Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 1b

Hari-hari selanjutnya bagaikan mimpi buruk bagi Blossom. Pandangan kasihan dan iba, dilayangkan oleh orang-orang yang bertemu dengannya. Para pelayan di rumah, tukang kebun, bahkan pegawai kantor.

Teman-temannya pun melakukan hal yang sama. Mereka menelepon, berusaha menghibur tapi tak satu pun yang benar-benar mengerti perasaannya. Penghiburan mereka hanya sekadar omong kosong untuk menunjukkan kepedulian.

Meski hatinya luka dan berdarah, ia tetap bekerja seperti biasanya. Menanggung beban hinaan sebagai perempuan yang diselingkuhi. Padahal, bukan dirinya yang bersalah tapi orang-orang itu bersikap seolah ini adalah aibnya.

Edith melenggang bebas, kini bahkan menggandeng Daisy ke mana-mana dan tanpa malu mengatakan pada semua orang kalau mereka akan punya anak. Blossom bertanya-tanya, jangan-jangan selama ini memang laki-laki itu tidak pernah mencintainya.

Permintaan maaf pun hanya dilontarkan sekali di hari pertunangan mereka yang gagal, selanjutnya tidak ada lagi ucapan.

"Nona, ada bebeberap truk biji kopi yang baru datang."

Kedatangan pegawai, membuat Blossom terjaga dari lamuan.

"Ada berapa truk?"

"Empat, Nona."

"Baiklah, sebentar lagi aku ke sana."

Blossom mengenyahkan rasa sedih. Banyak pekerjaan yang harus dilakukan selain mengasihani diri sendiri karena sudah diselingkuhi. Edith dan Daisy, tidak berhak mengurungnya dalam duka.

"Panen kali ini bisa dikatakan kita cukup berhasil dibandingkan perkebunan lain, Nona. Tapi, tetap saja sekitar dua puluh persen agak rusak." Mandor perkebunan, seorang laki-laki berumur lima puluh tahun dengan tubuh gempal, bicara di depan truk.

"Apa karena cuaca? Seperti yang kamu bilang?"

"Benar, Nona. Karena cuaca. Kita nggak bisa apa-apa."

Selesai meninjau kopi yang baru datang, Blossom melanjutkan sedikit pekerjaan hingga akhirnya menyerah dan pulang lebih cepat. Sekretarisnya terlihat kuatir saat melihat wajahnya yang pucat dan Blossom hanya menjawab sedang sakit kepala.

Tiba di rumah, belum ada penghuninya datang. Orang tuanya masih sibuk dengan pekerjaan. Adiknya entah ada di mana. Ia masuk ke kamar dan berbaring. Berniat untuk tidur saat pintunya diketuk.

"Nona, ada tamu."

"Siapa?"

"Laki-laki, mencari Nona Daisy."

"Bilang adikku nggak ada."

"Sudah, Nona. Laki-laki itu ingin bicara dengan Anda. Namanya Dante. Katanya, Nona pasti mengenalnya."

Blossom bangkit dari tempat tidur dengan heran. Pikirannya tertuju pada Dante. Ia tahu laki-laki itu tapi tidak mengenal secara dekat. Bajingan kejam, bad boy, tukang rusuh, dan suka membuat keributan adalah julukan yang melekat pada laki-laki itu. Mereka tidak pernah berada di lingkup pergaulan yang sama. Sekarang, Dante datang ke sini, untuk menemuinya adalah hal yang sangat tidak terduga.

"Ada di mana dia?" tanya Blossom.

"Teras belakang, Nona."

"Kenapa ada di belakang?"

"Karena memang datangnya dari pintu belakang."

Blossom bergegas ke teras belakang yang merupakan taman bunga. Ia tertegun di dekat kursi besi, menatap punggung laki-laki yang berdiri menghadap ke air mancur kecil. Ia tidak pernah dekat dengan Dante sebelumnya, dan sedikit terkejut karena tinggi badan laki-laki itu.

"Selamat sore." Ia menyapa ramah.

Dante membalikkan tubuh dan Blossom seperti tersengat saat menatap sepasang mata abu-abu pekat dengan rahang tegas dan rambut gondrong yang dikuncir. Pakaian laki-laki itu jauh dari kata resmi dan rapi. Dante, tanpa senyum mendekat. Mengamatinya dari atas ke bawah dan membuat Blossom merasa tidak nyaman karena seperti sedang dinilai.

"Ada yang bisa aku bantu?"

Meredakan kegugupan dan menekan rasa takut, ia mencoba bersikap ramah dengan senyum tersungging.

"Kamu cantik, tinggi, langsing, dan sangat alim. Kenapa bajingan itu menyelingkuhimu. Dengan adikmu yang justru perempuan binal!"

Perkataan Dante membuat Blossom tercengang. Ia meneguk ludah, menggigit bibir. "Ma-maksudmu apa?"

Dante berdiri tegap, masih tanpa senyum di wajah. Matanya menyorot tajam, seolah hendak menelanjangi Blossom. Laki-laki itu sepertinya terbiasa bertindak vulgar, tanpa sopan santun.

"Kalian para perempuan kelas atas, terbiasa melakukan semuanya menggunakan uang, strata sosial, dan juga tingkah sopan santun yang tinggi. Perempuan macam kamu, tidak akan pernah melirik laki-laki kelas bawah dan pekerja kasar sepertiku, bukankah begitu, Blossom?"

Cara Dante menyebut namanya, membuat bulu kuduk Blossom berdiri. Suara laki-laki itu dalam dan parau. Sangat berbeda dengan Edith yang ringan dan lembut. Blossom yang tidak mengerti perkataan Dante hanya menghela napas panjang.

"Kamu datang jauh-jauh untuk apa sebenarnya."

Dante mendekat dua langkah, Blossom menekan harga dirinya untuk tidak mundur.

"Untuk berkenalan denganmu, sebagai sesama korban perselingkuhan."

"Maksudmu apa?"

"Adikmu yang cantik dan binal itu. Suatu malam mendatangiku. Mengajakku berkencan dan aku menolaknya. Aku paling tidak suka bermain-main dengan perempuan kelas atas. Karena mereka cenderung suka merengek dan merepotkan. Tapi, Daisy berbeda."

"Kamu bohong," desis Blossom.

Dante berdecak lalu melanjutkan dengan sikap mencemooh. "Untuk apa aku berbohong? Ada banyak saksi saat adikmu itu, memakai gaun merah yang sexy, dan menggodaku. Membisik kata-kata cinta dan mengatakan kalau sudah lama tergila-gila padaku. Dia menawarkan tubuhnya secara gratis. Bisa kamu bayangkan?"

Blossom menggeleng keras. "Nggak, kamu mengada-ada. Ini pasti nggak benar."

"Terserah apa katamu, tapi aku bisa menyebutkan tempat-tempat di mana kami biasa bercinta. Adikmu itu, terus terang sangat liar di ranjang. Bukankah dia punya tahi lalat di paha kanan?"

Blossom ternganga hingga wajahnya memucat. Semua perkataan Dante sungguh di luar dugaannya. Ia memang pernah mendengar kalau adiknya berpacaran dengan Dante. Tapi, saat orang tuanya menegur dan menanyakan kebenaran, Daisy membantah habis-habisan. Lalu, ada Dante yang datang dengan pengakuan tak terduga. Membuat Blossom bingung bukan kepalang.

"To-tolong katakan, kamu bohong."

Dante mendengkus. "Pantang bagiku untuk berbohong, apalagi soal hubungan pribadi. Kami berkomitmen untuk bersama, apa pun yang terjadi. Daisy mengatakan, akan menungguku pulang dan memperkenalkan aku pada keluarganya. Akan menikah, meskipun ditentang. Ternyata, adik sialanmu itu, mengkhianatiku. Hanya tiga bulan aku pergi, dan dia kini menjadi calon istri dari mantan tunanganmu. Apa-apaan ini?"

"Kalian akan menikah?"

Dante merogoh saku bagian belakang dan mengeluarkan sebuah cincin putih polos dan memperlihatkan pada Blossom.

"Kamu pasti pernah melihatnya memakai cincin dengan bentuk yang sama seperti ini bukan? Itu, aku yang kasih. Kalau itu tidak cukup untuk membuktikan hubungan kami, bagaimana kalau aku memberikanmu bukti yang lain, misalnya foto atau video saat kami bergumul di ranjang."

Blossom mengepalkan tangan, menahan perasaan mual yang mendadak menyerangkan. Sakit kepalanya semakin menjadi-jadi, dan itu semua karena perkataan Dante. Ia tidak tahu, apa niat laki-laki di depannya mengungkap masalah hubungannya dengan Daisy. Bukankah sekarang adiknya sedang hamil dengan Edith?

"Aku merasa berduka untukmu, tapi, nggak ada yang bisa aku lakukan," ucap Blossom pelan.

Danter tertawa lirih. "Ada, Nona. Aku justru datang untuk membuat kesepakatan denganmu."

"Ke-kenapa denganku?"

"Karena kita sama-sama korban di sini. Kamu pikir aku akan diam saja setelah harga diriku dinjak-injak, oh, jangan harap!"

"Ta-tapi, Daisy sudah bersama Edith sekarang. Mereka akan menikah dua bulan lagi."

"Justru itu, aku datang untuk menawarimu kesepakatan dan perjanjian yang saling menguntungkan. Antara kamu dan aku."

Blossom menggeleng panik. "Aku nggak ngerti."

"Aku akan menjelaskannya pelan-pelan. Kamu dan aku, kita bekerja sama untuk membalas perlakuan mereka, agar mereka tahu kalau salah, bermain-main dengan hati."

Tawaran Dante sungguh sangat menggoda. Ia bisa membayangkan, reaksi Edith dan Daisy saat tahu mereka bertukar pasangan. Entah kenapa ia yakin, kalau Edith tidah tahu menahu hubungan antara Dante dan Daisy. Adiknya itu pandai bersandiwaran. Pasti soal ini pun menutupinya.

Apakah ia merasa sakit hati karena diselingkuhi? Itu jelas. Bagaimana pun ia adalah manusia dengan daging dan darah. Bukan batu tanpa perasaan. Namun, ia masih tidak mengerti jalan pikiran Dante. Karena laki-laki dengan kaos hitam, jin belel, dan sepatu but, adalah tipe orang yang justru terlihat berbahaya.

"Apa maumu?"

Dante menatap mata Blossom lekat-lekat. "Menikah denganmu."

**
Bab 1 dan 2 tersedia di Karya Karsa

Bab 3 dan 4 akan update besok sore di Karya Karsa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro