Part 09 Kembali Mencoba
#Baper2u
#Bab9
Judul = Triple P (Penantian Pasca Pernikahan)
Nama Penulis = Akhwatul Iffah
Jumkat = 1075
Link Part 08
https://m.facebook.com/groups/291426671038978/permalink/1885433931638236/
Setiap asa pasti memiliki harapan untuk segera menjadi nyata.
Setiap harapan sudah selayaknya terselubung dalam doa sebagai wujud ikhtiyarnya.
Setiap ikhtiyar pasti membutuhkan kesabaran dalam penantiannya.
Setiap kesabaran pasti membutuhkan pengorbanan hati agar selalu baik dalan berprasangka.
Setiap prasangka sudah selayaknya tertata dengan baik agar tak dikecoh oleh nafsu madzmumah.
Karena setiap harapan, hanya Allah yang mampu mewujudkannya menjadi nyata. Jadi sudah selayaknya, setiap manusia menggantungkan segala harapnya hanya kepada-Nya.
Iya, begitulah hidup yang di jalani Alfi. Menata hati agar tetap tegar. Meminta kekuatan saat hatinya lemah. Meminta kesabaran saat hatinya kecewa.
Ikhtiyar untuk ke dokter ingin sebenarnya ia lanjutkan. Namun, apalah daya. Faktor ekonomi tak mendukung, malah yang ada, dua hari yang lalu suaminya di PHK karena pabrik tempat ia bekerja melakukan PHK massal akibat perusahaan pailit.
Sebagai istri yang baik, ia harus bersabar dan tidak menekan sang suami agar segera mencari pekerjaan baru. Toh, semenjak keduanya menikah, Alfa sudah mulai merintis usahanya di rumah dengan membuka toko yang menjual alat tulis dan kini berkembang juga melayani print dan fotokopi.
"Sudah siap, Sayang?" tanya Alfa yang kini sudah siap dengan setelan sarung warna hitam dan baju koko warna krem muda.
"Iya, Sayang." Alfi datang menghampiri dan telah siap dengan gamis warna hitam dengan kerudung warna krem. Sengaja kompakan dengan sang suami.
Keduanya pun akhirnya berangkat ke kota, berniat datang ke masjid jami' pasuruan untuk menghadiri majelis taklim yang memang rutin di adakan setiap ba'da maghrib pada malam sabtu.
Sengaja Alfa dan Alfi berangkat selepas salat Asar. Karena sebelum acara pengajian, keduanya berniat untuk ziarah ke makam KH Abdul Hamid. Salah satu auliyaullah yang masyhur di kota pasuruan.
Makam beliau yang berada di belakang masjid Al Anwar kota Pasuruan itu. Hampir selalu ramai oleh peziarah yang berniat ngalap berkah--mencari keberkahan dan dijadikan washilah--perantara ingin terkabulnya doa.
Satu jam berlalu. Alfi dan Alfa telah keluar dari gerbang makam. Keduanya berjalan beriringan menyisiri gang menuju jalan raya yang merupakan alun-alun kota.
"Maghrib masih satu jam lagi, Yank. Enaknya ngapain dulu, nih?" tanya Alfa usai menengok jam di pergelangan tangannya yang masih menunjukkan pukul 16.30 WIB.
"Jajan dulu, yuk, Mas. Setelah itu kita duduk-duduk di taman alun-alun. Mumpung air mancurnya nyala, tuh." Alfi menunjuk ke arah taman yang memang di bagian tengahnya ada air mancur yang hanya akan nyala sore dan malam hari.
"Ide yang bagus, sekalian buat pengganjal perut ya. Biar nanti nggak kelaperan. Makannya setelah salat jemaah Isya aja."
"Iya, Mas." Alfa sama sekali tak lepas menggandeng Alfi sejak tadi. Apalagi saat menyeberang. Tangannya menggenggam erat tangan sang istri.
Setelah menyeberang jalan, keduanya masuk are taman alun-alun yang tampak cukup dipadati pengunjung dan beberapa pedagang kaki lima yang hampir ada di setiap bagian sudutnya
"Kita beli cilok, ya, Mas." Alfi langsung menjatuhkan pilihannya saat netranya melihat penjual cilok yang duduk santai, tampak sepi pembeli.
"Iya boleh, minumnya?"
"Air mineral aja." Alfa pun mengangguk. Lalu memesan apa yang sang istri inginkan.
Alfi sengaja diam, membiarkan sang suami yang memesan. Karena sang penjual cilok itu laki-laki.
Selang beberapa menit, setelah menerima pesanan dan membayarnya. Keduanya langsung melanjutkan langkah, mencari bangku kosong untuk mereka duduk.
"Duduk di sana, ya, Mas." Tunjuk Alfi ke sebelah utara yang memang tak banyak pengunjung di sana.
Keduanya baru menyantap cilok yang di bawa, setelah mereka dalam posisi duduk.
"Seneng ya, Mas. Kalau ke sini ngajak anak. Bisa ngajak mereka sekalian main-main di sini." Alfi yang melihat anak kecil berlarian, bermain prosotan, ayunan dan lainnya tampak tersenyum nanar.
"InsyaAllah, suatu saat nanti ya, Sayang. Sabar, kita nikmati apa yang Allah anugerahkan saat ini." Alfi menatap sang suami kemudian menganggukkan kepala.
"Wah, ciloknya enak lo, Sayang. Coba, deh," ucap Alfa berusaha mengalihkan pembahasan. Tanpa canggung ia menyuapi sang istri.
Alfi sempat ragu untuk menerima suapan itu. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, setelah pasti tak ada yang melihat ke arah keduanya. Barulah ia melahap cilok dari tusuk yang dipegang sang suami. "Gimana? Enak, kan?" Alfi pun menganggukkan kepala, masih dengan kucahan yang sepertinya tampak keenakan.
---***---
Langit tampak gelap begitu usai acara majelis taklim. Setelah salat Isya berjemaah, orang-orang yang hadir, mulai berhamburan keluar. Termasuk Alfi yang masih antri dengan sabar menuju ke pintu keluar.
Saat dirinya berhasil keluar, kepalanya celingukan mencari sosok Alfa. Ia pun terus melangkah, menuju tempat yang agak sepi, lalu mengambil ponselnya, berniat mengirim pesan untuk menanyakan posisinya saat ini berada dimana.
[Bentar ya, Sayang. Mas ke kamar mandi dulu]
Baru saja Alfi usai membaca balasan pesan dari sang suami. Tiba-tiba ia merasakan sebuah tangan menepuk pelan pundaknya. "Mbak Alfi?" ucap orang itu yang ternyata sosok perempuan.
"Loh, Mbak Novi?"
Keduanya pun saling berbalas senyum, sembari berjabat tangan. Lalu keduanya pun cipika cipiki.
Novi adalah teman yang cukup dekat saat di pondok dulu. Semenjak Alfi keluar dari pondok, baru kali ini ia bertemu dengan teman sekelasnya itu.
"Ya Allah, Mbak apa kabar?"
"Alhamdulillah baik. Mbak Novi gimana?"
"Alhamdulillah baik juga."
"Ke pengajian?"
"Iya. Mbak juga?"
"Tadinya, sih niatnya iya. Tapi malah telat. Hehehe."
"Sama siapa, Mbak?"
"Suami, ini lagi nungguin dia."
"Oalah, sudah nikah? Nggak undang-undang, nih."
"Hehehe kita kan los kontak, Mbak. Pean gimana? Udah nikah?"
"Alhamdulillah udah juga. Udah punya anak berapa, Mbak?"
"Belum punya, Mbak. Doanya ya."
"Sama kalau gitu, Mbak."
Obrolan keduanya pun berlanjut dengan berbagi pengalaman masing-masing mengenai promil. Hingga akhirnya, obrolan keduanya pun terputus saat suami Novi datang lebih dulu, sedangka Alfa belum nongol juga.
"Mas Alfa mana, sih. Lama amat ke kamar mandinya." Alfi melongok ke arah selatan, karena orang di sekitar yang tadi ramai kini telah sepi. Namun, detik kemudian, akhirnya Alfa menampakkan batang hidungnya.
"Lama amat, Mas?"
"Hehe, maaf Sayang. Ditagih storan yang tak bisa ditahan lagi." Alfi pun yang paham maksud sang suami sontak terkekeh seraya menggeleng-gelengkan kepala.
"Ya udah, yuk. Makan nasi goreng aja, ya." Alfi mengangguk dan mengiringi langkah sang suami.
Setibanya di kedai nasi goreng. Alfa langsung memesan dua nasi goreng dengan minuman teh hangat. Setelahnya, ia pun duduk di samping sang istri untuk menunggu pesanan datang.
"Oh iya, Mas. Tadi Alfi ketemu teman Alfi di pondok lo, Mas."
"Oh iya."
"Iya, terus dia cerita kalau dia sampai sekarang belum hamil juga. Padahal nikahnya udah tiga tahunan."
Alfa bergeming, menyimak ucapan Alfi yang memang hanya berjeda. "Terus kita saling cerita ikhtiyar yang udah dilakuin, Mas. Nah, Mbak Novi itu sekarang lagi jalanin pengobatan herbal di daerah deket sini, Mas. Kita coba juga ya, Mas."
Alfa terdiam tampak berpikir. Seakan bisa membaca pikiran sang suami, Alfi pun berucap,"Katanya biayanya seikhlasnya, Mas. Tinggal nanti kita amplopin gitu saat pamitan."
"Oh gitu. Ya udah, insyaAllah ya, Yank kita coba dulu." Alfi menatap sang suami dengan binar bahagia. Pasalnya, ia merasa Allah memberikan jalan keluar ikhtiyar lain untuk dirinya dan suaminya.
.
.
.
.
Bersambung
__________________________
Pasuruan, 01 September 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro