Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

TIGA PULUH SEMBILAN

***

Jika ada ajang Piala Oscar di Pare maka Asha lah pemenangnya. Gadis itu hebat bermain peran. Di depan teman-teman camp dua dia bersikap biasa saja seolah hidupnya berjalan lancar tanpa masalah. Pertikaiannya dengan Lukman juga tidak terendus oleh Rohman bahkan masalah perasaanya untuk Sekar tidak bocor ke mana-mana.

Tapi ada satu perbedaan mencolok dari Asha. Dia dan teman-temannya menyadari, tapi hal ini tidak dapat dicurigai sebagai masalah. Setelah pertemuan di cafe Asha jadi sering mepet tiba di kelas atau terlambat lima menit, mereka menganggap jika Asha sedang jenuh belajar. Saat waktu istirahat tiba Asha langsung menghilang tanpa bisa dicegah untuk kembali ke camp tiga atau makan di mana pun yang tidak ada Lukman. Karena sering datang terakhir sepeda Asha diparkir diurutan paling luar sehingga Lukman dan Rohman tidak sempat menghentikannya.

Pernah satu kali Lukman berkunjung ke camp tiga untuk bertemu Asha, tapi dia segera putar arah saat melihat Dimas berdiri di depan gerbang camp tiga. Sorenya dia datang lagi dan tetap tidak bertemu Asha malah mendapatkan pesan dari Puri yang mengatakan jika Asha tidak menerima kunjugan cowok kecuali Tedi. Lukman tidak bisa mengajak Asha bicara di kelas karena Asha selalu di kelilingi teman.

Ketika jalan untuk bicara secara langsung ditutup oleh Asha, Lukman segera merogoh ponsel dari saku celananya. Ini adalah cara terakhir, Lukman menelepon dan mengirim pesan ke Asha, tapi lima menit kemudian nomernya diblokir. Sampai detik ini Lukman hanya bisa mengucap maaf dalam hati dan mengamati Asha dalam diam.

Lukman berulang kali mengingatkan dirinya untuk fokus ujian. Ujian di stage one dibagi dua hari, hari ini dan besok. Satu hari dua materi, tapi jika ingin memborong semuanya dalam satu hari diizinkan selama siswa itu mampu. Ujian tulis untuk grammar dan drama untuk speaking telah diselesaikan oleh seluruh siswa camp dua sebelum makan siang.

Saat ini berlangsung ujian vocab di mana Miss Nurul menyebutkan seratus kata berbeda untuk setiap siswa dalam Bahasa Indonesia dan siswa harus menyebutkan Bahasa Inggrisnya dengan pengucapan yang benar. Miss Nurul memanggil lima siswa sekaligus dalam satu sesi. Setiap sesi membutuhkan waktu satu jam. Hanya ada lima siswa yang sanggup ujian vocab hari ini, di antaranya Lukman dan Asha. Lukman karena memang pintar dan Asha yang pasrah, ditunda sampai besok pun dia tidak akan ingat semua vocab itu.

"Man. Gue bolos pronunciation ya. Tolong info Mr. Bana," pinta Asha setelah ujian vocab selesai. Setelah merapikan buku dan alat tulisnya Asha segera menyampirkan tas pink kesanyangannya di pundak lalu mengekor Miss Nurul keluar dari camp dua.

"Lo ujian pronun besok?!" Rohman berteriak, tapi Asha melengos begitu saja. Entah apa yang ingin dilakukan gadis itu sampai membuatnya bergegas meninggalkan camp dua.

Lukman yang pensaran segera mengejar Asha ke depan camp dua. Waktunya di Pare semakin sempit. Asha bisa saja meminta waktu ujian prounciation malam ini, jika alasannya kuat Mr. Bana tidak keberatan ujian di luar waktu belajar. Lukman mendapat info jika ujiannya cuma membuka kamus dan membaca dua puluh kata yang ditunjuk Mr. Bana kemudian membunyikan simbol-simbol seperti biasa. Jika Asha telah menyelesaikan semua ujiannya dia bisa saja kembali ke Jakarta besok pagi.

"Asha, tunggu!" teriak Lukman. Asha sudah duduk di atas sepeda, siap meninggalkan camp dua. Lukman kesal, sepedanya dihalangi oleh puluhan sepeda lain.

"Asha!" Lukman terpaksa mengejar Asha dengan berlari. Dia melihat Asha belok kanan di Jalan Brawijaya kemudian masuk ke Jalan Selasih. Lukman kehilangan jejak Asha di pertigaan Jalan Flamboyan, dia tidak bisa menebak gadis itu belok ke kiri atau ke kanan. Lukman kembali ke camp dua karena tidak mungkin menjelajah Kampung Inggris tanpa tujuan dengan jalan kaki.

***

Jum'at pagi siswa yang belajar di camp dua bebas karena ujian grammar dan speaking selesai. Lukman telah menyelesaikan seluruh ujiannya kemarin, Asha kurang satu yaitu pronunciation dan Rohman kurang vocabularies. Selama ujian vocab kemarin Rohman duduk di kelas untuk memberikan semangat ke Asha dan Lukman.

Pukul sepuluh pagi Lukman mengayuh sepedanya ke camp tiga. Mencoba peruntungannya untuk berbicara dengan Asha, tapi usahanya kembali gagal setelah Miss April bilang Asha sudah pergi sejak pukul tujuh pagi. Setelah pamit Lukman mengelilingi Pare, mencari Asha di sepanjang jalan yang dilewati dan mendatangi beberapa tempat favoritnya untuk nongkrong.

Setelah satu jam mengelilingi Pare Lukman masih belum menemukan Asha. Lukman beristirahat sebentar di Tansu sebelum pergi bangunan tua. Sampai hari terakhirnya di Pare Lukman masih belum sempat memotret bangunan tua ketika sepi. Pertama kali ke sana ramai oleh anak-anak camp dua, rencanya yang kedua gagal karena mood memotretnya meleleh setelah bertengkar dengan Asha di depan pohon tebu. Waktunya tersisa dua hari yaitu hari ini dan besok karena hari Minggu dia akan kembali ke Pekalongan.

Sambil menyedot susu coklat dingin Lukman mengingat kembali rencananya yang berantakan. Jika sesuai rencana, dia ke camp tiga untuk bertemu Asha lalu memotret di bangunan tua, tapi semuanya gagal karena dia malah mencari Asha yang entah pergi ke mana.

Lukman merogoh ponsel di saku celananya untuk melihat waktu. Setengah jam lagi shalat Jum'at, tapi dia belum menemukan Asha dan memotret. Lukman menempelkan gelas dingin ke wajah dan tangannya yang panas tersengat matahari, berharap dinginnya gelas bisa mengurangi rasa tidak nyaman di kulitnya yang kemerahan.

Gue ke bangunan tua dulu terus shalat Jum'at. Abis shalat Jum'at gue camp tiga lagi. Siapa tahu Asha udah balik atau gue tunggu di camp dua aja. Dia pasti ke sana buat ujian pronunciation. Lukman menyusun ulang rencananya dalam hati.

Setelah menghabiskan es susu Lukman menuju ke bangunan tua. Sesampainya di sana dia melihat Asha sedang membungkuk, menyibak helai demi helai rumput dengan kedua tangannya seperti sedang mencari sesuatu. Posisinya membelakangi jalan setapak sehingga Asha tidak tahu jika seseorang datang. Lukman mengamati Asha dalam diam sambil memegang stang sepeda di sampingnya. Beberapa kali Asha menegakkan punggungnya lalu membungkuk lagi. Peluh tercetak jelas di kaus yang membungkus tubuhnya.

Rencana Lukman untuk mengambil foto bangunan tua gagal lagi. Tidak mungkin, kan, diam saja ketika melihat Asha kesusahan.

Kring

Lukman memberitahukan keberadaannya dengan bel sepeda. Asha sontak berdiri kemudian menoleh ke belakang. Setelah mengetahui Lukman yang membunyikan bel sepeda Asha kembali melanjutkan kegiatannya. Tanpa menunggu lebih lama Lukman memarkir sepedanya di sebelah sepeda Asha.

"Lagi cari apa?" tanya Lukman setelah berdiri di belakang Asha.

Alih-alih menjawab Asha berkacak pinggang sambil meringis karena lelah lalu mengusap peluh di wajahnya yang memerah kepanasan dengan lengan kausnya. Asha beranjak menuju ke salah satu lubang besar di dinding untuk beristirahat tanpa menjawab pertanyaan Lukman lebih dulu.

“Gelang gue ilang.” Asha menunjukkan pergelangan tangannya yang polos tanpa gelang yang melingkar.

"Dari pagi lo di sini?"

"Iya."

"Kapan ke sini? Camp dua enggak ke sini lagi."

"Kemaren sore."

Pantes dia buru-buru kabur abis ujian kemaren, batin Lukman.

"Sama siapa?"

Asha diam.

"Kenapa enggak minta bantuan?"

Asha masih diam. Kesal di hatinya masih setinggi Puncak Jayawijaya.

Lukman menoleh ke sisi kiri bangunan tua yang sepi dan dipenuhi tanaman liar. Jika sedang sial bisa saja di sana ada ular atau hewan berbisa lainnya. Dia takjub dengan pengakuan Asha, di sini sejak pagi dan sendiri. Demi gelang itu Asha melupakan semua ketakutannya.

“Enggak ada, Sha,” ucap Lukman sambil mengelap keringat di wajah dengan punggung telapak tangannya. Dia telah dua kali menyisir bagian dalam dan luar bangunan tua untuk mencari gelang itu. Kakinya kebas karena terlalu lama berjongkok. Setelah berdiri beberapa saat Lukman beranjak lalu ikut bersandar pada dinding berlumut yang mengering di samping Asha.

“Enggak usah dicari lagi,” ucapnya pasrah. “Emang udah bukan rejeki gue lagi kali.” Asha berdiri kemudian melangkah dengan lunglai, menuntun sepedanya keluar kebun tebu menuju jalan kecil tanpa mengucapkan terima kasih atas bantuan Lukman.

Lukman membatalkan rencana untuk minta maaf, sekarang bukan saat yang tepat. Meskipun tidak diminta, Lukman mengawal Asha sampai ke camp tiga karena takut terjadi sesuatu yang buruk dengan gadis itu. Asha bisa saja tertabrak ketika menyebrang di Jalan Brawijaya karena melamun.

Semoga gue masih punya kesempatan buat minta maaf, batin Lukman ketika melihat Asha masuk ke camp tiga.

***

Bab 39 update. Semoga kalian enggak bosen karena ceritanya up tiap hari.

Xoxo
Bae

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro