek yang gampang terpikat ataupun pacar romantis dan perhatian. Ego mereka sebagai cowok akan lebih terpuaskan saat menghadapi buruan yang sulit didapatkan.

"Tapi gue udah melakukan kesalahan dasar dan fatal, Mess." sergahku. "Gue gampang didapatkan. Tiga minggu kenal langsung jadian. Fatal kan??"

Messy mengangguk setuju. "Banget!" Ugh! "Tapi masih bisa diselamatkan kok, beb. Lo masih bisa jadi cewek yang susah didapatkan."

"Lah, pegimane ceritanya?" tanyaku nggak mengerti.

"Sikap lo harus angin-anginan." jawab Messy. "Lo harus jadi termometer, kadang panas kadang dingin. Ngerti kan?"

"Enggak." jawabku jujur.

"Ih, capek deeh. Pertama, sikap lo itu harus berubah-ubah, kadang perhatian kadang cuek gitu. Biar Randu penasaran! Terus yang kedua, jangan ngekang dia. Sikap lo itu harus suuuuper santai, seolah kalaupun dia selingkuh juga lo bodo amat tinggal nyari yang lain. Jadilah pacar yang keren yang nggak bakal mati waktu diputusin. Ketiga, jadilah cewek yang dominan. You know, tipe-tipe mereka itu suka cewek yang strong dan dominan karena lebih menantang Understand?"

"O...kay." jawabku tak yakin. "Intinya itu...gue harus nunjukin kalau gue nggak takut kehilangan dia kan?"

"Absolutely, baby!" jawab Messy semangat. "Itulah cara yang tepat buat ngadepin cowok-cowok tipe kayak Randu."

"I see."

"Tapi kalau inget emang sifat alamiah lo emang cuek bebek gitu, harusnya nggak sulit sih." Messy menyemangati. "Malah yang harus dipelajari itu gimana bersikap sweet ke dia. Coba deh, lo pikirin caranya."

"Gue udah tahu kok musti ngapain." kataku yakin.

Dari percakapan dengan Messy, aku sudah tahu apa yang harus kulakukan Senin pagi ini. Aku bangun dua jam lebih awal dan berkutat di dapur, menyiapkan bekal untuk kubawa ke kantor. Ini jelas bukan hal yang gampang karena aku bukan chef profesional yang hanya butuh waktu 1 jam untuk menyiapkan hidangan yang lezat. Ada drama gosong, salah bumbu, dan seisi rumah bersin-bersin yang harus kulalui. Tapi pada akhirnya, pukul tujuh tepat, aku siap berangkat dengan membawa paperbag berisi bekal yang kusiapkan sendiri.

"Kok tumben sih Kak bawa bekal?" tanya ibu saat kami berangkat bersama ke kantor.

Setiap pagi aku memang nebeng ibu untuk ke kantor karena kebetulan kantor kami searah. Ibu adalah abdi negara yang sudah bekerja lebih dari 22 tahun di Kementerian Dalam Negeri. Selain aku, Dara, adikku yang masih kuliah, juga sering ikut berangkat bersama. Lumayan untuk menghemat ongkos.

"Biasanya kamu cuma sarapan roti sama buah." tambah ibu lagi.

Aku nyengir. "Lagi pengin sarapan aja, Bu."

"Ya udah besok ibu masakin. Kamu sih nggak bilang, jadi ibu juga nggak prepare kan."

"Iyess ibuku sayang. Nggak apa-apa, kan sekalian Abhi belajar masak. Ya nggak?"

Ibu tertawa. "Enak kok enak. Ibu lihat kamu masukin banyak penyedap rasa tadi. Udah kebayang rasanya."

"Ibu ih!" protesku sambil tertawa.

Aku nggak jago masak. Kalau kriteria istri idaman masih ditentukan oleh kemampuan memasaknya, sudah pasti aku tersingkir sejak babak penyisihan. Tapi aku bisa memasak. Setidaknya bikin tumis sederhana, goreng ikan atau tahu tempe dan membuat sambal bawang sih aku bisa. Tapi ibu benar. Tanpa penyedap rasa, aku bukanlah apa-apa di dunia ini.

Lalu apa sarapan ini untukku? Jelas nggak. Aku nggak bisa menelan apa pun selain kopi dan buah di pagi hari. Ya ya, memang nggak sehat. Aku tahu kok tubuhku 10-15 tahun lagi akan menyesali pola hidupku ini. Tapi susah lho. Nanti deh, lama-lama aku pasti akan dapat hidayah untuk memperbaiki pola hidup.

Makanan ini kubuat untuk Randu. Dia tinggal sendiri di apartemen dan sering nggak sarapan karena malas mencari. Jadi aku membawakannya makanan 4 sehat 5 sempurna. Menunya sederhana, hanya tumis buncis dengan sosis, perkedel, sambal teri, dan tempe goreng tepung.

Seperti kata Messy, aku harus angin-anginan. Aku lebih sering mengabaikannya weekend ini. Jadi setelah bersikap menyebalkan, inilah saat yang tepat untuk bersikap manis padanya. Bikinin bekal termasuk contoh sikap pacar yang manis kan? Kayaknya perlu juga kujadwalkan setidaknya seminggu sekali aku membawakannya bekal. Tapi besok-besok aku akan membelikannya dari warteg saja lah. Buat apa repot memasak sendiri? Toh Randu juga nggak akan tahu bedanya.

Sesampainya di kantor, aku menelepon Randu dan menyuruhnya menemuiku di lobi. Kebetulan hari ini dia nggak ada meeting pagi. Tak sampai lima menit, Randu muncul dengan langkah gontai. Wajahnya sedikit mengantuk karena katanya semalam nonton bola. Tapi tetap saja tampan, aneh memang.

Randu punya postur tubuh yang menyenangkan. Tinggi, tidak tegap seperti tentara tapi terlihat kukuh. Penampilannya trendy khas orang marketing. Rambutnya nggak pendek, tapi dipangkas dan ditata dengan rapi. Kulitnya bersih dengan bayang-bayang hitam di rahang.

Aku berusaha keras menenangkan diri. Emosiku harus ditekan karena ada peran baru yang kumainkan. Senyum di wajahku harus maksimal, dan kalau bisa, aku harus menunjukkan ekspresi kangen yang meletup-letup. Jadi, mengesampingkan fakta bahwa aku ingin melemparkan ranselku yang berat ke wajah Randu, aku menyambutnya dengan senyum lebar.

"Good morning," sapanya dengan signature smile-nya yang khas. Senyum yang menunjukkan sedikit kerutan di sudut mata dan belahan di dagunya. "how's your weekend?"

"Sama kayak weekday kan?Kerja juga." jawabku.

Aku nggak bohong. Akhirnya kami benar-benar nggak bertemu weekend ini. Aku tahu Randu kecewa karena menurut kata-katanya sendiri, dia sudah mengosongkan jadwalnya untuk pergi denganku kapan pun aku bisa. Tapi harus kuakui, Randu cukup jago menyembunyikan perasaannya karena dia tetap ramah dan cerah.

"Hari ini meeting di mana?" tanyaku basa-basi.

"PIK." jawabnya sambil tertawa.

"Jauh ya, ke luar pulau." hurauku. "Nih, sarapan dulu."

Kuulurkan paperbag berisi bekal yang kubawakan untuknya. Randu agak terkejut dan bingung. Diterimanya paperbag itu dengan sedikit ragu.

"Wah, thank you. Tahu aja aku lagi kelaperan. Tapi dalam rangka apa nih kamu bikinin bekal?" tanya Randu.

"Permintaan maaf karena kemarin aku sibuk. Aku masak sendiri lhooo...." kataku, membagi info penting yang harus Randu tahu.

"Serius? Kamu bisa masak?"

Oh satu lagi yang membuat pria ini menarik. Mata Randu itu hidup sekali. Saat dia tertarik, matanya akan melebar dan berbinar-binar. Antusiasme-nya terlihat begitu jujur dan telanjang, membuatku teringat pada anak kecil yang tulus dan polos. Atau seperti itulah kesannya, karena jelas kenyataannya Randu nggak tulus apalagi polos.

"Hey, menghina sekali anda. Bisa dong. Tapi entah deh rasanya " jawabku. "Kalau nggak enak kasih Bobo aja. Tapi jangan bilang-bilang, aku nggak mau tahu. Oke?"

Randu tertawa. Bobo adalah nama kucing di kantor Randu. Dipelihara bersama oleh orang-orang kantornya dan diperlakukan seperti raja.

"Bobo itu belagu mampus. Maunya cuma Royal Canin. Tenang aja, aku tipe pemakan segala yang nggak rewel soal makanan." jawab Randu menenangkan.

Hmm, terdengar cukup menggoda. Kurasa Randu juga bukan tipe pria yang memasang kriteria "bisa masak" sebagai salah satu syarat menjadi istrinya. Ah, buat apa juga aku memikirkan ini?

"Umm...kamu harus buru-buru ke atas kah?" tanya Randu.

Kutatap jam tanganku. Yah, seharusnya aku masuk kantor jam setengah 9. Tapi biasanya kantor UrbanPop baru penuh di jam 11 siang. Maklum, media. Aku selalu berangkat pagi karena nebeng ibu yang jam kerjanya mulai pukul 8 pagi.

"Nope. Why?"

"Nggak mau nemenin aku sarapan? Di kantin, maybe?"

Well, sebenarnya ini nggak kurencanakan. Rencanaku hanyalah berpura-pura rindu, memberikan makanan ini kepadanya, lalu cepat-cepat naik ke lantai 6. Tapi setelah kujawab "nope" tadi rasanya nggak masuk akal kalau aku menolak sekarang. Sial! Harusnya tadi aku tanya kenapa dulu.

"Ya udah, ayo." jawabku sambil tersenyum.

Aku hampir saja menyentakkan tangan Randu saat dia menggandeng tanganku. Untung aku segera sadar. Duh, Abhi, kamu harus kooperatif. Ingat teori-teori teater yang kamu ikuti waktu kuliah? Inilah saatnya praktik langsung di lapangan.

Sebuah perbedaan terlihat nyata saat kami berjalan beriringan begini. Sebagai sales manager, Randu selalu berpenampilan rapi. Kostum paling kasual Randu adalah jeans dengan sweater, itu pun jarang. Dia lebih sering memakai kemeja fit body atau batik di hari Jumat. Sementara sebagai media, kantorku membebaskan pegawainya untuk memakai apa pun selama masih dalam batas kesopanan dan norma-norma Pancasila.

"Kenapa sih?" tanya Randu tiba-tiba.

Aku mendongak. "Kenapa apanya?"

Randu menoleh. "Kamu kayak gelisah gitu. Nggak nyaman. Ada masalah?"

Lo, Randu, lo! Lo baru aja memproklamirkan diri sebagai masalah terbesar dan terbaru dalam hidup gue.

"Nggak tuh. Sok tahu kamu." gurauku.

"You know what, sebenarnya aku masih harus biasain diri dengan slow response kamu itu. Emang suka begitu ya? Chat malam dibalas pagi, chat pagi dibalas siang?"

Aku tertawa kecil. "Tergantung seberapa penting chatnya lah."

"Ouch. Jadi chat-ku nggak penting?" Randu memasang ekspresi terluka.

"Ya kalau kamu cuma nanyain aku lagi apa di jam kerja, itu nggak penting. You know where I am and what I am doing. Basa-basi banget ya?"

Randu tertawa. "Oke. Next time aku akan ngechat nanyain pendapat kamu soal pengaruh pembangunan infrastruktur serta perkembangan biodiesel terhadap kualitas hidup masyarakat Indonesia. Cukup penting?"

Aku menyeringai. "Cukup."

"Habis itu kita bikin partai."

"Deal."

Kantin di pagi masih cukup sepi. Hanya ada satu-dua orang yang membeli sarapan itupun dibungkus. Kami memilih meja di dekat pintu. Randu dengan antusias membuka kotak bekal dariku. Sebenarnya aku agak keder. Meski aku nggak memberinya sarapan dengan tulus, aku tetap khawatir bagaimana reaksi Randu kalau masakanku hancur.

Tapi seperti yang dia bilang tadi. Randu nggak rewel soal makanan. Hanya butuh waktu 7 menit dia sudah menghabiskan semuanya.

Gila, manusia apa vacuum cleaner sih?

***

Keluar dari ruang rapat editorial otakku terasa ngebul. Bulan ini ada banyak event internal yang tanggalnya berdekatan. Artinya, brief masuk bersamaan dan biasanya sama-sama mau diprioritaskan. Belum lagi aku masih bertanggungjawab atas desain postingan instagram karena Anom harus menghandle project ebook dan banner dari klien. Sepertinya bulan ini aku akan sering pulang malam.

Tapi setidaknya bekerja di media nggak separah di agensi. Aku pernah mencobanya selepas lulus kuliah dan aku hanya bertahan 6 bulan. Itu pun sering nggak masuk karena tifus. Ya bagaimana lagi? Kadang aku tak bisa pulang berhari-hari sampai Mama mengeluh lupa dengan wajahku. Karena itu, aku sudah memutuskan bahwa agensi bukanlah passionku.

"Bhi, ada paket tuh tadi." kata Kikan. "Dianter gojek, terus dititip ke resepsionis depan karena lo nggak angkat-angkat telepon."

"Paket apaan? Perasaan gue nggak beli apa-apa." tanyaku bingung.

Kikan mengedikkan bahu.

Aku kembali ke mejaku dan menemukan sebuah paperbag berwarna putih dengan tulisan "OLD TASTE.". Saat kulihat, isinya ternyata satu gelas kopi yang masih cukup hangat dan sepotong cheese cake dengan saus cokelat. Sontak indera laparku merajalela. Kucari-cari identitas pengirimnya dan kutemukan sebuah kartu berwarna krem dengan tulisan cakar ayam.

Baby, makasih ya sarapannya.
Nggak nolak kalo dibikinin lagi ;p
Jangan lupa makan siang dan banyak minum air putih.

P.S. Ini kedai kopi favoritku. Kamu harus coba.

Love,
R.

Sontak aku tertawa kecil. Randu kan sedang berjuang mencari uang di Pantai Indah Kapuk sana. Kok sempat-sempatnya dia mengirimkan kopi dan cheesecake? Aku jadi membayangkan bagaimana abang gojek menuliskan pesan Randu untukku ini. Pasti geli.

"Randu ya?" tanya Kikan kepo.

Aku mengangguk.

"Gila ya kalian. Kantor beda lantai doang pake kirim-kiriman paket. Bikin iri aja!"

Aku menyengir. "Bukan salah gue kalau pacar lo gawe di New York, sayaaang."

Kikan mencebik. "Ya gitu tuh kalo baru jadian. Masih anget-angetnya serasa dunia milik berdua. Tiga bulan lagi gue yakin lo udah ngeluh-ngeluh, Bhi."

Aku tertawa mendengar sumpah serapah Kikan. Padahal dalam hati aku miris juga. Kikan benar. Hubunganku dengan Randu harusnya masih di tahap 'dunia milik berdua yang lain cuma ngekos'. Kami bahkan belum seminggu jadian. Harusnya bunga-bunga masih bermekaran dan berjatuhan di sekitar saat kami melintas, mirip film India. Harusnya aku masih tergila-gila dan nggak bisa berhenti ngobrol meski cuma semenit karena kami bakal mati oleh rindu. Seharusnya kami masih saling menggenggam dengan cinta yang meledak-ledak. Iyuuh, I know. Tapi ini sedikit menyedihkan karena alih-alih tergila-gila, aku justru berkutat dengan segudang rencana, dendam, dan usaha keras untuk nggak melontarkan makian setiap berdekatan dengannya.

Anyway, kiriman Randu ini menyadarkanku akan satu masalah. Randu jelas pria yang tahu pasti bagaimana memerlakukan perempuan. Hatiku saja sempat mengembang sedikit saat membaca pesannya tadi. That's why, aku harus mencari cara untuk melindungi diriku sendiri, agar kisah kami nanti nggak berakhir seperti kisah-kisah romansa keju: yang mana malah aku yang jatuh cinta beneran sama Randu. Big NO!

***

Selamat menyambut hari Senin guys!

P.S. Sori kalo banyak notif. Banyak typo nih yang kudu dibenerin. Hahaha jadi update berkali-kali.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro