Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Uno

Hetalia© Himaruya Hidekaz
Feliciano Vargas(N. Italy) x Reader

🌔

Kata orang, aku ini beruntung.

Program beasiswa dari Akademi Seni Rupa Florence hanya diberikan kepada dua orang dari seluruh negeri. Dua orang itu adalah aku dan seseorang lain yang bernama Honda. Orang-orang lantas menyebutku beruntung karena itu.

Mungkin itu ada benarnya. Aku punya kesempatan untuk terbang ke pusat seni Renaisans di Eropa Tengah dan bersekolah di salah satu akademi seni paling bergengsi di dunia. Awalnya aku juga berpikir demikian.

Tapi nyatanya tidak, tuh!

Aku jelas tidak betul-betul beruntung. Lihat saja, bisa-bisanya aku lupa membawa payung waktu sedang musim hujan begini.

Hari sudah sore dan aku masih di sini, di teras depan akademi, memandangi tetes-tetes air yang tak kunjung berhenti. Aku jadi agak menyesal sudah berlama-lama berdiam di galeri patung. Seandainya aku keluar lebih cepat, aku pasti bisa pulang sebelum hujan turun.

Teman-temanku pasti sudah pulang. Dan karena aku masih baru di sini, tidak banyak orang yang kukenal yang bisa kumintai tolong. Ah, baiklah, kurasa aku hanya punya dua pilihan. Menunggu hujan reda dan pulang ketika hari sudah gelap, atau menerobos hujan dengan risiko aku akan kena flu keesokan harinya.

Yang manapun, tidak ada pilihan yang lebih baik.

Aku sedang menimbang-nimbang pilihan untuk menerobos ketika kudengar suara seseorang di belakangku.

"Lho, (Name) belum pulang?"

Aku menoleh untuk menemukan seorang pemuda di sana, dengan rambut cokelat terang dan satu helai yang menyembul dari sisi kiri kepalanya. Dia memiliki ekspresi ceria yang alami.

Kusadari aku mengenal pemuda ini, dia sekelas denganku di kelas seni lukis. Namanya Feliciano Vargas. Aku mengingatnya karena dia salah satu anak dengan kepekaan seni paling tinggi di kelas.

"Uhm ... Vargas, ya?" tanyaku memastikan.

Pemuda itu mengangguk. "Iya, kita sekelas, 'kan. Kamu boleh panggil aku Feli, kok." Kemudian, dia menyadari alasan mengapa aku terus berdiri di tempat ini selama berabad-abad. "Oh, (Name) lupa bawa payung, ya?"

Aku cemberut, menunjukkan kalau dugaannya benar.

"Kalau begitu pulang bareng aku saja," ajak Feliciano. Dia mengangkat payung berukuran sedang yang dari tadi dibawanya.

Tentu saja aku mau. Daripada terus menunggu tanpa kepastian kapan hujan akan reda seperti ini, lebih baik pulang selagi bisa.

Sepanjang perjalanan, Feliciano memberitahuku bahwa musim hujan di Italia kadang sulit diprediksi, jadi langkah paling bijak adalah dengan selalu membawa payung. Dia juga bercerita banyak hal padaku, seperti tentang kota Venesia tempat dia dibesarkan. Kata Feliciano, aku harus mencoba naik gondola di sana.

"Sudah sampai, flat-ku yang ini," kataku ketika kami tiba di flat yang disediakan pihak kampus pada para penerima beasiswa.

"Nah, sudah ya, aku pulang dulu. Sampai ketemu besok" Aku memperhatikan ketika Feliciano berbalik menuju jalan yang baru saja kami lewati.

"Rumahmu di arah berlawanan?" kataku setengah berteriak. "Tapi kenapa kau masih mengantarku sampai sini?"

Tapi Feliciano hanya tersenyum. "Tidak baik, 'kan, membiarkan anak cewek jalan sendirian waktu hari mulai gelap."

Kemudian, dia berbalik dan berjalan menembus hujan.

-----

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro