Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 3 - Sabarlah

#Baper2u
#Bab3

Judul = Triple P (Penantian Pasca Pernikahan)
Nama Penulis = Akhwatul Iffah
Jumkat = 1076

Link Part 2

https://m.facebook.com/groups/291426671038978/permalink/1879388028909493/

Rasa tak sabar ingin mengetahui hasil dan tak sabar ingin harapan itu berbuah kebahagiaan, membuat Alfi terus penasaran dan kepikiran. Sejak semalam ia terus merengek kepada sang suami untuk dibelikan alat tes kehamilan lagi. Karena besok sudah hari ke sepuluh ia telat datang bulan.

"Kan udah pernah Mas beliin bulan lalu, Yank. Udah langsung beli lima biji kan?" Alfi tampak cengengesan.
"Hmmm, se-sebenarnya udah Alfi pakek semua. Semenjak telat haid kemarin."

Alfa mengambil napas cukup panjang, lalu mengembuskannya perlahan. "Ya sudah, insyaAllah lusa Mas beliin. Tapi ada syaratnya."

"Apa, Mas syaratnya?"

"Apa pun hasilnya, jangan kecewa dan jadi beban pikiran berlebihan. Pasrahkan semuanya kepada Allah. Karena hanya Dia yang Maha Mengetahui apa yang terbaik buat hamba-Nya."

"Siap, insyaAllah sayangku." Setelah beri hormat, Alfi langsung memeluk suaminya.

Alfa tak munafik, jika dalam hatinya juga menginginkan buah hati segera hadir di tengah-tengah mereka. Namun, sebagai sosok laki-laki yang kini menjadi pemimpin bagi seorang wanita. Ia harus bisa lebih tegar dan menjadi sosok yang harus menutup segala keresahan hati, agar tidak menambah beban hati wanitanya.

Alfa juga sebagai laki-laki beriman, harus bisa meneguhkan hatinya. Bahwa tujuan utama pernikahan bukanlah agar mempunyai keturunan. Namun, tujuan yang lebih penting dari itu adalah menikah untuk menggenapkan separuh agamanya demi meraih rida Allah Subhanahu wata'ala.

---***---

Rasa tak sabar kadang membuat segala hal tergesa-gesa. Akibatnya, jika terjadi hal yang tak diinginkan, ia akan mengalami kekecewaan yang sangat.
Begitulah yang dialami Alfi saat ini. Saat bangun tidur ia merasakan perutnya tak enak. Hatinya mendadak berdebar, saat pikiran mulai menebak pertanda apa yang terjadi.

Benar saja, saat dirinya memastikan ke kamar mandi, ia melihat cairan merah yang keluar. "Tuh, kan. Bocor lagi," ucap Alfi tampak begitu kecewa. Seketika hatinya merasakan perih, air matanya langsung mencelos dengan lancang, tak bisa dicegah lagi.

"Ya Allah, ada apa sebenarnya dibalik semua ini? Apa dosa hamba, hingga begitu sulitnya keinginan hamba bisa terwujud." Dalam diam, hati Alfi meracau tak jelas akibat kekecewaan yang menyebabkan sesak di dada.

Azan subuh berkumandang, menyadarkan Alfi dari lamunan. Ia hela napas cukup dalam, lalu berusaha menghibur hatinya sendiri dengan janjinya semalam kepada sang suami. Ia pun tak mau, kegelisahannya akan kembali menjadi beban pikiran suaminya.

'Sabar, Fi. Sabar. Nikmati dan syukuri apa yang ada. Belajarlah dulu menjadi istri yang baik untuk Mas Alfa.'
Begitu usai membersihkan diri, Alfi pun segera keluar dan menghampiri Alfa yang berada di ruang salat.

Alfa yang mendapati sang istri mendekat pun akhirnya menoleh. "Mas ... akhirnya bocor," rengek Alfi dengan nada manjanya. Alfa menarik bibirnya ke samping, mempersembahkan senyum untuk menenangkan hati wanitanya.

"Sabar, khoir insyaAllah."

Alfi mengangguk dan membalas senyum sang suami dengan hal serupa lalu berucap,"Ya udah, Alfi nyiapin sarapan dulu ya, Mas." Alfa pun tampak menganggukkan kepala, lalu melakukan salat sunah dua rakaat qobliyah subuh.

Mengingat keutamaannya yang begitu agung. Salat qabliyah ini sangat sayang sekali untuk ditinggalkan. Sebagaimana bunyi Hadits yang cukup masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidah ‘Aisyah berikut: "Dua rakaat salat fajar lebih utama dari dunia dan seisinya” (HR. Muslim)

Sebelum jam enam pagi, Alfa harus berangkat kerja. Karena jarak tempuh dari rumah ke tempat kerjanya berkisar 45 menit. Setelah sarapan pagi bersama, Alfi tak lantas berdiam santai. Wanita itu masih terlihat sibuk menyiapkan keperluan suami. Mulai dari jaket, helm dan masker.

Melihat suaminya keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang telah rapi, Alfi pun telah siap dengan sisir yang telah ia pegang. Alfa yang sudah hafal betul dengan aksi apa yang akan dilakukan sang istri, lantas menghampiri wanita itu.

"Rambutnya sudah agak panjang, Sayang. Potongan ya," ucap Alfi sembari menyisir rambut sang suami, karena menurut majalah islami yang pernah ia baca, menyisir rambut suami merupakan salah satu bentuk keromantisan dengan pasangan. Memang benar, ia merasakan keromantisan itu sejak  mempraktikkannya.

"Masih panjangan punya kamu, Yank."

"Lah terus nggak mau potongan?"

"Ya potongan. Tunggu sampai sempet ya. Hehe."

"Alfi aja ya yang motong besok," ucap Alfi asal, karena kenyataanya dirinya bukanlah ahli potong. Serem, kan kalau sampai hasilnya panjang sebelah?

"Jangan, dong."

"Kenapa nggak mau?"

"Takutnya makin ganteng, kamunya malah makin cinta." Alfa mengatakan ini sembari tersenyum, sedangkan jari jempol dan telunjuknya membentuk huruf V di bawah dagu--gaya orang ganteng.

"Hahaha PD amat."

"Sini," ucap Alfa langsung memeluk sang istri.

Alfi yang terkejut hanya bisa mengerjap-erjapkan kedua netranya. "Kok tiba-tiba meluk?" tanya Alfi begitu sang suami melepas pelukannya.

"Kan kamu bilang PD, kepanjangannya Peluk Dulu, kan?"

Alfi sontak kembali terbahak. "Mas, Mas," ucap Alfi menggelengkan kepala, tak habis pikir ada-ada saja cara sang suami menghibur dirinya.

Setelah Alfa siap di atas motor, Alfi masih setia berdiri di sampingnya. Ia mengantar sang suami sampai ke halaman rumah. Mencium punggung tangan sang suami lalu berkata, "Hati-hati ya, Sayang. Semoga selamat sampai tujuan, mendapat rezeki halal dan barokah."

"Aamiin Allahumma aamiin. Kamu juga hati-hati ya di rumah. Mas berangkat kerja dulu. Assalamualaikum."

---***---

Mentari semakin meninggi, Alfi yang memang berprofesi menjadi seorang guru, kini telah berada di Madrasah Ibtidaiyah. Siap mengamalkan ilmu kepada anak didiknya untuk membantu dakwah Rasulullah, mengajarkan ilmu agama islam sejak dini kepada masyarakat di desanya.

Menjadi seorang sarjana pendidikan Agama adalah pilihannya. Jadilah, sejak lulus kuliah dan sebelum menikah ia sudah menjadi tenaga pendidik.

Hari ini Alfi mempunyai jadwal jam pertama di kelas enam dengan mata pelajaran Fiqih. Setelah mengucapkan salam, menyapa murid-murid dan menanyakan siapa yang tidak masuk. Pelajaran pun akan dimulai setelah  berdoa bersama.

"Siap berdoa mulai!" Suara lantang dari Fiki sang ketua kelas memandu teman-temannya. Namun, ada sebagian dari mereka yang masih asyik bercanda dengan satu sama lain.

"Adit, Ilham, Ubaid, Restu!" Seru Alfi menegur siswa yang terlihat masih bergurau. Pembacaan doa siswa lain pun seketika terhenti.

Alfi berdiri, "Sudah belum guraunya?" tanya Alfi dengan lembut menghampiri empat siswa pencipat kegaduhan itu.

Keempat siswa itu pun langsung menunduk dalam, mulutnya seakan terkunci, tak bicara sepatah kata pun.

"Sudah siap belajar?" Ke empat anak itu mengangguk kompak.

"Bagus, jangan diulangi lagi, ya. Berdoa itu penting sebelum belajar, karena yang memberi kecerdasan, kepintaran siapa anak-anak?"

"ALLAH!" serentak semua siswa kecuali empat laki-laki tadi menjawab.

"Minta sama Allah itu harus khusyuk, jangan main-main kalau mau dikabulkan, ya."

"Iya Bu Guru."

Doa sebelum belajar pun di mulai, Alfi pun sebagai guru tak kalah khusyuk dengan tengadah kedua tangannya meminta kepahaman dan tambahnya ilmu untuk diri beserta anak didiknya.

Guru adalah sosok yang digugu dan ditiru. Jadi apa pun yang akan dilakukan seorang guru, seakan mengharuskan diri agar kita menjadi panutan, baik dalam hal sikap atau pun perbuatan.




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro