Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

prolog

"Tulisanmu indah, Re," ujarmu, memecah keheningan yang bertakhta sehabis pertanyaan apa kabar menemukan jawabannya. Tadi kamu bilang, kabarmu baik, tetapi kamu sungguh tidak terlihat demikian, Sabiru. Kamu terlihat berantakan dan sedikit menyedihkan.

"Tulisanku?"

Aku tidak tahu tulisan apa yang kamu maksud, sampai senyum samar terlukis di wajahmu saat berkata, "Indah sekali, tetapi jujur saja aku tidak menyukainya."

"Kenapa?"

"Kisahnya menyakitiku."

Kalimat dan sorot matamu berhasil membuatku membeku, Sabiru. Urat nadiku menegang, dan kusadari ada sesuatu dalam diriku yang amat tidak suka melihatmu seperti itu. Lantaran apa air mata itu bergumul di pelupuk matamu? Sampai-sampai sebuah luka tergambar dengan apik di sana, menghilangkan binar yang selalu aku kagumi.

Kamu sungguhan membacanya, ya? Kisah kita, kencan terakhir kita, serta segala yang menyakitiku yang ternyata juga menyakitimu. Seharusnya aku tahu kamu akan menemukannya, karena kamu memang selalu seperti itu; selalu berhasil menemukanku. Sudah berapa banyak nama pena milikku yang kamu temukan?

Kamu tahu, Sabiru? Sejak malam itu, malam kencan terakhir kita, waktu seakan berjalan lebih lambat. Barangkali karena sudah tidak ada kamu, atau barangkali karena aku tidak bisa berhenti merindumu. Keduanya sama saja, sama-sama karena kepergianmu.

Sejak malam itu pula, aku masih suka menunggu pesanmu sampai larut malam, aku masih suka salah mengira suara motor yang lewat depan rumah adalah milikmu. Mungkin kamu akan tiba-tiba datang, untuk mengajakku kulineran di alun-alun atau untuk sekadar bilang kangen, boleh peluk? Begitu pikirku dulu, tak jarang kuhabiskan malam hanya untuk duduk di depan teras sambil menunggumu, seperti orang dungu.

Sementara di belahan bumi lain, bagaimana dengan kondisimu setelah perpisahan kita, Sabiru?

Aku sungguh tidak percaya kamu baik-baik saja. Jadi, kulontarkan pertanyaan baru yang bernada serupa. "Kamu apa kabar, Sayang?"

Sepersekian detik aku melihatmu terhenyak, hanya sekejap sebelum akhirnya air mata yang sedari tadi kamu tahan lolos juga. Namun, seperti kebanyakan laki-laki, mereka tidak suka terlihat menangis. Cengeng, katanya. Padahal aku sudah pernah bilang itu tidak apa-apa, tetapi kamu tetap saja menghapus air matamu dengan kasar.

Dibanding kamu, aku lebih pandai menahan diri. Menahan diri untuk tidak menangis, untuk tidak terlihat semenyedihkan kamu. Hingga alih-alih menjawab pertanyaanku, kamu malah berujar, "Kamu terlihat sangat baik-baik saja, Re."

Aku tertawa sumbang. Aku harap aku memang baik-baik saja, aku harap aku tidak sempat untuk menangisimu.

"Maaf," cicitku, "Maaf memanggilmu sayang, aku kelepasan."

"Aku tidak marah." Kamu tersenyum saat mengatakannya, tipikal senyum yang aku tidak suka. "Pacar barumu yang akan marah."

Satu kalimat itu berhasil membuat tubuhku menegang, detak jantungku bertalu-talu, bunyinya amat mengganggu telinga. Sabiru, sorot matamu yang begitu sarat akan luka, sukses membuat kelopak mataku memanas juga. Aku tidak suka kamu menatapku dengan cara seperti itu. Aku takut. Aku takut kalau-kalau kamu sampai membenciku.

Sebenarnya, sudah berapa banyak yang kamu tahu?

"Namanya Natamael," ucapku spontan. Aku benar-benar tidak berpikir aku perlu mengatakannya. Sungguh, aku tahu hal itu akan menyakitimu, sebagaimana hal itu menyakitiku.

"Aku tau."

Aku juga benci nada bicaramu yang itu. Sumpah aku masih sangat mencintaimu, Sabiru.

***

492 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro