Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 21- Rindu

Hari demi hari dilalui Alfi dengan hati menahan rindu. Rindu itu ternyata tak berat karena rindu bukan untuk dibawa melainkan hanya sebuah rasa yang memekik kalbu.

Rencana yang awalnya Alfa akan selalu diusahakan pulang dua hari sekali, ternyata tak sesuai dengan apa yang terjadi. Karena kenyataanya, jadwal kerja Alfa sebagai PHL (Pegawai Harian Lepas) di bagian produksi terbagi 3 shift kerja.

Untuk pekan ini, Alfa kebagian shift malam. Jadilah ia tak bisa pulang sampai akhir pekan nanti. Berat memang, akan tetapi mau gimana lagi. Keduanya hanya bisa saling men-support untuk bersabar dengan apa yang harus dijalani saat ini.

"Kita ambil hikmahnya saja, Sayang. Mas rasa, dengan menahan rindu, rasa cinta dan Sayang dalam hati ini semakin membuncah," ucap Alfa yang kini menatap intens layar gawainya yang menampakkan wajah sang istri. Dari pancaran netranya, tersirat rindu yang sama dengan sang istri.

"Hmmm iya juga, sih, Mas. Untung aja ada dedek Ahmad. Jadi, meski Alfi belum punya momongan sendiri. Setidaknya kehadiran Ahmad di hari-hari Alfi menjadi obat kesepian saat tak bersama Mas."

"Nah, makanya Sayang. Kita harus pandai-pandai menyikapi apa yang kita hadapi, ya. Petik positifnya, jangan pelihara kekurangannya yang membuat kita mengeluh, sehingga lupa untuk bersyukur."

"Iya, Mas. Kita nikmati saja apa yang ada dan manfaatkan sebaik mungkin untuk amal salih, sebagai wujud syukur kita kepada-Nya." Alfa tersenyum lalu mengangguk, setuju dengan apa yang terlontar dari lisan sang istri.

Kapankah manusia akan merasa bahagia? Jika hatinya terus menuntut keinginannya sendiri yang seakan mendikte takdir Allah. Padahal, jika ia mau sadar, takdir Allah itu sudah menjadi ketentuan yang terbaik untuknya. Hanya saja, manusia terkadang buta akan hikmah positifnya, jika ia terus sibuk menuntut akan harapan yang belum juga terwujud.

"Ya sudah, yuk. Kita istirahat, udah malem, nih, Sayang." Alfa langsung menguap saat mengakhiri kalimatnya, tak lupa ia menutup mulutnya yang menganga dengan tangan.

"Iya, Sayang. Alfi juga udah mulai ngantuk, nih. Sengaja nggak tidur siang, biar malemnya nggak susah tidur." Alfa pun mengangguk-anggukkan kepala seraya tersenyum melihat Alfi juga menutup mulutnya yang menguap. Ia lalu berucap salam sebelum mengakhiri video call-nya malam ini.

---***---

Pagi cerah, secerah hati Alfi yang tak sabar menunggu waktu agar segera beranjak sore hari. Pagi ini, dengan keriangan hati ia berdiri di depan cermin. "Allahumma kama hassanta kholqi, wahassin khuluqi," ucap Alfi, lalu tangannya dengan lincah memoles pelembab lalu bedak di wajahnya.

"Bismillah, niat pakai celak karena sunah Rasul," ucap Alfi dalam hati  seraya tangannya kini menggoreskan celak di iris mata bagian bawah. Setelah itu, barulah ia memakai jilbab warna navy dengan setelan baju batik  warna biru muda dan rok hitam.

Hari Sabtu, Alfi hanya ada dua jam pelajaran di kelas tiga pada jam pertama. Tepat pukul delapan, ia keluar dari kelas tiga dengan membawa tumpukan LKS ke kantor guru.

"Assalamualaikum," ucap Alfi saat kakinya akan memasuki pintu. Terdengar kemudian jawaban salam serempak dari beberapa guru yang ada di dalam.

"Wah Bu Alfi udahan aja, nih ngajar. Waktunya saya ya berarti," ujar Bu Ratna yang merupakan guru Bahasa Arab dan memang saat ini waktunya dia mengajar di kelas tiga.

"Hehe iya, Bu. Silakan masuk, saya masih harus ngoreksi tugas rumah anak-anak ini."

"Alhamdulillah. Semangat, Bu. Saya masuk dulu, ya." Alfi mengangguk seraya bibir yang mempersembahkan senyum.

Sepeninggal Bu Ratna, ia pun mulai fokus mengecek pekerjaan rumah anak didiknya. "Huh," adu Alfi saat baru dapat dua LKS yang usai dikoreksi.

"Kenapa, Buk? Pagi-pagi udah cemberut, aja." Bu Heni yang baru saja masuk kantor dan duduk di sebelahnya  menatapnya penasaran saat menangkap raut wajah Alfi terlihat kesal.

"Ini lo, Bu si Tomi. Tetep aja PR nya asal-asalan. Padahal baru tadi dipuji-puji udah mau ngerjain PR. Eh, ternyata hasilnya kayak gini. Mana tulisannya nggak jelas lagi."

"Hehehe, aku yakin banget ini pasti Tomi ngerjainnya tadi di sekolah sebelum masuk kelas."
Alfi tepuk jidat, ia benar-benar patah harapan sekarang. "Jadi, belum ada perkembangan sama sekali, meski kemarin Ibunya dipanggil kepala sekolah?"

Bu Heni hanya mengendikkan bahu. Tampak ia malah cuek dan memilih untuk menikmati nasi goreng yang tadi ia beli di kantin. Sepertinya rasa lapar menyita perhatiannya saat ini.

Hati Alfi benar-benar miris melihat fakta yang ada. Kenapa disaat seseorang wanita berkesempatan untuk mengemban amanah berupa anak oleh Allah. Malah disia-siakan dan sibuk sendiri dengan dunianya hingga membiarkan sang anak dalam dunia malasnya? Membiarkan anak terus bermain yang penting tak mengganggu kegiatannya?

Mana tanggung jawab mereka? Mana kepedulian mereka untuk menjadikan anak yang salih atau salihah? Apakah mereka memang tidak tahu, jika seorang bayi yang keluar dari rahimnya adalah amanah yang besar agar berusaha menjadikan anak itu anak yang salih atau salihah yang diridai Allah SWT. Supaya kelak di akhirat anak itu akan menjadi imvestasinya untuk bisa selamat di akhirat.

Lalu bagaimana dengan orang tua yang lalai?  Yang menganggap dengan mensekolahkan anaknya itu berarti telah lepas tanggung jawabnya untuk mendidik sang anak? Bukankah pendidikan di sekolah formal mereka hanya di didik tak lebih dari enam jam di tingkat sekolah dasar. Selebihnya mereka berada di rumah dan menjadi tanggung jawab penuh kedua orang tuanya.

Di usia enam sampai dua belas tahun itu, mereka belum sepenuhnya bisa bertanggung jawab dengan tugas dirinya sendiri. Mereka lebih asyik dengan dunia bermainnya dari pada belajar dan mengaji.

Jika mereka dibiarkan tanpa ada ketegasan untuk menunaikan kewajiban sebagai hamba Allah dan bimbingan akhlakul karimah. Jangan salahkan, jika kelak mereka tumbuh menjadi anak yang jauh dari kriteria salih atau salihah yang bisa diharapkan kelak  untuk menyelamatkan orang tuanya kelak di akhirat.

---***---

Mentari kini telah berada di ufuk barat. Sinarnya cerah, tetapi tak menyengat rasa panas saat kulit diterpa oleh kilaunya.

Alfi yang baru saja beres bersih-bersih rumahnya, kini ia mempersiapkan diri menyambut suami tercinta dengan mempercantik diri.

Setelah memoles wajahnya sedemikian rupa. Tak lupa ia menyemprotkan minyak wangi di beberapa bagian pada pakaiannya.

"Hmm, bau mawar. Pasti Mas Alfa suka," ucap Alfi tampak riang, senyumnya terus merekah. Menunggu dengan tak sabar kedatangan sang suami yang telah mengabarinya pulang dari setengah jam yang lalu.

Rasulullah SAW pernah berpesan kepada putrinya, Siti Fathimah RA untuk senantiasa senyum dan menjaga air muka di hadapan suami. Pasalnya, senyum seorang istri terhadap suami memiliki ganjaran besar dari Allah SWT.

Artinya, “Wahai Fatimah, Tiada seorang istri yang tersenyum di hadapan suaminya kecuali Allah akan memandangnya dengan pandangan kasih (rahmat),” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Uqudul Lujain fi Bayani Huquqiz Zaujain,

.
.
.
Bersambung
Pasuruan, 16 September 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro