Tuneful Wish in Monochrome
✦ ✦ ✦
Raka tidak pernah memiliki kesempatan untuk memahami bahwa dunianya ganjil, hingga ia terluka oleh kenyataan. Trauma itu mengajarkannya untuk menunduk dalam serta berpura-pura hidup seperti kebanyakkan.
Laki-laki yang kini berumur 28 tahun itu bekerja sebagai product designer di Lembaga Pengembangan di bawah Pemerintahan Kota Verseca. Ibu kota yang penuh keragaman dan sibuk dengan penemuan baru. Hal ini yang membuat Kota Verseca selalu menjadi yang terdepan dalam pengembangan ilmu pengetahuan serta kehidupan sosialnya. Meski banyak yang mengeluhkan kehidupan mereka yang monoton.
Raka baru keluar dari bus saat jingle salah satu iklan tertangkap kedua telinga. Pria itu dengan panik menekan headset, sayangnya, itu tidak menjamin suara tertahan. Ada alasan mengapa ia bersusah payah menghindari lagu.
Karena dunianya seketika berubah.
Kini, usaha itu terlihat sia-sia, sebab gelembung berisi ragam makanan tiba-tiba muncul dan menghalangi pandangannya. Tidak hanya itu, satu gelembung lain dengan visi drama semalam mengambang sebentar lalu meledak, berganti menjadi gelembung baru berisi berita terkini penuh akan petinggi penuh kuasa. Tidak membutuhkan waktu hingga satu per satu gelembung muncul dan menghilang cepat. Di mana jalanan kota monokrom kini penuh akan warna oleh gelembung berbagai visi.
Butuh bertahun-tahun bagi Raka memahami isi gelembung. Bahwa, visi di dalamnya adalah isi pikiran setiap manusia. Cukup lima detik alunan lagu menetap di telinga, menjadi sihir ajaib yang membangkitkan lima belas menit dunia aneh hanya Raka yang mampu melihatnya.
"Sial! Aku tidak boleh terlambat!" umpat Raka sambil berkerut menatap ribuan gelembung yang memenuhi pemandangan.
Ada satu hal lagi yang berbahaya, gelembung itu tidak boleh, sama sekali tidak boleh, ia pecahkan. Satu kali ia pernah tidak sengaja memecahkan milik seseorang dan memori dalam gelembung hilang selamanya. Keadaan terburuk, seseorang dapat hilang akal hingga lupa bagaimana cara bernapas.
Sebuah pengalaman hidup terburuk yang membuatnya sadar, bahwa ia terlihat bagai monster.
✦ ✦ ✦
"Pagi melelahkan?" tanya Ilya, product manager yang sudah lima tahun bekerja dengan Raka.
Ilya adalah pria yang wajahnya penuh akan kelembutan. Tidak hanya karena rambut dan mata yang berwarna abu lembut, juga senyum hangatnya yang selalu bertengger manis, yang terbukti menyihir banyak wanita. Ia menyodorkan minuman pada Raka yang terlihat menyedihkan dibandingkan anggota lain. Tentu, menghindari jutaan gelembung serta lima belas menit menuju keterlambatan pasti menguras seluruh tenaga Raka.
"Astaga. Jika kau seperti ini, sangat yakin omelan nenek sihir akan menjadi awal hariku."
Ilya senang menggoda anggota timnya, terutama Raka. Belum sempat Raka membalas, suara wanita penuh akan kuasa menghantamnya.
"Rakafthan? Product—Oh, sialan Ilya! Jika kau sudah di kantor, tidak bisakah membawanya secepat mungkin? Ada rapat penting pagi ini!" omel seorang wanita, saat dua manik cokelatnya menangkap Ilya. Ia menggunakan setelan profesional, tidak seperti Ilya yang terlihat santai dengan gaya kasual.
"Shira, cantik seperti biasa!" sapa Ilya yang membalas omelan dengan senyuman, meski wanita itu menatapnya penuh jijik.
"Kau baru saja memanggilnya nenek sihir, bos."
Salah satu programmer menyahut dari balik partisi. Urat wajah Ilya sempat berkedut oleh kesal meski senyum masih bertengger. Namun, Shira menepis kalimat itu bersamaan dengan rambut cokelat lurusnya, kemudian kembali menatap Raka.
"Mulai hari ini Rakafthan—"
"Raka," potong Raka merasa sangat canggung dengan nama panjangnya.
Shira menahan emosi kemudian melanjutkan kalimat, "... kau akan pindah ke timku."
Bertahun-tahun bekerja membuatnya sadar seperti apa wanita yang kini akan menjadi atasannya. Sempat bersumpah serapah dalam batin saat pertemuan pertama berakhir buruk. Meski begitu, pertanyaan penting tetap harus berani ditanya.
"Kau bilang akan ada rapat penting."
Jawaban Shira adalah sebuah tatapan tajam yang membuat Raka terintimidasi.
"A-apa yang harus aku siapkan?" tanya Raka sedikit gagap.
"Otak yang dapat mengingat isi rapat. Ayo!"
✦ ✦ ✦
Raka dan Shira masuk dalam sebuah ruangan kaca di mana tujuh orang lain sudah duduk mengitari meja bundar. "Ini anggota baru ... Raka." Begitu Shira memperkenalkan Raka pada tim baru, kemudian duduk di salah satu kursi.
"Ayo kita mulai briefing pagi ini." Tanpa memperkenalkan anggota lain, Shira memulai pertemuan. Namun, suara berisik dari luar menarik semua fokus.
BRAK!
Pintu kini terbuka kencang. Beberapa orang dengan jas abu kelam dan pin perisai perak di dada kiri masuk ke ruangan rapat. Dahi Shira mengerut saat pemimpin mereka membalas tatapannya. Pemimpin kelompok itu adalah duplikasi dari Ilya, karena memang keduanya berbagi darah meski hubungan mereka sangat rumit.
"Tidak ada urusan bagimu di sini, Vall," usir Shira yang tidak menutup rasa kesalnya.
"Tentu ada. Karena mulai hari ini, tim ini dibubarkan." Suara Vall lebih dingin dan penuh kuasa dibandingkan Ilya, berhasil membekukan setiap orang di ruangan.
"Jangan bercanda! Kau tidak punya kuasa!" Satu sindiran Shira lempar kepada duplikasi Ilya akibat kesal. Vall merupakan bagian dari Lembaga Penyusun Kebijakan, tentu kuasanya tidak akan berpengaruh. Itu pun bila sesuatu tidak melanggar hukum.
"Mulai hari ini menciptakan dan menyebarluaskan lagu merupakan tindakan kriminal," balas Vall dengan tatapan dingin yang dia sapu pada setiap pasang mata terutama Raka.
"Ini bukan—"
"Termasuk sarana yang digunakan untuk menikmatinya." Vall kembali memotong salah satu anggota yang menyuarakan protes.
Setelah menelan kasar kesabaran, Shira akhirnya membuka mulut, "Sampai kapan?"
"Sampai Kasus Unnatural Comatose dapat tertangani," jawab salah satu Satuan Pengamanan, terlihat dari seragam mereka yang berwarna biru gelap.
Raka menarik diri menjauhi masalah dan memberanikan untuk bertanya kepada pria terdekat. Salah satu anggota tim yang memiliki penampilan terkini beserta deretan alat canggih di sekujur tubuh.
"Sebenarnya apa yang tim ini kembangkan?" bisik Raka kepada pria tersebut.
"Beruntung kau bertanya kepadaku," balasnya sambil tersenyum.
"Namaku Sandy, Marketing. Penjelasan sederhananya, kita akan membuat dunia digital di mana orang dapat menikmati lagu tanpa mengganggu kehidupan nyata."
"Apakah ini dibuat karena kasus yang terjadi?" Sandy hanya membalas dengan mengangguk.
Unnatural Comatose adalah sebuah fenomena misterius yang mengancam manusia selama puluhan tahun. Dua puluh tahun lalu menjadi kasus pertama di mana seseorang masuk dalam keadaan koma tanpa pemicu. Lalu semakin banyaknya korban yang jatuh membuat banyak dugaan mengarah pada konspirasi. Belum ada kepastian penyebab fenomena ini, tetapi ada satu persamaan dari semua korban. Mereka sedang mendengarkan lagu sebelum masuk dalam koma. Menarik spekulasi bahwa lagu berbahaya bagi manusia.
Sedangkan bagi Raka yang mengenal salah satu korban, ia percaya bukan lagu penyebabnya. Saat rasa bersalah perlahan menguasai, suara penuh kuasa menarik fokusnya kembali.
"Pertemuan kali ini sampai di sini, tunggu kabar dariku. Sekarang kalian pulanglah," perintah Shira.
✦ ✦ ✦
Raka melempar tubuh yang lelah pada sofa. Hari ini bagai lelucon. Karena hari pertama berada di tim baru adalah hari di mana tim itu bubar. Ia menatap langit biru yang mengintip dari belakang gedung tinggi, kemudian memutar lagu. Alunan instrumental mengalahkan berita mengenai pesta besar pergantian pemimpin dari TV ruang tamu, dan gelembung perlahan mewarnai jendela besar.
Ia sangat membenci gelembung itu bila berada di tengah sana, tetapi menikmati jutaan warna yang menghiasi dunia ini bila memandangnya jauh dari jendela apartemen. Ribuan nyawa yang mengisi sibuknya kehidupan kota selalu menyimpan ragam isi pikiran. Meski mereka bergerak bagai robot, manusia tetaplah manusia. Mereka penuh akan perasaan dan warna.
Beruntung kebijakan baru belum tersebar ke publik, sehingga Raka dapat menikmati momen ini seorang diri. Namun, pemandangan dari deretan gedung terjauh menarik perhatian pria itu. Di mana terdapat siluet asing yang melompat lincah di setiap atap gedung. Menakjubkan juga menyeramkan di saat bersamaan, karena orang asing itu juga bermain bersama gelembung. Mudah sekali menarik kesimpulan, bahwa sosok itu berada di dalam dunia ganjil milik Raka.
Tidak cukup gelembung berisi pikiran manusia, kini sosok aneh menambah beban kepala. Raka tidak ingin terperangkap dalam kegilaan, sehingga cepat-cepat ia menarik tirai. Namun, belum sempat jendela tertutup, sosok asing berhenti pada satu atap gedung terdekat. Bila perkiraan Raka benar, sosok itu mengunci pandangan kepadanya. Lebih menyeramkan lagi saat satu tangan melambai penuh antusias, sangat jelas kepada siapa kegembiraan itu dituju.
Meski Raka sangat membenci keanehan ini, tetapi rasa penasaran ternyata lebih menggoda.
Saat angin kencang menyapanya pertama kali di atap apartemen, Raka dengan cepat menarik pandangan ke gedung seberang. Tidak ada apa pun. Rasa lega seketika membanjiri, mungkin sosok asing hanyalah sebuah ilusi. Namun, teriakan kecil di samping telinga kembali membuat Raka menarik awas.
"Astaga! Aku tidak tahu masih ada yang selamat!" Seorang wanita kini berdiri cukup dekat dengan rambut pirangnya yang menari lembut oleh angin.
Raka menarik diri menjauh, kemudian melempar tatapan penuh tanya. Wanita ini menggunakan gaun berwarna jingga lembut yang penuh oleh macam bunga. Senyumannya seakan membawa musim semi datang lebih cepat.
Sadar akan headset yang memenuhi telinga, kedua tangan sang pria pun bergerak cepat demi melepasnya. Sayangnya, Raka kurang cepat dengan wanita asing yang kembali memendekkan jarak di antara mereka.
"Tetap dipakai! Aku dengar mereka melarang lagu, kau harus mendengarnya selama mungkin."
Ekspresi Raka tertahan pada bimbang, karena itu adalah kalimat gila. Tidak sedikit pun ia ingin berlama di dunia ganjil ini. Belum sempat mempertanyakan identitas wanita asing, Raka pun harus kembali awas karena puluhan gelembung perlahan memerangkap mereka berdua.
"Jangan takut. Kau tidak akan menyakiti mereka," balas sang wanita.
"Gelembung yang lemah akan pecah bahkan oleh angin, tetapi satu yang berharga akan sangat kuat. Lihat!"
Menakjubkan adalah kalimat yang tertahan di tenggorokan. Karena gelembung berisi momen bahagia milik seseorang berada dalam genggaman wanita asing. Tidak aneh bila Raka pun tergiur untuk menyentuh. Kemudian yang ia temukan adalah permukaan hangat dalam sentuhannya. Hal ini membuat ragam pertanyaan mengambang dalam pikiran, yang sayangnya, bertentangan dengan semua yang Raka pahami.
Lalu dari banyaknya warna di antara padatnya gedung, mata Raka menangkap satu gelembung yang asing. Tidak hanya besar, pula keruh. Bila diperhatikan dengan saksama, sedang menelan beberapa gelembung sekitar.
"Apa itu?" tanya Raka sedikit tidak nyaman.
Ketika pasangan manik cokelat menangkap apa yang Raka maksud, wanita asing bergegas berlari, "Cepat sembunyi!"
Sambil berlindung di balik jajaran panel surya, wanita berambut pirang menjelaskan. "Ia yang haus akan kekuatan dan menelan kekuatan kita."
Ketika Raka mencari sumber dari gelembung mengerikan, dua mata birunya membulat. Karena gelembung gelap mengarah pada kumpulan petinggi yang berada di satu kendaraan mewah, sibuk melambai pada kerumunan meriah yang memagari jalan utama. Tentu, pesta politik terbesar sedang berlangsung.
Meskipun tidak menaruh perhatian, Raka mengenal pria yang tidak hanya memberi kuasa terbesar pula gelembungnya sangat mengintimidasi.
"Pemimpin parlemen?" bisiknya tidak percaya.
Pemimpin Parlemen adalah pemegang kuasa legislatif tertinggi. Di mana di bawah kuasanya, ia memimpin Lembaga Penyusun Kebijakan serta Satuan Pengamanan. Besarnya kuasa yang ada dalam genggaman, menjadikannya pengendali mutlak pada aturan yang berlaku di seluruh penjuru negara. Kabar tersebar bahwa Pemimpin Negara hanyalah boneka yang dikendalikan secara politik olehnya.
"Kau tidak tahu berapa lama kita berjuang melawan orang-orang itu," jelas wanita yang dua manik cokelatnya hanya terpaku dalam pada kumpulan petinggi kuasa.
"Kita harus menghentikan mereka, karena kekuatan itu digunakan untuk menguasai pikiran manusia."
Wanita asing menunjuk pada pemandangan mengerikan. Seorang yang tidak memedulikan kemeriahan, berlalu sambil sibuk menatap layar ponsel, yang kemudian tanpa pemicu, seketika berpaling dan masuk dalam kerumunan. Ia pun ikut bersukacita pada calon pemimpin yang berlalu, tepat saat gelembungnya tertelan oleh gelembung mengerikan.
Melihat ancaman tertangkap nyata dalam pandangan, Raka mundur oleh takut. Menghentikan kekuatan seperti itu sangat mustahil, terutama bila harus melawan pemegang kuasa tertinggi.
"Ia mengendalikan setiap suara demi memperpanjang masa kuasanya. Tidak bisa dibiarkan!" teriak kesal sang wanita.
"Tapi, kau siapa?" Sebuah pertanyaan penting akhirnya keluar dari mulut Raka.
"Feressa, Fery agar lebih mudah."
"Dengar, hanya kita berdua yang tersisa. Kau harus membantuku. Jika tidak, seluruh manusia akan menjadi robot tidak berakal," pinta Fery yang kini terdengar frustasi.
"Kau tidak nyata." Satu pandangan sedih menjadi jawaban sang wanita, membuat Raka sedikit menyesali kalimat yang asal ia lempar.
"Aku nyata. Hanya saja ...." Fery kembali menahan kalimat akibat mengingat sedih.
"... ia mengambil gelembung milikku dan aku kini terperangkap dalam koma."
Penjelasan itu memutar gerigi dalam kepada Raka. Benar, ini saatnya ia menghadapi kenyataan. Lagu bukan penyebab sebenarnya fenomena aneh terjadi. Berkat pengalaman mengerikan di masa lalu, ia mengerti. Anehnya, kilasan momen kelam berputar cepat di dalam kepala sang pria, perlahan membuka luka yang sudah lama ia pendam.
Di mana wajah pasi seorang wanita paruh baya memenuhi pandangan.
Sebuah visi keluarga kecil penuh tawa terputar dalam gelembung milik sang ibu, itu adalah memori lama yang kini mengisi kepala Raka. Gelembung itu menghilang saat tersentuh tangan kecil Raka. Lalu, kesadaran ibu terkasih lenyap bersama gelembung berharga. Menyisakan tubuh beku, yang hanya dari suara detektor jantung saja penentu jiwa yang berjuang.
Selamanya menjadi beban yang membuat Raka sadar bahwa ia berbahaya bagi kebanyakan.
"Semua korban dari fenomena ini adalah orang seperti kita! Dia mencuri gelembung milik kita," jelas Fery dengan tatapan sedih.
Satu kalimat itu berhasil membawa banyak tanya. Gelembung sang ibu diambil oleh Pemimpin Parlemen. Informasi asing yang sama sekali tidak masuk akal bagi kepala Raka. Namun, memori milik Raka pun sebenarnya terlihat samar di kepala dan ia sadar ingatan itu tidak pernah menjelaskan bagaimana gelembung milik ibunya menghilang. Bahkan tidak sedikit pun yakin mengapa Raka kecil saat itu meraih gelembung sang ibu. Kini, bisakah ia percaya pada memorinya sendiri?
Saat ragu membawanya pada ragam pertanyaan, ia akhirnya dapat melihat memori itu dengan lebih jelas.
Sang ibu sedang mengajarkannya bahwa perasaan terhangat menghasilkan gelembung kuat yang tidak akan hancur saat tersentuh. Kemudian memorinya berubah di mana pemandangan kota berlalu cepat. Raka kecil kini berada dalam pelukan hangat sang ibu, saat keduanya berlari menjauhi ancaman. Tidak dapat menangkap pengejar mereka, bocah kecil itu hanya mampu menyaksikan pemandangan mengerikan tanpa daya.
Raka kecil menatap langsung dengan dua manik birunya di mana gelembung berharga sang ibu tertelan oleh gelembung gelap. Pemandangan mengerikan terakhir yang menjadi alasan mengapa memori tersebut tercampur menjadi tidak masuk akal selama ini. Karena tubuh ibu yang tidak lagi bergerak, terlalu menyakitkan untuk diterima oleh Raka kecil.
Ketika memori sepenuhnya kembali, Raka mengepalkan tangan erat hingga buku-buku jari memutih.
"Ba-bagaimana mengambilnya kembali?" tanya Raka tergagap.
"Memecahkannya, tentu. Kau mau membantuku?"
Satu uluran tangan menggantung di hadapan Raka dan tidak ada lagi keraguan bagi pria itu saat semuanya kini terlihat jelas. Raka meraih uluran tangan tersebut yang tiba-tiba visinya tersapu bagai sebuah ilusi. Di mana hal itu hanya membuat setengah wajah pria berambut gelap menghilang dalam panik.
"Karena tubuhku berada dalam koma, yang ada di sini hanya gelembung kecil yang tersisa." Dua mata cokelat milik Fery perlahan meredup, meratapi kenyataan.
Tidak ingin larut dalam perasaan suram, Raka menarik pandang dan menatap Fery dengan mantap. "Raka. Namaku Raka."
Menjadi awal perjuangan epik dalam menguak rencana licik petinggi kuasa, bila saja alunan instrumental tidak berhenti berdendang di telinga. Kemudian, pengumuman darurat bergema mengelilingi kota, menggunakan suara wanita buatan yang terdengar kaku.
"Berdasarkan peraturan baru, setiap aktivitas berhubungan dengan lagu akan dihentikan. Pelanggarnya akan dikenakan sanksi maksimal penjara sepuluh tahun."
Baik Fery maupun Raka saling membalas tatapan yang sarat akan panik.
"Sial! Aku mungkin hanya punya setengah jam," umpat Raka yang dengan cepat menyetel hitung mundur pada jam tangan digitalnya.
Fery kini mengambil ancang-ancang dan siap melompat menuju gedung seberang. Namun, gaduh dari arah pintu membuyarkan fokus keduanya.
"Berhenti! Tangkap dia!" teriak beberapa Satuan Pengamanan yang menerobos pintu dengan paksa.
Satu lompatan anggun dan Fery sudah berpindah gedung, meninggalkan Raka yang panik seorang diri dengan pengejar mereka. Melompati gedung dengan ketinggian mematikan adalah mustahil. Berkatnya, Raka perlahan mundur akibat takut.
"Raka ayo!" panggil Fery.
"Aku tidak—"
"Kau bisa!"
Teriakan itu mungkin berhasil mengumpulkan sedikit keberanian dari jiwa kecil Raka, juga karena pengejarnya kini sudah mengeluarkan senjata. Secara menakjubkan, satu dorongan kuat ternyata mampu membawa tubuh keringnya berpindah dari atap gedung apartemen menuju atap gedung radio, tepat di blok sebelah. Meninggalkan sepuluh Satuan Pengamanan yang panik mencari sosok yang tiba-tiba menghilang dari pandangan.
"Tenang, kita lebih lincah dibandingkan manusia," balas Fery penuh senyum.
"Ayo, kita tidak punya banyak waktu! Ada yang lebih buruk dari itu," seru Fery yang kembali mengambil langkah besar untuk memendekkan jarak dengan gelembung mengerikan.
"Lebih buruk?" tanya Raka, berusaha sekuat tenaga menyamai kecepatan wanita berambut pirang.
Pertanyaan itu dijawab oleh tiga siluet yang bergerak sama lincah dengan mereka berdua. Berasal dari iring-iringan meriah para petinggi, kemudian secara menakjubkan berlari vertikal menaiki gedung. Itu adalah pemandangan yang mengaduk isi perut Raka, di mana caramel latte yang ia minum pagi ini kembali terasa di ujung tenggorokan.
"Dulunya bagian dari kita dan kini menjadi budaknya," jelas Fery cepat, menghemat napas yang sebenarnya tidak ia butuhkan.
Tiga siluet bergerak cepat memendekkan jarak dengan Raka dan Fery. Ini adalah pengalaman baru bagi Raka, mana mungkin ia tahu apa yang akan dihadapi. Tidak salah bila menemukan tiga siluet yang menghilang hanya dalam satu kedipan adalah mimpi buruk. Panik pada ancaman yang keluar dari pandangan, dua mata biru langit milik Raka pun menyapu sekitar dengan cepat. Tidak mencapai sedetik, tiga siluet kini mengepung keduanya.
Satu adalah Satuan Pengamanan dan dua lagi bagian dari Lembaga Penyusun Kebijakan yang pin perisai peraknya bersinar oleh cahaya. Di mana wajah yang sangat ia kenal menatapnya dengan tatapan dingin, itu adalah Vall. Tubuh Raka bergetar tidak tahu bagaimana keluar dari situasi mengerikan. Terlebih saat tiga pria kekar kini mengarahkan pistol hanya padanya.
Perselisihan sudah pasti tidak dapat dihindari.
"Naik!" teriak Fery.
Terlalu panik untuk berpikir panjang, Raka mendorong tubuh tegak lurus dengan permukaan. Tubuhnya yang terasa ringan mengambil jarak panjang mendekati matahari. Hanya ketika ia mencapai batas dan gravitasi menariknya kembali, Raka berubah panik. Tidak hanya karena ketinggian, juga pengejarnya kini membanjiri dengan tembakan mematikan.
"Gelembung!" Kembali memberikan arahan, Fery menggunakan gelembung sebagai pijakan.
Raka memutar tubuh yang jatuh bebas, lalu kedua kaki berpijak pada gelembung terdekat. Sempat mengatur keseimbangan sebentar, kemudian ia mengikuti Fery dengan tiga pria kekar mengejar di belakang. Raka berusaha keras menyimpan pijakannya pada gelembung yang tidak stabil itu untuk menghindari tembakan yang mengarah, tidak hanya padanya juga pada Fery.
Tepat saat langkah keempat, gelembung yang menjadi pijakan pecah dan Raka tertarik gravitasi. Sungguh kesialan, tetapi itu justru menyelamatkannya dari tembakan yang nyaris mengenai pundak. Beruntung, gelembung berikutnya cukup kuat menahan beban Raka.
Tubuh Fery memang serapuh awan, tetapi sentuhannya dapat mengendalikan gelembung yang berterbangan. Berkat itu puluhan gelembung melindungi Raka dari tembakan mematikan. Lalu, dengan gelembung yang menghalangi, keduanya dapat terhindar dari kejaran tiga pria menyeramkan tanpa akal.
Setelah menyapu sekitar, Fery kembali bersembunyi di balik mesin penyaring air bersama Raka. "Raka dengar!" serunya.
"Gelembung besar itu tidak stabil. Kehadirannya mengacaukan keseimbangan, sehingga sulit mempertahankan bentuknya," jelasnya kembali.
"Satu sentuhan. Hanya itu yang dibutuhkan untuk menghancurkannya." Fery mengangkat telunjuk, seakan sentuhan selembut itu dapat memecahkan gelembung mengerikan.
"Kalau semudah itu, mengapa kau—"
"Karena mereka." Kalimat Raka dipotong cepat dan Fery menunjuk kepada tiga siluet yang sibuk mencari mereka berdua.
TIIIT TIIIT TIIIT
Suara bising dari pergelangan tangan Raka mengubah wajah yang penuh akan keringat seketika memucat.
"Fery!" panggilnya.
"Lima menit lagi!" teriak Raka penuh akan frustasi. Menunjukkan waktunya di dunia ini yang semakin menipis.
"Sial! Aku akan mengalihkan mereka. Kau fokus menghancurkannya."
Perintah Fery tidak diterima dengan baik oleh Raka, yang semakin lama semakin bergetar oleh takut. Meski petualangan penuh debar ini meyakinkan Raka bahwa banyak kata tidak bisa yang sebenarnya mudah untuk dilakukan, tetapi bagian terdalam Raka tetaplah seorang yang sangat kecil.
Berkat trauma kehilangan ibu dalam koma, ia menutup diri dan penuh akan khawatir. Terlebih ketika masa depan banyak jiwa kini berada dalam genggaman. Beban tanggung jawab itu terasa mencekik dan kepercayaan diri yang minim mengisi hati kecilnya dengan ketakutan.
"Ta-tapi bagaimana bila waktunya habis, aku tidak dapat mendengar—"
"RAKA!" Teriakan Fery menarik semua fokus.
"Tidak ada yang memiliki kuasa untuk menghentikan kekuatan musik! Jika tidak ada lagu, maka buatlah! Setiap nada akan membawamu mendekati tujuan! Dan jangan berani kau lepas hanya karena ragu! Kita bisa mengubah dunia palsu ini!"
Tangan yang sentuhannya tidak mungkin terasa, kini tersimpan di atas tangan Raka yang bergetar. Seharusnya ilusi tidak memiliki rasa, tetapi tangan Fery yang menyentuh kulitnya itu terasa hangat. Memang mustahil, tetapi apa peduli Raka.
"Aku percaya padamu, Raka!"
Tatapan penuh harap kini terpaku pada dua mata biru langit milik Raka, membuat hati pria yang ketakutan seketika menghangat dengan cepat. Sadar akan ketakutan yang menghilang dari mata pria di hadapannya, Fery kemudian bergerak cepat menarik perhatian pengejar mereka.
Raka kini seorang diri dan ia menatap gelembung besar. Meski getar halus masih menyelimuti tubuhnya, Fery tidak memberikan Raka waktu untuk bermanja dalam ketakutan. Wajah pucat sang ibu, kembali mengisi kepala. Benar, ia harus mengumpulkan semua keberanian demi sang ibu.
Sambil berusaha kuat melawan semua rasa takut, Raka akhirnya bergerak di antara bayang.
✦ ✦ ✦
Berkat Fery yang mengalihkan pengejar mereka, Raka kini dapat memendekkan jarak dengan gelembung menyeramkan dalam sunyi. Namun keberuntungan tidak selamanya berpihak, saat ia akan mengambil satu lompatan terakhir sebuah tembakan menggores lengan kanan. Panik pada darah yang mengalir juga tersiksa pada panas yang membakar, Raka menarik pandang pada sumber. Di sana pengejarnya berdiri mengarahkan moncong pistol. Tepat saat pelatuk tertarik, Raka berguling yang satu detak jantung kemudian ia paksa untuk berlari meski darah menguras tenaganya.
Terdorong oleh kematian yang nyata di depan mata, ia mengambil satu lompatan jauh menuju puncak gedung pemerintahan. Sebuah lompatan jauh yang tidak pernah terpikir dapat ia ambil. Raka berusaha sangat keras mempertahankan pijakan, sambil satu tangan berpegang pada bendera negara. Terlalu jauh bagi pria kekar menyeramkan untuk mengejar, sehingga Raka akhirnya dapat bernapas lega.
Teriakan khawatir Fery menarik Raka menuju seberang gedung.
"RAK—"
Sayang, visi Fery kemudian menghilang.
"Fe-fery? FERY!" panggil Raka pada udara kosong.
Ia kemudian menyapu pandang. Di mana jutaan gelembung penuh warna yang mengambang ceria di udara pun ikut menghilang, meninggalkan dunia hitam putih yang tumpul akan perasaan. Rasanya begitu kosong, meski perayaan besar berlangsung di jalan utama. Detak jantung Raka bergerak cepat, hingga sulit baginya mengatur napas.
"Tidak. Tidak! Tidak! Bagaimana ini? Aku harus bagaimana?" ujarnya yang panik mengais udara.
"Aku butuh lagu. Aku butuh lagu!"
"Jika tidak ada lagu, maka buatlah! Setiap nada akan membawamu mendekati tujuan. Dan jangan berani kau lepas hanya karena ragu!"
Sangat beruntung kalimat membara yang Fery bagi melintas cepat di kepala, serta visi sang ibu yang terbaring di rumah sakit. Sulit untuk percaya, saat ia yang selalu awas kini memiliki jiwa membara penuh akan tekad. Benar, Raka tidak bisa menyerah secepat ini. Karena warna dan nada yang mewarnai dunia ini akan selamanya menghilang, bila ia tidak menghentikan orang-orang korup itu.
Raka menarik napas, mengulang nada yang berputar di kepala. Kemudian bernyanyi.
Kita dapat memilih masa depan.
Menempuh jalan baru dan mengubah dunia.
Lagu tak terbatas ini membawa perubahan.
Pesan terselip dalam lagu.
Menjangkau hingga terjauh.
Menuju era baru.*
"Gelembung?"
"Mama! Gelembung!"
"Apa ini? Iklan?"
Bisikan dari kerumunan orang, tidak hanya di jalan utama juga pada setiap gedung, penuh akan tanya saat pemandangan menakjubkan memenuhi pandangan. Lagu yang Raka bawa tidak membawa sang pria kembali ke dunianya, tetapi membawa dunia ganjil itu kepada kenyataan. Di mana kini setiap pasang mata berbagi pemandangan yang ia lihat. Banyak yang termakan takjub dan banyak pula terperangkap dalam bimbang.
"Apa itu?"
"Astaga!"
"Monster!"
Ketika gelembung menyeramkan tertangkap setiap pasang mata, panik memenuhi kerumunan. Kekacauan menghancurkan pesta meriah yang selama ini penuh akan kecerian. Entah keberuntungan atau tidak. Karena kerumunan kini menjauhi gelembung hitam besar, di mana gelembung itu justru semakin rakus melahap gelembung kecil demi menenangkan kekacauan.
"Tenangkan kerumunan! Sebarkan pengumuman! Tangkap monster itu!"
Pemimpin parlemen menunjuk pada Raka yang berada pada ujung gedung pemerintahan. Namun, posisinya sangat mustahil bagi manusia untuk diraih, di mana hanya drone-drone kecil yang kini mengelilingi Raka. Terlalu banyak kekacauan dengan satu gelembung besar mengerikan sebagai pemicu, sudah pasti keadaan ini sangat sulit bagi Satuan Pengamanan untuk mengatur segalanya.
Raka menatap kekacauan, lalu siluet gesit yang semakin mendekat, kemudian gelembung besar yang kini dalam jangkauan. Hanya ini satu-satunya waktu baginya untuk bertindak. Tidak membiarkan ragu menguasai, ia kencangkan kepalan kemudian mengambil satu langkah menuju gelembung menyeramkan.
"Ini untuk semua gelembung berharga yang kau ambil."
Merupakan kalimat terakhir sebelum gelembung gelap hancur dalam langkah Raka. Menjadi pemandangan yang diirikan setiap orang, karena tubuhnya kini bermandikan ribuan gelembung yang warnanya mengkilap oleh cahaya. Gelembung penuh warna kini bergerak cepat kembali pada pemiliknya.
Satu langkah kecil yang mengembalikan keseimbangan, serta membangunkan ratusan pasang mata yang selama ini tertidur.
✦ ✦ ✦
*merupakan bagian dari lagu New Genesis.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro