Sei
Musim dingin mungkin bukan waktu yang terbaik untuk mengunjungi pulau Elba, tapi semua orang sepertinya senang-senang saja.
Kami berencana untuk berlibur selama tiga hari dua malam di pulau ini. Karena area perairan jelas tidak bisa jadi tempat bersantai yang sempurna, kami banyak menghabiskan waktu di tempat-tempat kuno atau perbukitan. Untunglah, sejauh ini semuanya berjalan lancar.
Malam ini, setelah seharian penuh bersenang-senang, aku mendapat pesan singkat dari Feli:
"Aku akan pergi ke tempat yang luar biasa besok malam, mau ikut?"
Hanya itu yang dia katakan. Yah, seharian ini kami memang tidak punya waktu untuk berduaan. Karena penasaran, kujawab saja aku ingin ikut.
Balasannya datang beberapa menit kemudian:
"Asyik! Kalau begitu besok jam 7 malam, tunggu aku di depan penginapan ya~"
Ketika aku berpapasan dengan Feli waktu sarapan besok paginya, dia hanya tertawa dan tidak menjawab waktu kutanyakan soal 'tempat luar biasa' itu. Dan itu malah membuatku semakin penasaran.
"Pokoknya (Name) pasti suka. Oh, jangan lupa pakai sweater tebal ya, soalnya bakal dingin banget."
Cuma itu yang dia katakan sambil lalu.
Malamnya, kukenakan sweaterku yang paling tebal ketika menunggu di depan penginapan. Tidak butuh waktu lama hingga Feli tiba dengan salah satu mobil yang kami sewa untuk liburan. Dia menurunkan kaca depan dan melambai padaku.
"Kujamin (Name) pasti bakal senang," kata Feli ketika aku sudah duduk di sebelahnya.
Kami tidak banyak bicara sepanjang perjalanan. Yang kutahu, Feli membawaku makin jauh dari kota, menuju daerah perbukitan.
Setelah kira-kira satu jam perjalanan, Feli menghentikan mobilnya. Waktu keluar, yang kulihat hanya jajaran perbukitan sepi, tidak ada apa-apa di sini.
Feli membuka pintu belakang dan mengeluarkan sebuah keranjang dari sana. Dia lalu berpaling padaku. "Kamu nggak keberatan jalan sedikit, 'kan?" tanyanya.
Aku menggeleng. Kemudian, jadilah aku mengikuti Feli mendaki bukit. Satu-satunya sumber penerangan hanya berasal dari lampu-lampu kota di kejauhan. Aku terus mengikuti punggung Feli hingga dia berhenti di puncak bukit.
"(Name), coba lihat ini, deh." Feli memberi isyarat agar aku berdiri di sebelahnya.
Ketika aku berdiri di sebelah Feli, pemandangan pulau Elba di malam hari terhampar luas di hadapanku. Aku juga bisa melihat laut di ujung sana.
"Wah, bagusnya," gumamku sambil merapatkan sweater. Setidaknya hawa dingin ini terbayarkan.
"(Name) coba lihat ke atas."
Kudongakkan kepalaku. Hari ini langit cerah, bulan purnama bulat sempurna terlihat jelas di atas sana.
Seketika, aku menyadari, ini tempat yang tepat untuk Tsukimi.
Aku bisa mendengar Feli tergelak di belakangku. Apa ini alasannya mengajakku keluar malam ini? Ketika aku menoleh, Feli mengulurkan keranjang yang daritadi dibawanya.
"Untukmu, coba lihat isinya," pintanya.
Kubuka tutup keranjang itu, dan, aku memekik. Keranjang itu berisi tumpukan dango yang ditata seperti piramida. Tsukimidango.
"Kamu yang membuat ini?" tanyaku, tidak bisa menyembunyikan rasa senang dalam suaraku.
Feli mengangguk. "Aku minta bantuan Kiku waktu membuatnya. Tadinya, aku agak ragu karena belum pernah membuat kue seperti ini, tapi karena kamu suka, aku jadi ikut senang."
Rasanya senyumku jadi makin lebar. "Iya, aku senang sekali karena Feli sudah mengajakku kemari. Terima kasih, Feli."
Aku duduk di rerumputan dan mengambil sebiji dango di tumpukan paling atas. Bentuknya bulat sempurna, seperti bulan purnama, rasanya juga manis.
"Aku tahu tempat ini karena dulu kakek pernah membawaku kemari. Maaf kalau tidak sesuai dengan bayanganmu, ya," kata Feli sambil mengambil tempat di sebelahku. Dia ikut mengambil sebiji dango dari keranjang.
Aku menggeleng. "Tidak, begini saja sudah cukup, kok. Pada akhirnya aku bisa melakukan Tsukimi walau sedang jauh dari rumah."
Kami menghabiskan malam itu sambil melihat bulan purnama dan makan dango, diselingi percakapan-percakapan kecil antara aku dan Feli. Siapa sangka ternyata melakukan Tsukimi berdua saja bisa semenyenangkan ini?
"Bulannya cantik, ya, (Name)," kata Feli tiba-tiba.
"Hm? Iya, cantik banget," balasku setuju. Tapi entah kenapa ekspresi Feli jadi agak kecut.
"Eh ... apa aku mengatakan sesuatu yang salah?" tanyaku pelan. Aku 'kan, cuma menanggapi pernyataannya.
"Nggak ada yang salah, kok," jawab Feli. Sebelum aku sempat menanggapi lagi, dia melanjutkan, "Tadi pagi aku diberitahu Kiku, katanya mengatakan 'bulannya cantik' ke orang lain itu sama dengan pernyataan cinta."
Aku mengangguk. "Oh, benar, di Jepang memang ada budaya seperti itu ..."
Kata-kataku terhenti. Kutatap Feli, yang sekarang menyunggingkan senyum jail. Tadi dia bilang ...
"(Name) sadarnya agak lambat, ya," kata Feli dengan nada ceria.
Eh?
EEEEEEHHHH!!???
Tamat
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro