Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1. Manajer Baru

Sebelum baca, jangan lupa vote ya. Ini cerita bakal banyak manis-manisnya. Jadi, jangan tegang-tegang amat. Yuhhuuuuu.... Simpen juga cerita ini di library ya. Happy reading.

Gas, ramaikan, yoook!

❤️❤️❤️



Miyu mendorong pintu taksi online yang dia naiki. Sebuah ponsel terhimpit di antara bahu dan telinganya. Tangan lainnya sibuk membawa barang bawaan. Di tengah kerepotan itu, dia sempatkan berterima kasih kepada driver taksi online sebelum benar-benar keluar.

"Jangan lupa bintang lima ya, Mbak," ucap si driver sambil nyengir.

"Tenang, Mas. Saya kasih sepuluh ntar," jawab Miyu asal sebelum keluar.

Begitu keluar dari taksi, hawa panas kontan menyerang. Dia sedikit mendongakkan kepala melihat awan putih bergelantungan di langit kota yang terik. Panas gila!

Wanita 27 tahun itu bergegas menuju gedung kantor. Kulitnya bisa terbakar lama-lama di bawah sinar matahari langsung. Sementara itu, suara yang berasal dari ponsel pintarnya terus menyerocos. Menambah hawa makin panas.

"Buruan! Jangan malu-maluin. Kasih kesan pertama yang bagus buat manajer baru kita," ujar suara berisik di ujung telepon.

Sambil terus melangkah cepat Miyu membalas. "Iya, ini gue udah di bawah. Sabar, napa sih, El. Tuh manajer kan nggak ke mana-mana juga."

"Et, dah. Tapi nggak lucu kalau asistennya malah kagak ada pas dia muncul."

"Ya, kan gue lagi kerja menggantikan tugas dia. Gimana sih."

"Ah, udah. Cepetan ke sini, pokoknya. Gue bakal pastiin lo nggak nyesel jadi asmen kalau udah lihat dia."

Sambungan lalu mati sepihak. Miyu mengernyit dan melihat layar ponsel. Panggilan berakhir. "Astaga, nih anak nggak sopan banget main putus aja," omelnya.

Bersamaan dengan itu, wanita dengan potongan rambut wavy short hair itu memasuki lobi gedung berlantai 33, tempat kantornya berada. Dia berjalan cepat. Mengambil langkah panjang menuju tempat lift berada. Napasnya bahkan sedikit tersengal. Di  tengah usahanya agar segera sampai ke lift, seseorang dengan santai mendahului langkahnya.

Miyu sampai harus melebarkan mata ketika melihat orang itu berjalan begitu teramat santai, tapi bisa mengalahkan dirinya yang seolah sudah mengerahkan semua tenaganya untuk bergerak. Seandainya saja dia memiliki kaki yang sedikit lebih panjang seperti itu. Hufft.

Wanita berwajah oval itu mencibir dan mengumpati kakinya sendiri yang pendek. Peduli setan! Yang penting dia bisa sampai ke tempat tujuan.

Miyu sampai di lantai 18 belas dengan napas yang sedikit terengah. Selepas keluar dari lift dia masih harus berjalan sepanjang koridor menuju lantai kantor marketing berada.

Tatapnya langsung bisa menangkap keberadaan Ela. Wanita manis bermata bulat itu memberinya kode bahwa pria yang sedang berdiri di antara para staf adalah manajer baru itu.

Miyu mengangguk paham. Dia lantas menarik napas dan berdeham sebentar. Dia tarik masing-masing sudut bibirnya ke atas, membentuk seulas senyum sebelum memasuki ruang kantor marketing.

"Selamat siang semuanya. Maaf, saya terlambat," sapa Miyu dengan nada riang.

Kontan semua menoleh mendengar ucapan salam ceria ciri khasnya. Kecuali manajer baru itu. Punggung yang terlihat kokoh itu masih membelakangi Miyu.

"Wah, Miyu baru datang. Semoga Pak Manajer mau maafin," celetuk seseorang di antara mereka. Ada kikikan kecil di ujung kalimatnya.

Miyu tak peduli. Dia lebih peduli dengan wajah pria di balik punggung berbalut jas hitam itu. Selama ini dia pikir pengganti Pak Janitra adalah sosok yang sama tuanya dengan manajer lama marketing itu, tapi melihat postur tubuh manajer baru itu dari belakang sepertinya masih muda.

Sosok berbalut jas itu akhirnya memutar badan, menghadap Miyu yang masih memasang senyum lebar. 

Senyum lebar Miyu perlahan surut melihat wajah manajer baru tersebut.

Sepasang alis tebal membingkai mata cokelat tajam. Lekukan antara dahi dan hidungnya teramat tegas. Tulang  hidung pria itu begitu tinggi, namun pas terpasang di wajah berahang tegas itu. Dan, bibir itu .... Astaga! Miyu baru pernah melihat bibir seorang pria seseksi itu. Untuk beberapa saat Miyu tidak berkedip melihat kesempurnaan di depan matanya.

Terlepas dari semua, yang membuat Miyu berdiri bak patung selamat datang adalah karena manusia tampan di hadapannya itu mengingatkan dia pada seseorang di masa lalunya.

"Selamat siang."

Balasan salam itu menyodot kembali jiwa Miyu yang hampir terdampar di masa lalu. Dia mengerjap pelan.

"Maaf, saya terlambat menyambut Anda, Pak." Miyu berusaha tenang dan kembali tersenyum. Kakinya melangkah maju, hingga jaraknya dengan manajer baru itu hanya terlampau beberapa meter saja.

Dari posisinya wanita mungil itu bisa dengan jelas melihat paras rupawan sang manajer. Dari angka 1 sampai 10, Miyu akan memberi nilai 9 untuk paras tampan pria itu. Dan dilihat dari jarak dekat wajah manajer itu makin mirip dengan orang di masa lalunya.

Dia mengulurkan tangan dan tersenyum. "Saya Miyu, asmen yang akan membantu Anda, Pak—" mendadak dia menjadi manusia bodoh sedunia. Bagaimana mungkin dia tidak tahu nama manajer barunya? Matanya melirik para staf marketing yang malah menikmati adegan panik dirinya.

"Saya Aaraz, Aaraz Radhitya."

Untungnya pemilik rahang tegas itu cepat tanggap dan tidak mempermasalahkan kecerobohan Miyu. Dia malah dengan senang hati mengenalkan diri sambil menjabat tangan wanita itu.

Eh? Siapa tadi Aaraz?

"A-Aaraz?" cicit Miyu membeo, gugup. Matanya bahkan tanpa sadar melebar.

Mungkinkah benar dia adalah Aaraz yang dia kenal 20 tahun lalu? Nama mereka sama. Miyu memindai wajah itu lagi mencari petunjuk untuk meyakinkan dugaannya.

Aaraz yang dulu dia kenal memiliki bekas luka di dahi sebelah kiri, menjorok sedikit ke ujung bulu alis. Memang tidak besar, tapi cukup kentara, dan Miyu yakin bekas luka itu tidak akan hilang meskipun ditelan umur.

Dan ketika wanita itu menemukan tanda yang sama di dahi sang manajer, jantungnya seakan-akan berhenti berdetak. 100 persen dia yakin, pria di depannya adalah orang yang dikenalnya 20 tahun lalu.

"Ya. Kamu bisa panggil saya Aaraz saja," sahut manajer baru itu, menatap Miyu datar.

"O-oh, baik, Pak."

Setelah perkenalan singkat itu, para staf kembali ke meja kerjanya masing-masing. Bisik-bisik mulai terdengar begitu Aaraz memasuki ruangannya.

Ela langsung menarik tangan Miyu merapat. Mulutnya sudah gatal ingin mendengar pendapat Miyu soal manajer baru itu.

"Gimana? Nggak nyesel kan lo jadi asmen?" tanya wanita itu seraya menaik-turunkan alisnya. Dia lalu mengacungkan ponsel dan menunjukkan layarnya kepada Miyu. "Dia lagi jadi trending topic di grup, euy," beritahunya dengan nada gemas.

Dasar ganjen. Komunitas pecinta kaum laki di kantornya pasti sudah heboh duluan sebelum Aaraz datang. Miyu akui, pesona Aaraz sangat kuat, dan dia tidak menyangka lelaki itu tumbuh menjadi pria matang yang mempesona.

Dua puluh tahun lalu, baginya Aaraz tidak lebih dari pria cengeng yang takut dikejar anjing dan kucing. Miyu selalu menolongnya jika ada anak-anak iseng sebayanya yang mengganggu Aaraz kecil. Dan gara-gara itu, Aaraz selalu mengikutinya ke mana pun Miyu kecil pergi.

"Aku suka kamu, Ra."

Miyu masih ingat saat Aaraz mengungkapkan perasaannya di penghujung musim hujan. Namun, dengan sebal Miyu menolaknya. Dia tidak suka ada laki-laki cengeng yang menyukainya.

"Aku nggak suka kamu. Kamu cengeng. Takut sama anjing dan kucing. Kamu juga nggak bisa melawan anak-anak nakal itu," ujar Miyu kecil dengan tegas. Namun, detik berikutnya dia menyesal telah melontarkan kata-kata itu saat melihat Aaraz kecil langsung menundukkan kepala.

"Ehem! Miyu! Bisa ke ruangan saya sebentar?"

Miyu terkesiap dari lamunan masa lalu ketika suara berat itu memanggil. Refleks kepalanya menoleh dan mendapati kepala Aaraz nongol dari balik pintu ruangannya.

"O-oh baik, Pak. Saya ke sana." Senyumnya melebar seketika. Hatinya mendadak penuh bunga karena sosok Aaraz—yang selama ini dia cari—kini benar-benar nyata di hadapannya.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro