Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 15 - Wisata Religi

Alfi kini sedang asyik sendiri membuka buku yang isinya tulisannya sendiri saat menghadiri majelis-majelis ilmu bersama sang suami di berbagai tempat.
Saat menemukan catatan tentang doa. Ia pun membacanya dengan seksama.

____________________________________
Hadits Qudsi
Ana 'indadhdhonni 'abdihi "Aku (Allah) itu sesuai dengan prasangka hambanya" (Hadits Shohih)

Apa pun keadaanmu. Berprasangkalah yang baik. Begitu pun saat berdoa, berprasangkalah doamu pasti dikabulkan, mesko terkadang tidak langsung terijabah yang sebabnya sebagai berikut :
1. Allah lebih mengetahui yang terbiak buat kita.
2. Doa kita tidak dikabulkan, tapi dosa kota diampuni.
3. Sebagai ganti balak yang tidak terjadi
4. Mengakhirkan terkabulnya doa kita di hari kiamat dan ini sebenarnya lebih afdhol--utama.

______________________________________

"Lagi apa, Sayang?" Terdengar tiba-tiba suara laki-laki yang tak asing di rungu Alfi.

"Eh, Suamiku. Ini lo, Mas. Alfi lagi baca buku catatan yang Alfi tulis saat pengajian."

"Em, emang tentang apa?" Alfa ikut berbaring tengkurap di samping sang istri.

"Tentang prasangka, Mas. Alfi jadi merasa berdosa, deh. Selama ini hati Alfi kadang banyak mempertanyakan kenapa Alfi tak hamil-hamil, belum dikaruniai anak sampai ssekarang, padahal udah doa terus.
Hmmm ... ternyata ini semua hanya Alfinya saja yang kurang sabar ya, Mas." Alfi menoleh ke samping kanan, menatap sang suami dengan pandangan sendu.

Alfa tersenyum, lalu menarik kepala Alfi dari belakang perlahan. Kemudian mengecup kening sang istri cukup lama. Sepertinya, Alfa tak pernah rela melihat sang istri sedih. Ia ingin terus membuat Alfi tersenyum untuknya.

Benar saja, usai kecupan itu. Tampak seulas senyum terhias indah di bibir Alfi, diikuti setelahnya pipinya yang terlihat sedikit kemerahan.

"Kesabaran itu terealisasi karena adanya ujian, Sayang. Ujian itu tak harus berupa kesedihan, kekecewaan. Kebahagiaan yang teranugerahkan pun bisa juga disebut ujian."

"Kok bisa kebahagiaan juga ujian, Mas?" Alfi bangkit, merubah posisinya kini duduk bersandar dengan kaki masih terjulur.

Alfa pun membalik tubuhnya, kini kepalanya ia rebahkan di paha sang istri. "Contohnya gini, kamu kalau di kasih rezeki uang sepuluh ribu seneng nggak?"

"Emm, senengnya biasa aja, sih, Mas. Tapi alhamdulillah juga, sih. Hehe."

"Nah, kalau seumpama lima puluh persen dari sepuluh ribu itu kamu sedekahin untuk orang yang emang butuh banget buat makan, sedangkan kamu butuh juga kamu keberatan nggak?"

"Ya enggak, lah, Mas. Alfi bakal ngalah dengan kebutuhan sendiri dengan secukupnya uang dari separohnya itu." Alfi mengusap-usap kepala sang suami dengan lembut.

"Nah ... itu kalau rezekinya dijatah sepuluh ribu, ya, Yank. Sekarang, kalau kamu dikasih rezeki seratus ribu? Kamu seneng, nggak?" tanya Alfa tanpa menatap ke arah Alfi. Karena saat ini dia menikmati elusan penuh kasih sayang dari sang istri.

"Ya seneng dong, Mas. Kan bisa buat belanja ini itu. Hehe."

"Nah, jika Mas suruh kamu sedekahin lima puluh persennya buat fakir miskin kamu mau?"

"Lima puluh persennya berarti lima puluh ribu dong, Mas."

"Iya."

"Waduh, emang nggak boleh kalau sepuluh ribu aja, ya?"

"Nah, itu namanya ujian kebahagiaan, Sayang. Saat kita mendapat kegembiraan karena dapat rezeki banyak, ternyata kita merasa sayang untuk bersedekah lebih banyak."

"Astaghfirullahal'adzhim. Iya juga ya, Mas." Alfi menatap ke arah depan, memikirkan kekhilafan pola pikirnya. Padahal itu hanya sekedar contoh dia bisa khilaf, bagaimana jika itu nyata? Apakah ini pertanda bahwa dalam hatinya terdapat cinta akan dunia?

---***---

"Bismillahirrohmanirrohim." Alfi meneguk jamu yang baru saja ia buat, tampak memicingkan mata dan merapatkan kedua bibirnya saat merasakan dua rasa aneh bercampur jadi satu itu.

"Hari ini jadwal ke Bu Ninis, ya, Sayang?" tanya Alfa yang baru saja meletakkan gelas di washtafel.

Alfi mengangguk saat menoleh ke arah sang suami. "Iya, Mas. Alfi udah izin nanti pulang cepat dari sekolah. Nanti jam sembilan jemputnya ya, Mas."

"Siap, Sayang. Kamu sudah salat Duha?"

"Masih mau, Mas." Alfi nyengir sembari meletakkan gelas yang telah kosong di tangannya. Lalu meraih spon yang dialiri sabun, berniag mencuci gelas dan piring yang kotor usai sarapan.

"Ya udah. Mas ke atas dulu ya. Mau nengotin si Buping."

"Buping?"

"Iya, bunga yang warna pink, yang mekarnya hanya pagi hari itu lo, Sayang."

"Hehehe, ada-ada aja, sih, Mas. Buping, Bunga pink. Tapi bener juga, sih." Alfi terkekeh sembari geleng-geleng kepala. Begitu usai, tangannya langsung menyentuh serbet untuk mengeringkan tangan yang basah.

---***---

Langit tampak kelabu, sang mentari sepertinya sejak pagi enggan menampakkan dirinya dan memilih bersembunyi di balik awan sampai menjelang siang ini.

Tepat pukul 11.00 WIB Alfi tampak keluar dari rumah Bu Ninis dan berjalan menghampiri sang suami yang menunggunya di parkiran.

"Sudah, Sayang?" Alfi mengangguk dengan bibir tersenyum menanggapi pertanyaan Alfa.

"Gimana hasilnya?" tanya Alfa yang malah menyuruh duduk sang istri di dekatnya. Alfi pun menuruti perintah sang suami.

"Alhamdulillah katanya terus membaik, Mas."

Alfa menyungging senyum, bahagia mendengar hasilnya dan tak lupa ia mengucap kalimat syukur, "Alhamdulillah."

"Setelah ini sesuai rencana semalam kan, Yank?" Alfa meraih tangan sang istri yang berada di pangkuannya. Kemudian ia bangkit.

"Iya dong, Mas. Kan kita udah niat. Termasuk ikhtiyar juga, kan." Alfi mendongak lalu ikut bangkit, kedua tangan itu bergandengan menuju motor yang parkir di paling ujung barat. Sejak tadi, Alfa menunggu di gazebo kecil yang berada di ujung timur parkiran ini.

Suasana begitu syahdu, mendung tetapi tak hujan, angin sepoi-sepoi ikut menemani, menambahnya syahdu menjelang siang hari ini.

Semalam, Alfa mengajak Alfi untuk ziarah ke Makam Mbah Kiyai Hamid selepas periksa ke Bu Ninis. Selain silaturahmi kepada para orang salih, di sana keduanya juga bisa mengambil berkah, mengharap terijabahnya doa melalui washilah para Kiyai atau Habaib yang merupakan waliyullah-kekasih Allah.

Hal ini seperti ditegaskan oleh Imam Al-Ghazali:   زيارة القبور مستحبة على الجملة للتذكر والاعتبار وزيارة قبور الصالحين مستحبة لأجل التبرك مع الاعتبار   “Ziarah kubur disunnahkan secara umum dengan tujuan untuk mengingat (kematian) dan mengambil pelajaran, dan menziarahi kuburan orang-orang salih disunahkan dengan tujuan untuk tabarruk (mendapatkan barakah) serta pelajaran,” (Al-Ghazali, Ihya’ Ulum ad-Dien, juz 4, hal. 521).

Sekitar sepuluh menit yang dibutuhkan Alfa melajukan motornya menuju lokasi pemakaman yang berada tepat du belakang Masjid Al Anwar kota Pasuruan itu.

Setelah memarkirkan motor di parkiran depan masjid. Alfa dan Alfi berjalan beriringan menyeberang jalan menuju gang selatan masjid. Begitu memasuki gang, keduanya disambut para penjual yang cukup ramai menawarkan barang dagangannya. Mulai dari penjual makanan, foto para ulama', pakaian, assesoris dan lain-lainnya.

Sekitar sepuluh meter dari gang, di sebelah kanan jalan terdapat bangunan yang merupaka musala khusus wanita. "Alfi wudlu dulu ya, Mas."

"Iya, Sayang. Nanti kalau udah dari makam, tunggu di sini, ya."
Alfi pun mengangguk dengan mempersembahkan senyum.

Alfa pun tersenyum, lalu meneruskan langkah ke tempat wudu laki-laki yang berada di belakang bagian selatan masjid.

.
.
.
Bersambung
Pasuruan, 10 September 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro