Triangle: Three
( '-') ~ Triangle | Three ~ ('-' )
Kami berjalan lagi menyusuri pantai, mencari kalau-kalau di sini ada beberapa manusia yang tersisa dan sedang menyembunyikan diri. Sebenarnya kami tidak tahu ke mana kami akan pergi dan apa yang sedang kami tuju. Kami hanya berjalan dan terus berjalan, meninggalkan perumahan kami sebelumnya yang sudah hancur lebur dan tidak berpenghuni. Hanya berharap setidaknya, selain kami ada manusia lain yang masih selamat, dan manusia-manusia tersebut tahu ke mana kami harus pergi untuk ikut menyelamatkan diri.
Suhu pantai di malam hari memang cukup membekukan. Aku merapatkan jaket kulit tipis kumal yang kupunya, mengatupkan resletingnya hingga leher. Yoongi pun melakukan hal yang sama. Tampaknya dia juga kedinginan. Kukira manusia beku dan kaku seperti Yoongi sudah kebal terhadap suhu karena mengingat mereka sama-sama dingin. Setidaknya tadinya kupikir begitu, ternyata tidak. Ya ... aku cukup kecewa sih, mengetahui fakta Yoongi kedinginan, karena itu berarti Yoongi memang manusia, tidak robot cyborg seperti yang selama ini kukira.
"Apa tidak sebaiknya kita berhenti di sini? Bukannya di sini sudah bersih dan tidak ada puing-puingnya. Kita juga bisa makan sebentar, mengingat aku terakhir makan siang tadi dan itu sudah nyaris sepuluh jam."
Yoongi berhenti, kemudian dengan helaan napasnya yang mengeluarkan asap, dia mengangguk. "Baiklah, kita istirahat dan makan di sini."
Kami pun pergi lebih ke tepian, menyenteri tanahnya sebentar memastikan tidak ada air atau paling tidak anggota tubuh manusia yang tercecer di sana---sebenarnya dari tadi kami berjalan di pinggir pantai ini, belum sekali pun kami menemukan Mimi atau mayat manusia yang membusuk dan tidak utuh, namun aku tetap mewaspadainya.
Setelah memastikan semuanya bersih, kami mulai duduk, mengeluarkan beberapa bungkus roti dan mi instan dari dalam tas beserta dua botol air mineral.
"Air kita tinggal tiga botol, sepertinya kita harus cari minimarket atau toko lagi," ujarku masih membongkar-bongkar isi ransel.
"Ya, nanti kita cari lagi." Yoongi mengambil sebungkus roti kemudian mulai memakannya dengan tenang.
Aku pun meraih sebungkus roti sandwich isi daging, membukanya, lalu menggigitnya besar-besar. Selesai dengan sandwichnya, aku meraih sebungkus lagi roti isi kacang merah. "Kau sih, tadi kuajak mencari toko tidak mau," cerocosku sambil terus menggigit rotinya besar-besar sampai mulutku terasa begitu penuh.
Yoongi tetap makan dengan tenang, mengabaikan aku yang terus berceloteh menyalahkannya yang menolak ajakanku untuk memeriksa beberapa toko.
"Makan saja yang benar, setelah itu kemasi barang-barangmu. Beberapa jam lagi siang dan kita harus mencari tempat persembunyian. Kita tidak tahu ada seberapa banyak mayat hidup itu di sini," tutur Yoongi lalu menenggak habis sebotol air mineralnya.
Mendengar itu, aku mempercepat kunyahanku, lalu menelannya cepat. Tidak, aku tidak mau coba-coba untuk main kejar-kejaran sama Mimi. Mereka itu atlet lari cepat sejati.
Aku memasukkan sisa makanan yang tersisa ke dalam ransel lagi, lalu berdiri dan menyandangnya. "Ayo kita pergi," ajakku yang langsung diiyakan Yoongi.
"Kita harus masuk lagi ke arah bangunan-bangunan di sana untuk menemukan lorong bawah tanah atau paling tidak terowongan," ujar Yoongi yang langsung kuangguki.
Kami mulai berjalan ke arah bangunan-bangunan lagi. Bangunan di sini sangat berbeda dari tempat yang tadi. Di sini bangunannya sama parahnya dengan tempat-tempat yang kami lewati kemarin-kemarin. Kebanyakan sudah roboh dan membentuk bukit puing-puing dengan kawat mencuat---membuat kami harus berjalan ke tepi atau kalau tidak ada jalan harus memanjat. Beberapa hanya runtuh sebagian dan menyisakan dinding yang retak-retak. Tiang-tiang listrik dan lampu lalu lintas tumbang melintang memenuhi jalan-jalan. Sampah-sampah bertebaran.
Aku sibuk menyenter-nyenteri sekitar sini, namun terhenti ketika di ujung kejauhan sana ada bayangan gelap seperti sedang berjalan kemari. "Yoon, itu hantu lagi atau apa?" tunjukku pada bayang-bayang itu.
Yoongi mengarahkan senternya ke sana, namun karena terlalu jauh, cahayanya tidak sampai. "Berjalan seperti manusia," gumam Yoongi masih berusaha menyenteri.
Mendengar kata manusia, tiba-tiba aku bersemangat. "Heeeiiiiii! Di siniiii!" lalu aku bersorak sambil melambai-lambaikan tangan dengan semangat. Mencopot senter dari kepalaku dan menggerakkannya membentuk pola-pola acak.
Mereka semakin mendekat, dan jalannya semakin cepat---agaknya mereka berlari. Aku pun semakin bersemangat untuk berteriak. Sementara Yoongi tetap berdiri diam dan terus mengamati dengan mata menyipit.
Rrghh! Arrgh!
"Diam!"
Yoongi menutupkan tangannya ke mulutku cepat dengan raut panik. Aku pun ikut terdiam dan menajamkan pendengaran. Perlahan, aku memasangkan lagi senternya ke kepalaku.
"Suara apa itu Yoon?"
Yoongi masih terlihat diam, sebelum akhirnya mencengkram pergelangan tanganku kuat dan menariknya. "Itu bukan manusia! Itu zombie!" teriaknya panik.
Kami kembali ke arah belakang, berlari secepat mungkin.
"Sial. Ternyata kita akhirnya tetap kejar-kejaran dengan Mimi. Sial!" umpatku panik sambil terus berlari kencang.
"Ke sini! Di sana ada bukit puing-puing!" teriak Yoongi menyuruhku memasuki gang di antara dua bangunan setengah hancur di bagian kanan.
Napasku memburu, begitu juga dengan Yoongi. Asap-asap kelabu terus keluar masuk dari hidung dan mulut kami.
Aku rasanya benar-benar tidak sanggup bernapas lagi. Kakiku entah berada di mana rasanya sekarang dan dadaku nyeri, sesak, namun aku tetap memaksa berlari.
"Kemari!" teriak Yoongi terengah-engah di depan, berbelok ke arah kanan lagi.
Aku pun mengikuti. Sebelum berbelok, dari ujung sana ada yang berjalan santai patah-patah. "Sial. Mereka di mana-mana."
"Cepat Bodoh!" Yoongi lagi-lagi berteriak di depan sana ketika menoleh ke belakang dan melihat lariku benar-benar melambat.
"Sebentar," pintaku akhirnya berhenti, menumpu tangan ke lutut, menghirup udara sebanyak-banyaknya. Sumpah, dadaku terasa sesak seperti mau meledak.
"Argh!" Yoongi mengerang di depan sana, kemudian kembali menghampiriku dengan napas yang sama memburunya. Keringat tampak membanjiri wajah dan pelipisnya, bahkan rambutnya sudah basah seperti habis kena siram seember air.
"Kakiku-" Aku menghela napas lagi. "Kakiku tidak terasa. Dadaku---dadaku sesak."
"Ke sinikan ranselmu." Yoongi menarik ransel yang tersampir di bahuku, lalu menyampirkannya di bahunya yang satu lagi. "Cepat naik kalau kau tidak mau benakmu dicongkel mereka!" titah Yoongi kemudian menghadapkan punggungnya.
Aku menggigit bibir kuat menatap itu. Aku ingin bilang, "Kau pergi saja. Tinggalkan aku di sini dan selamatkan dirimu." Seperti di film-film. Tapi aku tidak bisa bohong, aku takut mati. Aku tidak mau benakku dicongkel dan berubah jadi Mimi. Aku tidak mau. Tapi aku juga tidak mau menyusahkan Yoongi.
"Cepat! Jangan berpikir untuk tinggal di sini dan mati sendiri. Kalau harus mati, kita mati berdua!"
Aku jadi ingin menangis di saat bersamaan mendengarnya.
"Cepat!"
Dan pada akhirnya, aku menaiki punggung Yoongi sambil menangis kencang. Berusaha mengurangi rasa bersalahku yang menumpuk.
"Diamlah Jey Bodoh! Kau berat!"
Biasanya kalau Yoongi bicara begitu aku akan marah dan mengomelinya. Tapi kali ini, aku malah ingin menangis semakin kencang. Meskipun berkata begitu, Yoongi tetap berlari dan menggendongku sungguh-sungguh. Menerobos pekatnya malam dengan cahaya senter yang mulai meredup---kehabisan baterai di saat yang tidak tepat, sial. Melompati puing-puing, dan terakhir, Yoongi berhenti mendadak.
"Sial!" umpatnya.
Di depan kami ada reruntuhan entah gedung apa itu menumpuk tinggi, membentuk bukit, dan menutupi semua jalan. Sementara di jalan sampingnya sungguh tidak memungkinkan untuk ke sana, karena 'mereka' semakin dekat dan erangannya semakin jelas.
"Aku bisa memanjat, kok," ucapku akhirnya setelah tangisku mereda dan sisa segukannya saja.
Yoongi tampak ragu, kemudian menurunkanku. Kami mulai memanjati puing-puing dengan besi-besi mencuat itu, namun, seperti yang kubilang, Mimi adalah atlet lari cepat sejati. Mereka hampir sampai ke arah kami dan mulai ikut memanjati puingnya juga.
Aku dan Yoongi mempercepat gerakan kami. Kami pun akhirnya sampai di bagian atasnya yang tidak rata dengan besi tajam di mana-mana. Namun, Mimi juga nyaris mencapai kami, dan entah datang dari mana, tiba-tiba ledakan keras beserta kobaran api yang besar itu datang, dan yang kuingat terakhir kali hanya Yoongi mendekapku dan tubuhku melayang. [ ]
T
hanks for reading. Secuil jejak Anda means a lot \(*°-°*)/
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro