Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Page 3

.
.
.

Keputusan yang tiba-tiba dan bisa membuatnya dalam bahaya.❞

Ada sosok kecil yang unik dikenali oleh orang-orang. Ia mencoba mengajak para rakyat kerajaan yang kebosanan dengan melukis atau melakukan kegiatan seni lainnya seperti kerajinan tangan. Gadis itu baru saja bergabung beberapa hari yang lalu.

Dan hari ini, Kumiko telah melaksanakan tugasnya, mencoba membuat kerajaan Tsukasa menjadi lebih menyenangkan. Ia mengajak para wanita yang sedang dalam mood buruk dengan memahat dan mengukir sesuatu dari sisa batang kayu.

Kalau boleh jujur, ia merasa sangat bosan. Gadis berhelaian rambut biru muda tersebut adalah otaku dan dunia batu ini tidak menarik perhatiannya sama sekali. Terlebih lagi, ia lebih memilih kembali ke victorian era daripada zaman purba seperti ini. Meskipun, ia sedikit setuju akan tindakan Tsukasa karena pernah berada di sepatu yang sama dengan pemuda itu.

Tak lama setelah ia sibuk dengan lamunan dan pekerjaannya. Gen datang menghampiri ia. Mereka berdua pun berjalan menuju goa, berniat untuk bertemu dengan Tsukasa.

"Siang, Tsukasa!" panggil Kumiko, tak merasa takut sama sekali dengan hawa mengintimidasi dari pemuda tersebut. Sementara Gen telah membungkuk, sebuah bentuk penghormatan dan pengakuan kalau ia memang tengah mengabdi pada sosok yang duduk di singgasana batu.

"Hm, Kumiko dan Gen, ya?"

"Yep!"

"Y-yeah ..."

Tsukasa melemparkan tatapan menginterogasi pada Gen, memberikan penekanan, "Jadi, bagaimana penyelidikanmu hari ini? Benarkah Senkuu sudah mati?"

Gen mengangguk mantap, percaya diri dan terlihat tak berbohong sama sekali. Sedangkan Kumiko, iris biru tua itu tengah sibuk memperhatikan sang pemuda yang memakai topi berwarna kuning, Ukyo. Memperlihatkan sosoknya yang seperti biasa, airhead. Lantas, dengan tak sopan santunnya, Kumiko bergumam tentang pemuda berambut putih tersebut, "Pfft, topinya ... lucu, kayak Smurf."

Tersadar, Kumiko menepuk kedua tangannya.

"Ah, benar juga! Tsukasa, dari kemarin aku ingin membicarakan hal ini. Tapi, aku kelupaan mulu," sahut Kumiko seraya mengulas senyum. Ia meminta izin dengan santai.

"Kalau begitu, mari dengar apa yang ingin kau bicarakan, Kumiko."

Tsukasa merasa sedikit aneh di dalam dadanya ketika gadis kecil itu memanggil ia tanpa suffiks lagi. Apakah ia kecewa? Mungkin saja. Tapi, hubungan mereka tidak sedekat dulu dan ia tidak bisa memaksakan. Lagipula, Tsukasa harus terlihat tidak menyayangi Kumiko agar ia tidak memiliki kelemahan.

Gadis yang sekarang bermarga Akasaki tersebut merentangkan lengannya lalu mengepalkan kembali kedua tangan di dalam kain berwarna silver itu. Lantas, mulutnya membuka, "Aku ingin menjadi mata-mata seperti Gen!"

Semua sosok yang berada di dalam goa itu tersentak kaget. Kali ini, omong kosong apa lagi yang gadis tersebut katakan?

"Kau? Ingin menjadi mata-mata?" Tsukasa membalas, kebingungan.

"Haha, Kumiko-chan, cuman bercanda, 'kan?"

Gen berusaha memastikan seraya tertawa canggung.
Kumiko mengernyit, ikut kebingungan. Ia tidak mengerti kalau telah melakukan sesuatu yang salah, namun kenapa semua orang menatap ia seperti orang yang aneh?

"Cuman bercanda ... 'kan?"

Pria dengan dua warna rambut tersebut menggerutu perlahan, keringat dingin membasahi dahinya. Kalau ingin menggali kuburan, tolong pergi saja sendiri! Jangan mengajakku. Begitulah isi pikiran sang mentalist yang tengah merasa frustasi saat ini. Kumiko menatap lekat Tsukasa, meminta persetujuan dari pemimpin tersebut.

"Tidak boleh. Kau tidak kuat seperti yang lainnya. Bagaimana kalau kau bertemu marabahaya di hutan?" sanggah Tsukasa.

"Kalau aku bertemu dengan situasi seperti itu, Gen dikorbankan saja!"

'Kurang ajar?!'

Tsukasa menghela napas. Bagaimana mungkin gadis yang dulunya terlihat sangat gelap, sekarang ini mencoba bersinar seperti bintang? Ia butuh waktu lebih untuk memutuskan akibat tindakan Kumiko yang tidak dapat ia prediksi.

Gadis berhelai rambut biru muda tersebut mengulas senyum paksa, yang tak disadari oleh orang-orang di sekitarnya. Ia pun mengangkat suara sembari menunjuk Ukyo, "Tenang saja, Tsukasa. Aku bisa memakai busur dan panah seperti pemuda di sana!"

"Lagipula, makin banyak personil, makin bagus, bukan? Aku berjanji tak akan menghambatmu," tutur Kumiko, kembali menyambung kalimatnya yang sebelumnya. Kali ini, perkataannya terdengar sangat tulus.

"Baiklah, aku serahkan padamu dan Gen."

Gen menegak salivanya. Memang benar, kalau ia yang mengajak Kumiko agar beraliansi dengan kerajaan sains. Tapi, ia tidak pernah meminta sang gadis untuk ikut bersamanya dengan menjadi mata-mata.

Pemuda bermarga Shishio itu tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan untuk sang gadis. Untuk kali ini saja, ia akan mengalah. Namun, ia tetap bertekad agar gadis itu dapat merasakan keamanan dunia. Dunia di mana mereka tak perlu lagi diatur oleh kasta dan uang. Ia tak ingin berpisah dengan sang gadis, seperti malam di saat bulan purnama menampakkan diri.

Kumiko melompat, membalikkan badannya dengan cepat. Lantas gadis itu menoleh sedikit seraya menampilkan cengiran khas sebelum ke luar dari goa.

"Terima kasih, Tsukasa!"

Tsukasa menahan napas, irisnya membulat sejenak. Dengan cepat, ia menetralkan kembali pikirannya. Kemudian membalas cengiran tersebut dengan lengkungan garis tipis di wajah.

"Ah, sama-sama," gumam Tsukasa.

Senyuman itu adalah hal yang paling ingin Tsukasa lihat sedari kecil.

.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro