Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Longing on A Holy Night (1)

LONGING ON A HOLY NIGHT

.

.

.

(Third POV)

Suara derap kaki yang melangkah di lantai kayu mahoni terdengar nyaring di malam yang sunyi dan dingin.

Terlihat seorang pelayan kuil laki-laki dengan kedua telinga dan ekor rubah-langsung membungkuk hormat setelah berhenti di jarak dua meter dari seorang pemuda yang memunggunginya.

"Katakanlah."

Sang pelayan berucap, "Ryouta-sama, menurut pantauan para peramal kita; Batu Permata Suci Topas bersinar terang sekali malam ini. Diperkirakan akan lebih terang lagi pada esok malam. Pertanda waktunya akan tiba dalam beberapa hari lagi."

Sang pemuda terdiam lalu berujar pada sang pelayan, "Bagus. Kau boleh pergi."

Sang pelayan membungkuk dan pergi dari tempat tersebut, membiarkan si pemuda yang berdiam diri lebih lama lagi.

Keheningan menyanyi diantara hembusan napas yang pemuda bermata lentik tersebut rasakan di sekujur tubuhnya.

"Sepertinya tak lama lagi aku akan bertemu dengannya."

Pandangannya mendongak ke arah angkasa; dimana dirinya melihat ke arah langit yang gelap, namun terang di saat yang bersamaan dikarenakan bulan yang terpancar benderang.

"Tuanku... Putri Ainamida."

Bulan terpantul di sisi putih matanya dengan samar.

Mata kuning keemasan tersebut berkilat sekilas.

.

.

.

(First POV)

"(Name)-chan, ayo kita makan siang dulu."

Aku hanya mengangguk akan ajakan Satsuki-chan.

Sudah beberapa hari setelah insiden Permata Mutiara Salju kala itu. Aku begitu terpuruk karena kecerobohanku, Paman Kagetora harus berjuang dari kematian dan dirawat di rumah sakit sampai sembuh.

Ya, kuanggap itu kesalahanku. Sejujurnya, aku adalah orang yang cukup perfeksionis, jadi kesalahan fatal seperti ini bisa membuatku begitu jatuhnya.

Tapi karena dukungan dua sepupuku, para penjaga, dan Shuuzou senpai, maka aku mencoba bangkit dan memantapkan diri dalam hati.

Aku bersumpah atas dewa di khayangan sana; bahwa aku bertekad akan menjadi lebih kuat lagi. Aku akan belajar segala hal yang wajib diketahui sebagai pewaris nama Ainamida, dan membasmi makhluk bernama Hebisake tersebut.

Aku tak mau orang-orang yang kusayangi terluka lagi.

Tidak lagi.

Omong-omong, hari ini adalah hari minggu jadi kami bertiga berencana untuk ke makan bersama dengan Tetsuya-kun dan Taiga-kun. Senpai sedang sibuk akan urusan jadi tak bisa ikut. Tempat bertemu kami terletak di sebuah restoran keluarga milik keluarga Kagami.

Selain keluarga samurai, keluarga Kagami dari Klan Shiki mempunyai usaha franchise di bidang restoran keluarga yang berkembang di seluruh Jepang. Aku takkan heran kalau mereka mengundang kami makan di restoran usaha keluarganya sendiri.

Bangunan terlihat cukup nyaman, terletak di tempat strategis dan bisa dibilang lokasi yang menguntungkan untuk berusaha makanan.

Aku melihat sekitar sambil berjalan ke dalam untuk melihat dekorasi interior restorannya.

Kedua yang bersangkutan melambai dan mengarahkan ke lantai atas, khusus untuk tempat makan VIP.

Berbeda dari lantai bawah, dekorasi di lantai ini lebih kentara dalam nuansa tradisional dan hangat dengan kesan merah hitam. Perpaduan warna yang bagus. Kami masuk ke sebuah ruangan yang lengkap dan bersih, dengan peralatan makan yang sesuai tema. Sepertinya kami akan makan di sini.

"Kita tunggu saja. Ruangan ini menyediakan privasi. Tagihan makan siangnya lempar saja pada Kagami-kun." Tetsuya-kun menunjuk, disambut sergahan galak sang pemuda merah darah.

"Memangnya aku ATM, ha?!"

Ia menghela nafas sambil menggaruk tengkuknya, terlihat memang tak semangat untuk berkumpul. Tapi mau tak mau ya harus bersama kami. "Lagipula aku mentraktir kalian semua jadi buat apa membayar."

"Lebih dari traktir, lebih tepatnya bukan, Kagami-kun?"

Aku menoleh bingung. Eh? Riko-Oneechan?

Seketika, kurasakan suasana ringan dan asyik tadi menjadi turun seketika.

Berat, gila.

WTF.

Aku melirik pada semuanya, terutama Riko-Oneechan dan Taiga-kun. Sepertinya ia mungkin tahu maksud tersembunyi dari niat Taiga-kun mengajak kami ke sini.

Apakah hanya aku di sinikah yang tak tahu apa yang akan dibicarakan? ;;;

Taiga-kun menghela nafas lagi memecahkan keheningan sementara.

"Aida-san memang tajam, sudah kuduga." Seringainya muncul sesaat lalu memandang kami bertiga.

Satsuki-chan membuat pagar gaib agar tak ada yang mendengar pembicaraan. "Katakan saja apa yang kau mau."

Aku hanya diam mendengarkan.

Taiga-kun menyatukan jari jemarinya sembari berucap, "Sejujurnya aku malas mengatakan ini, tapi ini berkaitan dengan Permata Amber."

Aku tertegun, tapi tetap mendengarkan.

"Lanjutkan." pinta Riko-Oneechan, kami bertiga mendengarkan.

Taiga-kun melanjutkan, "Pak Tua-maksudnya ayahku, mengatakan kalau Permata Amber Petir diselimuti energi negatif hitam, dan mengeluarkan elemennya di sekitar ruangan altar."

"Jadi maksudmu..."

Perkataanku disambut anggukan ringan oleh Tetsuya-kun.

"Hal yang sama seperti Mutiara Salju, tapi lebih berat lagi."

"Tunggu, apa bedanya?" tanyaku bingung, tak mengerti.

Taiga-kun menatapku bagaikan melihat anak kecil yang sok tahu dan penasaran.

"Aku ragu kalau kau itu keturunan Ainamida... Kau bahkan tak tahu perbedaan ini."

"Ya, maaf ya, karena aku tak tahu apa pun soal beginian dibanding kalian." ujarku menahan kesal sambil senyum manis sekali.

Bisa tidak, aku tonjok saja orang ini? Memang minta dijitak pakai keramik sepertinya baru tahu rasa.

Sepertinya orang ini menentangku dari awal, menganggap diriku seorang yang lemah dan tak tahu apa pun hanya karena aku baru sadar kalau aku punya kekuatan seperti ini.

Mungkin saja begitu.

"Kagami-kun, tolong hargai (Name)-chan. Dia juga sama sepertimu dan Kuroko-kun. Hanya saja beda dalam waktu pembelajaran. Mau tak mau kita harus kerja sama."

Aku bisa melihat raut Taiga-kun yang menahan diri agar tidak menyeblak lagi.

Diriku hanya bisa diam saja.

Tetsuya-kun untungnya berbaik hati merelai kami. "Tenanglah, semuanya. Saya saja yang jelaskan pada (Last Name)-san."

Astaga... Benar-benar malaikat penolong! Nice kill, Tetsuya-kun!

Ia mulai menjelaskan, "Ada dua perbedaan dalam penggelapan permata. Pertama, karena jarangnya penyucian yang wajib dilakukan. Solusinya harus ditangani dengan penyucian rutin serta pembersihan berkala. Seperti yang kemarin (Last Name)-chan lakukan."

"Yang kedua, karena efek ketidak stabilan elemen di dalamnyalah membuat permata mengalami ketidak seimbangan energi yang berdampak di alam, dan sebaliknya. Permata adalah sebuah benda berupa batu mulia yang spesial, jadi pasti sensitif akan perubahan keadaan alam. Solusi menanganinya adalah dengan penyucian wajib seperti tadi, dilanjutkan dengan mantera do'a khusus agar menetralkan efek ketidak stabilannya."

Aku mendengarkan dengan serius sambil mencatat hal-hal penting di dalam ingatanku. Jadi begitu, ya. Banyak sekali yang harus aku serap nanti.

"Jadi, untuk Permata Amber, aku harus melakukan nomor kedua?"

Tetsuya-kun mengangguk singkat. "Dan itu harus dilakukan penuh keyakinan dan percaya diri. Sedikit keraguan, maka semuanya akan kacau."

Terdengar menyeramkan. Tapi ini tentang hidup dan mati. Aku tak boleh takut lagi.

"Baiklah. Aku akan ingat itu." ujarnya mencoba serius.

Aku tidak boleh ceroboh lagi.

Tak lama kemudian, berbagai sajian makanan yang terlihat cukup mewah tapi terjangkau menghiasi atas meja yang dilapisi oleh taplak putih.

Satsuki-chan berubah pendapat seiring waktu. "Wah~ Terlihat lezat! Ini baru namanya surga. Tapi perutku..."

"Ayolah, Momoi! Tidak usah pikirkan dietmu dulu hari ini. Belum tentu kita bisa makan begini. Aku juga lagi cheat day." Riko-Oneechan menegurnya.

Aku mulai makan dan merasakan sensasi lezat dari sepotong daging ayam bakar yang enak. Kalau diartikan, mungkin bagaikan melesat ke Pluto hingga ujung Galaksi Bima Sakti.

Suasana ringan mulai kembali datang mengelilingi. Aku terus memakan berbagai sajian yang ada sedikit demi sedikit.

"...!"

Oh tidak. Jangan disaat seperti ini!

Aku mau brojol!

"Permisi sebentar, perutku sakit..."

"Perlu diantarkan?" Tetsuya-kun mendongak dan bersiap berdiri.

Aku tersenyum. "Terima kasih tapi aku bisa sendiri. Aku akan segera kembali. Di mana toilet?"

"Dekat tangga sebelum naik. Turun saja." Taiga-kun menginstruksi arah sambil mengunyah daging steak iga.

Aku permisi keluar dan berjalan menuruni tangga.

Pikirkan yang lain... Jangan sakit dulu...

"Tunggu dulu. Kalau dipikir-pikir, Taiga-kun tidak terlalu senang terlibat denganku."

Aku penasaran, apa yang membuatnya tak suka padaku sampai sebegitunya?

Karena aku kurang ilmu di hal spiritual dan soal alam elemen, atau karena aku ini merepotkan?

Entahlah, aku juga bingung sendiri.

Padahal masih kuingat mimpi itu, sikap Torakoyami sangatlah setia dan patuh pada Putri Ainamida karena hutang budi.

"Tatapannya penuh kesetiaan dan percaya diri... Tapi kenapa kami malah tidak akur?" gumamku pelan.

Mengapa sekarang keturunannya berselisih begini?

Dalam hati aku berpikir, bagaimana caranya agar Taiga-kun bisa percaya padaku, seperti Tetsuya-kun, dan menyatukan kekuatan agar tak ada yang terluka lagi.

Argh, ini menyebalkan.

"Ahh... Rasanya jadi capek sendiri memikirkannya. Aku harus ke toilet secepatnya..."

Saat hendak sampai di lantai bawah dan turun tangga, aku merasakan bahwa tak ada sakit lagi.

...

Bitch. Apa-apaan?!?!

"Perut sialan... Argh, capek-capek turun malah tidak sakit lagi-Hm...?"

Gerutuanku berhenti saat seseorang berlari masuk ke dalam restoran. Bisa kulihat ia bagaikan lari akan sesuatu. Tapi penampilannya aneh.

Masker, kacamata, topi cap, jaket denim keluaran terbaru...

Tunggu, dia seorang stalker?

Saat riuh mendekati restoran, ia makin panik dan melihatku.

Aku tak sadar dan bingung saat dia dengan cepat menghampiriku.

"Ikut aku!"

Eh?

Dalam sekejap, ia menggeretku masuk ke kamar toilet-TUNGGU DULU, INI KHUSUS PEREMPUAN!!!

Dia menguncinya, demi Dewa!!! Apa-apaan?!

Astaga, aku mau disandera atau apa?

Aku mencoba melepaskan diri dari genggaman tangannya di pergelangan tanganku.

Hendak berteriak pun juga tak bisa, tangannya yang satu lagi membungkam mulutku.

"Maaf, tolong aku sekali saja. Aku janji akan melepaskanmu setelah ini-ssu. OK?"

Aku mengangguk cepat dan hanya bisa diam sambil mencoba menatap memperhatikannya.

Tunggu. Gaya bicaranya aneh.

Rambutnya mencuat berwarna kuning pirang, kacamata modis hitam dengan frame Wellington, topi olahraga baseball berlabel biru hitam dengan huruf NYC, masker hitam yang menutupi area wajah kecuali mata dan leher, berpakaian modis tapi terlihat sedikit basah akan keringat, tak lupa jeans merk Levi's yang kentara serta tas pinggang di samping kanannya.

Aku sedikit bingung saat mendengar riuh memanggil-manggil, seperti mencari orang.

Aku melirik padanya yang kelihatan tegang dan tak bergerak sama sekali. Kenapa bisa dia sampai sembunyi begini?

Siapa dia?

Setelah riuh tersebut tak ada lagi, samar pintu dan suara sepatu tidak terdengar lagi-aku menyeletuk pelan.

"Sepertinya mereka sudah pergi."

Pemuda aneh ini menghela napas lega.

Sepertinya ia memang diburu.

Ia menatapku dan bisa kurasakan kalau ia tersenyum di balik masker.

"Terima kasih-ssu. Aku berhutang budi padamu karena tidak teriak." Suaranya sedikit tersumbat karena masker.

"Kenapa mereka mencarimu? Stalker, ya?"

"B-Bukan-ssu! Aku bukan stalker. Aku hanya menghindar dari... fansku."

Aku mengernyitkan dahi.

"Fans? Tunggu, kau bukan aktor, 'kan?" tanyaku curiga.

Ia terkekeh renyah di balik masker. "Tidak-ssu. Aku hanyalah penghibur di kasta biasa. Masih jauh di bawah aktor."

Aku makin menyerngitkan muka melihat kami berdua.

"Karena sudah selesai, bisakah kau menjauh?"

Aku mencoba menahan malu karena jarak tubuh kami sangat dekat. Dada kami pun bisa saja bersentuhan kalau dipaksakan. Seperti posisi pasangan mabuk yang berciuman di toilet diskotik.

Persetan dengan toilet sempit ini!!! Persetan dengan posisi sialan ini!!!
Persetan dengan pikiran kotor ini, (Full Name)!!!

Diriku menjerit dalam hati. Namun muka masih datar dan santai.

Hebat sekali diriku ini.

Pemuda tersebut menjauh dan membenarkan dirinya. "Ah, maafkan aku. Saking gugupnya, aku mendempet padamu."

Jelas sekali itu harus dibuat permintaan maaf. Wanita tak boleh disentuh seenaknya!

Aku mencoba menahan diri dan masih sopan. Ia membuka kunci pintu dan menoleh ke segala arah, sebelum akhirnya keluar juga denganku menyusul di belakang.

"Terima kasih sekali lagi-ssu. Akhirnya aku bisa pulang dengan tenang." ujarnya senang.

Ya, karena akulah maka kau bisa pulang, wahai stalker jejadian.

Aku menggeleng. "Bukan apa-apa. Lain kali jangan sampai tertangkap lagi."

Dia memandangku sesaat. "Kau sudah menolongku. Bagaimana kalau nanti kutraktir jalan?"

Aku menggeleng yakin. "Maaf. Tidak, terima kasih. Lagipula kita juga takkan bertemu lagi, jadi tak perlu. Aku hanya membantu."

Tangannya menundukkan ujung topinya, memandangku dengan sedikit lain arti.

"Kau wanita yang menarik, Nona. Yang model sepertimu itu langka sekali."

Aku tak tahu mengapa, tapi bulu kudukku berdiri saat menatap mata madunya.

Ia menyunggingkan mata yang tertutup bagai bulan sabit, mungkin tersenyum di balik masker.

"Sekali lagi terima kasih-ssu! Kalau begitu aku pergi dulu."

Aku hanya diam menatapnya pergi hingga tak terlihat lagi dari pandangan.

Tak kusadari kalau Tetsuya-kun menyusul saat ia menepuk pundakku.

"(Last Name)-san? Ada apa? Anda baik-baik saja? Anda mencari siapa?"

Aku mengangguk. "Aku tak apa. Aku hanya baru selesai keluar saja dari toilet."

Ia mengangguk dengan pengertian. "Begitukah... Mari kita ke atas lagi untuk makan, kita harus membahasnya lagi."

Aku mengangguk sebelum perlahan menoleh pada pintu utama restoran yang sepi. Lalu kulangkahkan kakiku untuk mengikuti Tetsuya-kun ke lantai atas.

.

.

.

(Third POV)

Pemuda tersebut berhenti berjalan di pinggir tempat penyeberangan jalan raya yang sepi. Ia membuka masker sampai dagu dan menghela nafas. Di hari libur seperti ini, lebih baik di dalam rumah dan beristirahat, makanya jalanan lebih sepi di hari akhir pekan dibandingkan dengan hari kerja.

Ia terdiam cukup lama sebelum memikirkan firasat dalam hatinya.

Gadis itu...

Tangannya ia angkat, menarik lengan denim yang dipakai. Sang pemuda meringis sesaat, melihat ke arah pergelangan tangannya sejak tadi.

Terdapat sebuah tanda simbol berbentuk kabut-lingkaran tak sempurna diatas kulit putih mulus. Simbol tersebut memancarkan sedikit sinar berwarna kekuningan, tapi samar-samar.

Sejenak kemudian, dia mulai menyadari segalanya.

Senyumnya muncul menghiasi dengan sempurnanya.

"Akhirnya kutemukan kau, Tuan Putri..."

Gumamannya bagaikan embun lembut dan halus, seperti bisikan angin yang membawa suaranya dalam kabut putih di atas udara ozon.

Pemuda pemilik mata madu tersebut memandang jauh ke cakrawala.

Akan ia nantikan pertemuan mereka berdua selanjutnya-

Karena takdir sudah memperlihatkan jalannya menuju sang Tuan tersayang.

.

.

.

To Be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro