Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 12 Romantis

Bibir merah dengan pipi gembul, bulu mata yang sedikit lentik dengan alis melengkung bak bulan sabit. Menambah ketampanan bayi kecil Ahmad, meski tak memiliki hidung mancung. Jempol Alfi tampak mengelus-elus jari mungil yang menggenggam jari telunjuknya. Begitu lembut dan menggemaskan, membuat Alfi sesekali mencium punggung tangan bayi mungil itu.

Hampir setiap sore, setelah usai mengerjakan pekerjaan rumahnya. Alfi ke rumah sang adik, untuk mengambil sang keponakan dan membawanya ke rumah. Meski belum punya anak yang lahir dari rahimnya, setidaknya saat ini dia merasa harus belajar menggendong bayi yang memang sebelumnya ia takuti.

Iya, dulu Alfi tak pernah mau menggendong bayi. Alasannya karena takut jatuh dan tubuh bayi itu sangat lembut dan lunak. Sehingga ia merasa tak tega dan takut menyakiti sang bayi.

"Eh, Ahmad dateng, nih. Hmmm wangi." Alfa yang sejak tadi duduk di depan laptop langsung bangkit saat melihat kedatangan istrinya, lalu mencium pipi Ahmad.

"Mau gendong, Yank?" Alfa sontak menggeleng.

"Kenapa?"

"Takut jatuh, Yank." Alfi terkekeh lalu berucap. "Sama, sih. Alfi dulu juga takut. Tapi sekarang belajar berani, meski masih kelihatan kaku kan, ya."

Alfa mengangguk, membenarkan tangan Alfi yang masih terlihat kaku saat menggendong Ahmad. "Enggak apa-apa, Sayang. Entar kalau udah biasa juga nggak bakalan kaku, kok. Ini aja Ahmad langsung menguap digendong kamu," ucap Alfa, tangannya bergerak menutup mulut Ahmad yang terbuka lebar.

"Habis mandi, perut kenyang sudah minum Asi. Kayaknya emang udah jadi kebiasaan bayi mulai ngantuk ya, Mas."

"Nggak hanya bayi aja, Sayang. Kamu kan juga suka gitu."

"Hahaha. kayak kamu enggak aja, Mas."

"Hahaha. Sssttt, jangan buka rahasia dong."

Ahmad yang sejak tadi mengerjap-ngerjapkan kedua matanya, mulai terdengar rengekan dari mulutnya. Alfa dan Alfi pun saling berpandangan, seakan tahu jika ulah keduanya barusan mengusik ketenangan Ahmad yang terlihat mengantuk.

"Ya udah, Alfi timang-timang Ahmad dulu, ya, Yank." Alfa mengangguk, kemudian ia kembali duduk di tempat semula dan mulai sibuk dengan pekerjaannya mengetik pesanan undangan.

"Ya Allah Ya Rohman Ya Rohim Ya Malik. Ya Quddus ya Salam Ya mu'min ya Muhaimin." Suara merdu Alfi terdengar lirih sembari menimang Ahmad dalam gendongannya. Tak henti bibirnya mengukir senyum, merasa bahagia bisa mendekap bayi mungil yang ada tompel di pipi kirinya.

Tak butuh waktu lama, saat Alfi usai melantunkan asmaul husna yang ada 99 itu. Mata Ahmad pun telah tampak terpejam dan nyaman beringsut dalam dekapan Alfi.

'Ya Allah ... Sayang. Bayi suci tanpa dosa, sungguh tenang hati ini saat melihatmu, Nak. Hati juga merasa bahagia,' batin Alfi sembari netranya tak lepas menatap Ahmad.

Menikmati kebersamaan mendekap bayi, menjadi momen candu bagi Alfi. Meski bayi tertidur, tak lantas ia menidurkannya di kasur. Alfi masih menimangnya perlahan, sembari lisannya kembali menyenandungkan lagu salawat.

---***---

Terik mentari memberi efek hawa panas bagi para penghuni bumi yang beraktivitas di luar rumah. Begitu pun Alfa dan Alfi yang kini sedang berbelanja barang-barang untuk stok di tokonya.

"Sayang, setelah ini kita belanja buat keperluan dapur dan kamar mandi ya, stok di rumah menipis," ujar Alfi sembari memakai helem. Ia pun mengajak Alfa sekalian belanja karena kali ini belanja barang toko tak banyak. Sehingga nanti keduanya tak mengalami kerepotan jika harus membonceng barang terlalu banyak.

"Iya, Sayang." Alfi tampak meletakkan kardus di bagian depan motornya.

Keduanya pun langsung meluncur ke supermarket. Seperti biasa, Alfi dengan catatan di ponselnya mulai memilih dan mengambil beberapa barang keperluannya. Kemudian meletakkan di keranjang belanja yang di pegang sang suami.

"Mi instan secukupnya aja, Sayang. Kurangi porsinya ya. Kalau bisa minimal sepekan sekali."

"Hmmm mana bisa, Mas. Alfi kan dari dulu suka banget makan mi," ucap Alfi yang menghentikan aksinya memilih Mi instan dari berbagai varian.

"Kita belajar pola hidup sehat dengan makanan sehat ya, Sayang. Mas dulu juga suka banget, kok. Hanya saja, Mas tahan. Lama-lama juga akan biasa hidup tanpa makanan instan."

"Emmm, bukan karena irit kan, Mas?" Alfi memastikan jika suaminya tak memberi alasan yang mengada-ada karena dirinya saat ini tak mempunyai penghasilan tetap di setiap bulannya.

"Sama sekali nggak, Sayang. Beli apa pun yang kamu mau. Asalkan itu menyehatkan dan secukupnya. Biar nggak mubazir."

"Hehehe iya iya, Sayang. Bercanda, kok. Alfi juga nggak mau punya kawan setan akibat mubazir." Alfi pun menuruti titah sang suami. Ia hanya mengambil lima biji. Biasanya ia mengambil sepuluh biji saat waktu belanja seperti ini.

"Beli minuman dingin ya, Mas. Tenggorokan Alfi kering kerontang, Nih."

"Iya, Sayang. Sekalian buat Mas juga, ya."

"Sebotol berdua aja ya, Mas. Alfi nggak habis kalau sendirian." Alfa menganggukkan kepala dengan bibir yang tak lelah mengukir senyum.

---***---

Menunggu adalah suatu hal yang membosankan bagi setiap orang. Apalagi jika yang ditunggu hanyalah sebuah antrian untuk mendapat sesuatu yang dibutuhkan. Bukan hanya bosan, tetapi juga rasa tak sabar mendera. Ingin rasanya menerebos apa pun yang menjadi penghalang. Namun, apalah daya, bukankah dimana pun kita berada, hendaklah kita mengedepankan adab.

"Eh, eh Mas aku duluan, ya. Buru-buru banget, nih."

Alfa yang menjadi korban terobosan perempuan paruh baya itu hanya bisa menghela napas. Sangat kesal sebenarnya. Namun, apalah ia yang lebih muda. Tak mungkin ia mencaci orang yang lebih tua itu, karena dirinya hampir lima belas menit antre di kasir untuk membayar barang belanjaannya.

'Sabar ... innallaha ma'ashsshobirin,' bisik hati Alfa kepada dirinya. Dalil umum yang pasti banyak orang tahu. Namun, untuk penerapannya butuh perjuangan. Karena harus mengalahkan hawa nafsu.

"Sudah, Yank?" Alfi yang sejak tadi menunggunya di bangku depan supermarket tampak berdiri menyambut sang suami dengan bibir kering yang menyungging senyum.

"Iya, Sayang."

"Udah haus banget, ya?" tanya Alfa yang kini membuka kantong plastik untuk mengambil minuman dingin. Alfi tampak mengangguk antusias, tak sabar rasanya ia mengairi kerongkongan yang terasa begitu gersang.

"Bismillah dulu, Sayang," tegur Alfa saat istrinya main kecup ujung botol itu tanpa ucapan basmalah. Alfi pun menurunkan lagi botol di tangannya sembari nyengir. "Hehe lupa, Mas. Bismillahirrohmanirrohim."

Keromantisan ketika mempunyai pasangan halal, inilah salah satunya, saling mengingatkan saat salah satunya lalai atau pun lupa. Mengingatkan dalam hal ibadah adalah salah satu keromantisan yang sangat sweet menurut Alfi. Karena hal itu menunjukkan, jika pasangan berharap hidup bersama tak hanya di dunia, tetapi juga berharap akan hidup bersama sampai di surga-Nya nanti. Aamiin, InsyaAllah.

.
.
.
.
Bersambung
Pasuruan, 05 September 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro