Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter II : Hari-H

Hari-H.

Hari ini telah tiba.

Setelah aku mengatakan pada orangtuaku bahwa aku akan pergi menginap disebuah mansion tua bersama teman sekelasku. Bukannya marah, mereka berdua senang sekali dan langsung mengizinkanku untuk pergi. Padahal kukira aku akan dimarahi dan tak akan diizinkan pergi. Ternyata dugaanku salah.

Entah mengapa aku agak sedih soal itu. Hiks.

"Laura, apa yang kamu pikirkan? Ayo masuk!" Suara Miranda menyadarkanku dari lamunan dan akupun masuk ke dalam mobil milik John lalu melambaikan tanganku pada kedua orangtuaku.

"Ready, girls?" tanya John yang duduk dikursi depan, disamping supir. Dan kami berlima belas—termasuk aku—mengatakan "ya" bersamaan.

Awalnya John mau duduk dimobilnya yang berisi para lelaki kelasku. Tetapi, ia berkata bahwa ia ingin menjadi gentlemen dan bodyguard para perempuan, jadi akhirnya ia satu mobil dengan kami.

Kalau kalian ingin bertanya sekaya apa John sehingga memiliki mobil sepanjang ini untuk dinaiki kami semua. Well, let's just say that he's just got pretty lucky to have this cars.

"Jadi? Orangtuamu tak marah kan? Atau kamu sendiri yang memaksa orangtuamu?" tanya Miranda yang membuatku menatapnya kesal. "Mirandaku sayang. Kalau misalkan bukan karena orangtuaku, aku tak akan berada disini. Dan aku tak memaksa mereka, mereka yang memaksaku! Puas?" tanyaku yang membuat Miranda melongo.

"Wow. Calm down, girl. Kamu ga harus marah-marah bilangnya," katanya membuatku otomatis menarik dan mengeluarkan napas.

"Lagipula, hari ini kita bisa bermain sepuasnya! Apa kamu ga bakalan rindu sama aku?" bujuk Miranda sambil memasang muka cemberut.

"Mana ada orang yang mau merindukanmu," cibir Liza yang baru kusadari keberadaannya disebelahku.

Miranda menggeram kesal. "Aku tak bertanya padamu!" serunya tak terima. Sementara Liza tersenyum sinis sambil memain-mainkan kuku-nya. "Aku tak menjawab pertanyaanmu, ge-er sekali," ejeknya makin membuat Miranda memanas.

Aku segera menengahi mereka. "Sudah-sudah! Aku bukannya ga bakal rindu padamu, Miranda. Tapi kita ga kan ga harus pergi ke mansion itu buat ngerayain kelulusan!" gerutuku menghela napas.

Liza tersenyum remeh. "Lemah," cibirnya membuatku menatapnya tajam. "Kayak kau ga takut aja," cibirku balik membuatnya mendelik jijik. "As if," ucapnya meremehkan. Tiba-tiba entah darimana, seorang gadis blonde mengejutkan kami bertiga dengan memakai topeng seram diwajahnya.

Sontak kedua orang disebelahku menjerit takut, sedangkan aku hanya melebarkan mata kaget—tidak ikut teriak. Dan itu membuat semua orang memandang kearah kami penasaran, termasuk John.

"Are you alright, ladies?" tanya John membuat Miranda dan Liza membuka mata.

"Katanya ga takut," ejek gadis itu yang merupakan ketua kelas kami—Winna—sambil melepaskan topengnya. Miranda dan Liza memberikan deathglare pada Winna.

"Kami ga takut! Cuma kaget!" ucap mereka bersamaan yang membuat Winna tertawa. "Mesra sekali. Bisa kompakan begitu," ucapku ikut tertawa membuat mereka menatapku tajam. "Jangan ikut-ikutan, Laura!" ucap mereka berbarengan, lagi.

"Tuh kan, TUH KAAANN!" tunjukku dan Winna bersamaan, membuat mereka membuang muka kesal. Winna meletakkan topengnya kembali ke dalam tas, lalu tersenyum ke arahku. "Ga disangka ya, kita punya pasangan lesbi disini," katanya membuat Liza dan Miranda menatapnya bersamaan lalu berseru, "AKU GA LESBI!"

Winna menyikut temannya yang duduk disebelah. "Mereka cocok banget, iya kan?" tanyanya yang dijawab anggukan oleh temannya sambil tertawa.

"By the way, Winna. Ngapain kau bawa topeng itu?" tanyaku menggantikan topik, percakapan ini harus dihentikan, karena bisa gawat kalau Liza dan Miranda benar-benar ngambek padaku.

Winna menatapku. "Oh? Tentu saja untuk permainan truth or dare kita nanti!" serunya bersemangat. Aku memiringkan kepala, tak mengerti.

"Nanti kamu tahu kok," ucapnya membuatku menyerah. Aku menatap kedua orang yang duduk disamping kiri kananku, lalu menghela napas. "Sudahlah, kalian. Tadi kan kita cuma bercanda, iya kan, Win?" tanyaku yang dijawab anggukan oleh Winna.

"Huh!" Mereka membuang muka. Aku memijat kepalaku. Seharusnya ini adalah acara dimana aku mengakrabkan diri dengan mereka sebelum berpisah. Well, Liza tetap satu sekolah denganku, tapi Miranda akan pindah ke sekolah lain. Jadi bisa dibilang, ini adalah kali terakhir aku menatap mukanya. Dan aku tak mau memberikan kesan buruk dipikiran Miranda tentangku.

"Miranda, aku minta maaf," ucapku menatap Miranda yang masih membuang mukanya. "Aku bener-bener minta maaf. Aku ga bakal begitu lagi deh. Tapi kau jangan kebawa emosi juga dong. Ya? YA?" bujukku sambil menggoyang-goyangkan lengannya. Miranda memutar bola matanya, lalu melirikku. "Hm. Janji ya?" tanyanya sontak membuatku mengangguk.

Miranda menatapku sambil menyipitkan matanya dan tersenyum. "Oke! Aku memaafkanmu. Aku minta maaf juga karena terlalu kebawa emosi," ucapnya membuatku ikut tersenyum. "Sekarang kita imbas, 'kan?" tanyaku yang dijawab tawa olehnya.

"Aku minta maaf juga ya, Liza?" tanya Winna tak enak. Liza meliriknya sebentar lalu berdehem. "Hm, kumaafkan. Kali ini saja kamu lolos," katanya membuat Winna tersenyum lega.

"Ladies, sebentar lagi kita akan sampai! Tujuh ratus meter lagi dari lokasi!" kata John membuat Liza memutar bola matanya. "Hal seperti itu tak perlu diumumkan," ucapnya membuat John menatapnya bingung. "Memangnya kenapa, Liza?" tanyanya bingung.

"Tak ada gunanya," cibir Liza membuatku menyikutnya pelan. "Hey! How dare you!?" serunya sambil melotot. "Maafkan lidahnya, John. Anak ini memang tak bisa menjaga mulutnya," ucapku yang dijawab senyuman oleh John.

"Awas aja nanti," kata Liza sinis sambil melirikku tajam. Siapa bilang aku takut padamu, huh? It's on!

Tiba-tiba aku menguap, dan reflek menutup mulutku. Astaga, aku lupa kalau tadi malam aku tak bisa tidur sampai jam 11 karena kepikiran soal hari ini!

"Mi, bangunin aku nanti ya? Capek," ucapku yang dijawab anggukan oleh Miranda.

Seiring mataku terpejam, aku dapat mendengar suara ocehan Liza dan protesan Miranda. Hingga akhirnya kegelapan menguasaiku.

Semoga kami baik-baik saja disana.

🎃TO BE CONTINUE🎃

Heyyo!
Balek lagi bersama saya, VanneSkyRain!

Chapter yang ini agak pendek dari yang kemarin ya? Hehe, soalnya aku ga tau mau nulis apaan lagi disini. Nulis harian itu cukup nantangin juga yah//baru nyadar.

Chapter selanjutnya bakalan agak panjang kok! No problemo~

Keknya segini aja kali ya. Keknya kalian juga ga mau dengerin—membaca bacotanku juga :v

Oke, Vanne pamit.

See you in the next chapter!

With Gratitude,
🎃Vanne🎃

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro