3
(PoV Luca)
Hari ini aku melihat luka ditangannya. Luka yang sama persis seperti yang aku miliki. Aku merasa senang dan lega. Apa yang dikatakan Lucy ternyata benar adanya. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa senangku bahkan saat dalam perjalanan menuju kesekolah bersama. Aku tidak bisa berhenti tersenyum melihat hasil yang aku lakukan tadi malam. Bahkan aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari tangannya. Setiap kali melihat luka itu... Aku merasakan sesuatu... yang berdesir didada ini... Mungkin itu namanya rasa puas... Tapi jika hanya itu saja aku tidak puas... Aku ingin melampiaskan semuanya... Semua yang sudah aku alami karenanya.
Sesampainya di sekolah kami berdua pun berpisah karena berbeda kelas. Aku berjalan menuju kelasku dengan perasaan yang senang. Begitu sampai dikelas aku langsung duduk ditempatku lalu memperhatikan luka yang ada ditanganku. Temanku yang berada disampingku menghampiriku.
"Luc... tanganmu kenapa? Sakit?" Ucap temanku terlihat khawatir. Aku menatapnya sambil tersenyum.
"Tidak sakit kok. Luka ini..." Ucapku sambil menatap penuh arti luka tersebut.
"Aku ingin memperbanyaknya..." Ucapku lalu menggigit kencang-kencang tanganku, membuat temanku berteriak histeris karena apa yang aku lakukan. Aku melepaskan gigitanku dan merasakan rasa asin , juga bau besi di lidahku. Aku tersenyum menatap tanganku yang memerah dan sedikit berdarah lalu menarik temanku yang berteriak histeris dalam rangkulanku.
"Tidak usah takut. Aku tidak merasakan sakit, aku malah merasa lega melakukannya. Tolong jangan ribut." Ucapku pada temanku agar berhenti histeris. Agar tidak menarik perhatian yang lainnya.
"Apa yang kamu lakukan?!! Apa rasanya sakit?" Ucap temanku antara marah dan khawatir sambil mengambil tanganku dan meniupinya agar mengurangi rasa sakitnya.
"Aku tidak apa-apa, aku maah merasa lega dan... senang menunggu hasilnya nanti." Ucapku sambil tersenyum, ya... rasanya tidak menyakitkan... ya... aku tahu mana yang lebih menyakitkan dari luka ini. aku tahu rasa sakit yang menyakitkan itu seperti itu. Rasa sakit yang ditibulkan oleh luka yang tidak terlihat itu lebih menyakitkan, karena kamu tidak tahu bagaimana cara menyembuhkannya dan tidak ada obat untuk itu.
Beberapa saat kemudian guru pelajaran pertama hari ini pun memasuki kelas dan semua pun konsentrasi dengan buku masing-masing, begitu juga denganku walaupun sesekali aku menatap tanganku. Entah kenapa aku tidak bisa berhenti memikirkan hal lain selain luka ini dan juga luka Lucy. Kenapa rasanya seperti ada sesuatu yang salah?
Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat saat pulang sekolah pun tiba. Aku pun keluar dari kelas, disana didepan kelas Lucy sudah menungguku. Seperti biasanya dia menungguku didepan kelas, jujur saja aku tidak suka. Membuatku selalu merasa diawasi oleh Lucy. Aku merasa tidak nyaman.
"Kak... Ayo pulang." Ucapnya begitu melihatku keluar dari kelas. Lucy pun menggenggam tanganku tanpa permisi lalu menarikku untuk mengikutinya pulang. Ya... Ini yang membuatku tidak nyaman, merasa diawasi, dan membatasiku.
"Lu... lepaskan... aku akan pulang denganmu. Tapi lepaskan tanganku, aku tidak akan kemana-mana kok." Ucapku sambil berusaha melepaskan tangannya dari tanganku. Tak lama Lucy pun melepaskan tangannya.
"Haaa... Baiklah ... Ayo pulang Kak. Ayah dan Ibu pasti sudah menunggu kita." Ucap Lucy sambil menatapku, aku tersentak mendengar kata 'Ayah' dan 'ibu' yang baru saja dia lontarkan. Aku... Apa... saat aku pulang nanti mereka akan ... Membandingkanku dengan Lucy lagi? Aku... Tidak ingin pulang... Aku tidak ingin... Mendengarkannya lagi... Semua yang Ayah dan Ibu ucapkan tentang aku dan Lucy... Tidak ingin...
"Kak... aku akan selalu ada disampingmu... tenanglah aku akan menemanimu selalu. Kakak tidak sendiri. aku selalu ada Kak." Ucap Lucy kembali menggenggam tanganku seakan mengerti apa yang aku rasakan.
"Kak... tangan Kakak kenapa?" Tanya Lucy sambil menatap luka ditanganku.
"I... itu... hanya tergores sedikit." Ucapku.
"Maksudku yang satunya Kak." Ucap Lucy sambil menunjuk luka bekas gigitanku tadi. Aku menunduk.
"..." Aku tidak menjawabnya. Kudengar Lucy menghela nafas untuk sekian kalinya.
"Tidak apa jika Kakak tidak ingin memberitahukannya padaku." Ucapnya sambil menggandeng tanganku lalu kembali berjalan menuju rumah. Aku benar-benar tidak ingin pulang.
-
-
-
Sesampainya dirumah kami berdua disambut oleh Ayah dan Ibu. Lebih tepatnya Ayah dan Ibu menyambut Lucy dan mendiamkanku. Sedangkan Lucy disampingku hanya menggenggamku tanganku erat. Seakan Lucy sengaja melakukannya agar aku bisa mendengarkan semua omongan Ayah dan Ibu yang hanya dituju padanya saja. Sedangkan aku? Ketika mereka bertanya padaku, ada saja yang mereka bandingkan. Aku selalu dilihat dari kekuranganku dan Lucy selalu dilihat dari kelebihannya. Begitulah cara orangtuaku menilai aku dan Lucy. Aaahhh... Rasanya... Dirumah ini tidak ada tempat untukku... Aku ingin cepat-cepat pergi dari hadapan orangtuaku dan istirahat di kamarku. Tapi... Kenapa Lucy tidak melepaskan tanganku, seakan memakuku untuk tetap mendengar setiap kata-kata itu... Kata-kata yang menyakitkan itu.
"Lu!!! Lepaskan tanganku!!! Aku lelah... aku butuh istirahat!!!" Bentakku pada Lucy didepan Ayah dan Ibu. Lucy pun melepaskan tanganku kulihat dia terkejut dengan sikapku begitu pula Ayah dan Ibu yang ikut terkejut. Tapi setelah itu ekspresi terkejut Ayah dan Ibu berganti dengan murka. Ayah menarik tanganku untuk mencegahku pergi. Sedetik kemudian yang kurasakan adalah rasa panas dan perih yang menghampiri pipiku. Air mataku menetes begitu saja rasa sakit itu terasa bukan hanya di pipiku tapi juga didadaku, sesak, perih, dan ... Kosong. Kosong... Ada yang menghilang didalam sini. Dimana? Dihatiku? Jantungku? Atau dimana? Aku merasa hampa karenanya. Tanpa kusadari Air mataku mengering begitu saja.
"Kamu berani meninggikan suaramu pada adikmu sendiri!" Teriak Ayah sambil terus menggenggam tanganku Erat.
"Cepat minta maaf!" Ucap Ibu sambil mengambil tanganku dari Ayah lalu menyeretku kedepan Lucy yang terlihat masih terkejut dengan apa yang terjadi.
"Cepat!" Ucap Ibu sekali lagi berteriak padaku ketika mendapatiku tidak mengucapkan apapun.
"Maaf..." Ucapku sambil menundukan kepalaku dihadapan Lucy.
"Kakak..." Ucap Lucy lalu menghampiriku dan hendak menyentuhku. Tapi sebelum sempat Lucy menyentuhku, Ibu sudah menyeretku kedalam kamarku dan mengunci pintunya dari luar.
"Hari ini tidak ada makan malam untukmu!" Ucap Ibu dibalik pintu setelah itu meninggalkanku terkurung didalam kamarku sendiri. Aku merasa Ibu dan Ayah tidak menganggapku anaknya... Ibu... Ayah... bahkan tidak menyebut namaku disetiap ucapannya tadi. Aku ini siapa buat mereka?
Aku menatap pintu kamar yang tertutup. Lalu memegang pipiku yang terasa perih. Ini untuk pertama kalinya Ayah menamparku dan Ibu mengurungku. Tapi... Kenapa? Apa salahku? Lu...Apa kamu sengaja menahanku tadi? Aku... Lelah. Aku pun membaringkan tubuhku dikasur, menyamankan diri sambil menatap langit-langit.
Aku pun berusaha untuk memejamkan mata tetapi susah. Jujur saja aku agak takut untuk tidur. Belakangan ini aku selalu mimpi hal yang sama dan itu sangat mengerikan. Mimpi tentang seseorang menindih dan menggerayangi tubuhku. Aku tidak ingin bermimpi seperti itu lagi. Aaahhh... Entah kenapa rasanya tidak ada tempat untukku bahkan dalam mimpi aku dilecehkan.
Aku pun kembali memejamkan mata kembali. Cukup lama aku memejamkan mata, akhirnya aku tertidur. Rasanya... Lelah...
-
-
-
(Dalam mimpi...)
Aku merasakan mataku masih tertutup dan tubuhku juga tidak bisa bergerak. Seseorang berada diatas tubuhku, aku bisa merasakannya. Sosok itu membelaiku , nafas kami pun saling bertemu, dan sesuatu mulai menyentuh bibirku. Tidak! Sosok itu mencium bibirku. Jangan lagi... Aku tidak mau! Aku pun berusaha untuk terbangun dari tidurku tetapi tidak bisa.
Tangan sosok itu mulai menyentuh tubuhku leher, dada, pinggang, dan... Tidak! Jangan sentuh aku! Aku mulai merasa tangan itu membelai tubuh bagian bawahku. Lalu tangan itu dengan segera beralih membelai tanganku dan membawanya entah kemana. Kurasa sesuatu yang basah mulai membasahi tanganku tepat dilukaku. Lalu berikutnya tanganku digenggamkan pada sesuatu yang panas dan... TIdak! Tidak! Aku tidak mau! Aku harus bangun! Aku berusaha membuat diriku bangun untuk mengakhiri mimpi buruk yang aku alami ini.
-
-
-
-
-
"Aaagghh!!!" Aku terbangun dari tidurku. Kurasa nafasku tidak beraturan. Aku berusaha menenangkan diri dan fokus... Aku menggerakan badanku untuk bangun dari tidurku. Tapi aku menyadari ada sesuatu yang salah...
Aku... mendapati Lucy berada dikamarku. Entah bagaimana caranya Lucy bisa masuk kedalam kamarku yang dikunci oleh Ibu. Saat kulihat Lucy tepat berada dihadapanku, diantara kedua kakiku yang posisinya terlihat tidak wajar, kedua kakiku terbuka lebar dengan celana yang agak melorot.
"Kak... Hahaha... Sepertinya aku membuat Kakak terbangun. Bagaimana tidurnya Kak? Nyenyak?" UCap Lucy sambil tersenyum. Kulihat tangannya menggenggam tanganku yang digenggamkan pada penisnya yang kurasa panas dan menegang.
Tubuhku gemetar... aku pun berusaha melepaskan tanganku tetapi tangannya menahanku untuk tetap diam dipenisnya, sesekali kembali menggesekan tanganku dipenisnya. Tangannya yang satu lagi mulai menahan tanganku yang masih bebas diatas kepalaku.
Aku menggelengkan kepalaku, tidak menerima kenyataan. Mimpi yang selama ini aku alami adalah kenyataan dan pelakunya adalah adikku sendiri. Adik yang sangatku benci. Tidak! Aku tidak akan membiarkan ini terjadi. Aku harus...
"Ammmppphhhhh!!!" Aku terkejut niatku untuk teriak disambut oleh lumatan dibibirku yang menghalangi teriakanku. Akupun berontak dibawah kendalinya.
"Berani teriak Kak?"Ucapnya sambil melepas lumatannya dibibirku. Lalu membawa tanganku yang berada dipenisnya keatas kepalaku dan mengunci kedua tanganku diatas kepalaku dengan satu tangannya. Tangannya yang lain mulai mengelus bibirku.
"Teriaklah... akan kurobek mulut ini dan kucabut lidahmu Kak!" Ancamnya sambil memasukan dua jarinya lalu menarik sedikit lidahku keluar. Tubuhku gemetar karenanya kugelengkan kepalaku menandakan tidak ingin hal itu terjadi. Lucy pun tersenyum melihat reaksiku lalu mengecup keningku.
"Ayo... kita lanjut. Aku masih belum selesai. Kebetulan Kakak sudah bangun, bagaimana kalau... sekalian kita lakukan saja yang lebih dari ini. Kakak jangan berisik ya? Nanti Ayah dan Ibu bangun. Kakak tahu kan apa akibatnya kalau berisik? Kalaupun ketahuan entah apa yang Ayah dan Ibu pikirkan tentang Kakak... Kakak mengertikan?" Ucap Lucy sambil terus tersenyum. Aku... tidak berkutik... Jika Ayah dan Ibu tahu mereka pasti akan selalu berpihak pada Lucy.
"Aaahh... akhirnya aku bisa mencicipi tubuh Kakak." Ucapnya sambil kembali tersenyum senang padaku lalu mulai melumat bibirku kembali dengan penuh napsu. Menyalurkan keinginanya yang selama ini dia pendam...
�]kSʸo��G
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro