Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Triangle: End

( '-') ~ Triangle | End ~ ('-' )

Rasanya masih sulit kuterima. Yang baru saja Lui katakan sangat tidak maksud di akalku.

"Itu tidak mungkin," lirihku.

"Bagaimana bisa tidak mungkin. Itu mungkin. Bukannya kau baru saja melihat buktinya? Kenapa kau bisa tidak tahu tentang dirimu sendiri?"

"Kata Yoongi aku sebelumnya mengalami kecelakaan yang menyebabkan amnesia. Jadi aku tidak bisa ingat apa-apa."

"Lalu bagaimana menurutmu manusia biasa bisa luput dari pembersihan besar-besaran?"

"Tapi kata Yoongi ketika pembersihan pakai bom atom, kami bersembunyi di dalam brankas besar di rumahku. Jadi kami bisa selamat." Aku masih terus berusaha menyangkal ucapan Lui. "Dan memang benar kok, ketika aku terbangun. Kami berada di dalam brankas besar."

"Menurutmu saja, bagaimana manusia biasa yang bersembunyi di dalam brankas yang notabenenya adalah besi penghantar panas bisa selamat dari ledakan bom yang sangat dahsyat? Bukannya brankasnya akan berubah jadi oven?"

"Tapi, kata Yoongi-"

"Kenapa semuanya serba kata Yoongi?" Lui terkekeh, "Kapan kau kenal Yoongi? Bisa saja kan, dia berbohong padamu yang lupa ingatan tentang segalanya."

Aku terdiam. Benar. Sejak tadi-tidak, sejak awal, segala yang aku ketahui semuanya berasal dari Yoongi. Aku mempercayainya begitu saja. Mulai dari aku adalah anak tetangga sebelah yang tidak dianggap lalu ditinggalkan begitu saja, Yoongi yang tinggal sebatang kara dan akhirnya memilih tinggal bersamaku daripada ikut evakuasi, dan segala hal tentang identitasku sendiri. Aku mengetahui semuanya dari Yoongi.

Perasaanku seketika mulai bercampur-campur. Marah, kesal, tidak percaya, terharu, semuanya bercampur-campur. Kenapa aku tidak pernah berpikir untuk mempertimbangkan semua hal yang diucapkan Yoongi hanya karena aku menganggap dia pahlawanku?

"Tapi-tapi-" Aku tiba-tiba linglung, bingung harus melakukan apa. Semuanya mulai terlihat mungkin sekarang setelah aku pikir-pikir ulang.

"Kurasa kau juga menyadarinya, tapi kau memilih mengabaikannya. Iya kan? Apa kau memang sama sekali tidak pernah menyadari keanehan pada tubuhmu?"

Lui berbalik, berjalan menuju arah dipan dan duduk di sana sambil menatapku meyakinkan.

"Tapi ini terasa tidak mungkin!" bantahku lalu mengikuti gadis itu.

"Apanya yang tidak mungkin? Mayat yang sudah mati lalu bisa hidup kembali saja mungkin saat ini."

Aku termangu. Benar. Lagi-lagi yang Lui ucapkan benar.

"Jadi ... aku ini bukan manusia, ya? Lalu aku apa? Momo?"

Lui tiba-tiba tertawa pelan. "Bukan Momo-apalah itu. Kau tetap manusia, kok. Hanya saja kalian sedikit berbeda dengan manusia pada umumnya. Tubuh kalian mampu meregenerasi sel yang sudah rusak jadi sel baru berkali lipat lebih cepat dari manusia normal pada umumnya dan tubuh kalian mampu menyembuhkan cedera berat dengan cepat juga. Dengan kata lain, kalian tidak bisa terluka dan bisa bertahan hidup lebih lama."

Aku masih termangu. Pantas saja jika kakiku luka tergores puing-puing atau besi bangunan, aku hanya merasa sakit sebentar, lalu setelahnya aku tidak peduli. Aku mengabaikannya selama ini.

"Hei, kalian sedang apa?"

Aku mengangkat wajah, lalu memutar tubuh, menatap Jimin-yang entah kesambet apa tiba-tiba tersenyum lebar-yang berjalan ke arah kami; aku dan Lui.

"Kau kenapa?" tanya Lui dengan kening berkerut heran (sama keheranannya denganku).

Jimin tetap tersenyum. Senyum tercerahnya setelah selama ini. Lalu tangan kanannya yang dimasukkan ke saku jas berwarna putih panjangnya dikeluarkan. "Tadaaa! Aku berhasil menemukan formulanya!" soraknya girang mengangkat jarum suntik berukuran sedang dengan cairan biru di dalamnya tinggi-tinggi.

Lui melompat dari atas dipan. "Benarkah?! Bagaimana cara kerjanya?!" tanyanya antusias.

"Eum-aku sudah mengujinya pada beberapa zombi, dan sepertinya itu bekerja."

Lui tampak berbinar-binar kesenangan, sementara aku masih mengerutkan dahi di sini. Formula apa sih? Buat apa?

"Kalian membicarakan apa sih?" tanyaku akhirnya.

Jimin kemudian menatapku dengan mata bulan sabitnya. "Kemarikan tanganmu," katanya lalu menarik tangan kiriku, menaikkan lengannya cepat. "Karena kau juga zombi-tapi versi berhasilnya, kau bisa coba formulanya," ujarnya lalu membuka penutup suntikan itu cepat, dan tanpa persetujuanku, dia menyuntikkannya.

"Hei, apa yang kau lakukan?! Itu belum benar-benar teruji. Kalau ada kesalahan bagaimana?!" Lui tiba-tiba berteriak panik. Tapi agaknya Jimin mengabaikan teriakan Lui.

Aku berjengit ketika jarumnya memasuki kulitku. Rasanya sakit.

"Kau tahu, bagaimana formula ini bekerja pada zombi-zombi itu?"

Sekujur tubuhku terasa panas seperti terbakar. Otot-ototku menegang dan uratnya menyembul keluar. Rasa sesak tiba-tiba menderu rongga dadaku. Aku kesulitan bernapas.

"Kau kenapa, Jey! Hei, kau dengar aku?!" Lui memegang bahuku, menatapku panik. "Apa yang kau lakukan, Jimin?!"

Jimin tergelak. "Mereka merusak semua sarafnya, sel-sel tubuhnya, menutup pernapasanmu. Lalu akhirnya-"

"Argh!" Aku mengerang sambil membungkuk. Rasanya semakin menyakitkan, perih, panas, dan entah apa lagi itu.

"Ya-seperti itu."

"Jung Hoseok!" Yoongi yang sedang berjalan dengan Rio mengikuti di belakangnya sambil mendorong pengangkut barang sementara di atasnya diletakkan satu drum minyak yang mereka temukan di pangkalan militer tadi langsung membelalak panik dan memburu ke arahku. "Apa yang terjadi, Jung?! Kau kenapa? Hey! Jawab aku!"

Yoongi mengambil alih tubuhku dari Lui dan mencengkram bahuku kuat sambil mengguncang-guncangnya. Keringat dingin sebesar biji kacang merah mulai keluar mebanjiri bagian kepalaku dan anggota tubuhku yang lain.

Jimin tergelak. "Hei-dia hanya sedang meregang nyawa, tenanglah."

Yoongi melepaskanku, lalu menatap Jimin tajam. "Apa maksudmu, hah?! Apa yang kau lakukan pada Hoseok?!"

"Ini yang disebut menyelesaikan masalah secara efektif. Aku hanya berusaha membasmi monster-monster penyebab bencana ini."

"Bajingan!" Satu pukulan melayang menghantam pelipis Jimin. "APA MAKSUDMU, SIALAN?!"

Jimin masih terbahak-bahak tidak jelas, lalu dia beringsut mundur. "Monster-monster seperti kalian, memang tidak seharusnya hidup dan ada di dunia ini," ujarnya. "Gara-gara kalian, semua orang mengalami penderitaan."

Jimin menyeringai. "Jadi-tidak ada gunanya kalian hidup di dunia ini, Sialan."

Jimin menarik sesuatu dari sakunya. Sebuah pistol. "Enyah kau!" bentaknya bersamaan dengan bunyi letusan.

"Kak Lui!"

"Sia!"

Aku sudah tidak dapat melihat dengan jelas, dan napasku mulai semakin sesak, namun aku masih bisa melihat bayangan Lui yang merentangkan tangan di depan Yoongi. Tak lama, tubuhnya ambruk ke lantai dan cairan merah mulai menggenang.

"Tidak!" Jimin berteriak. "Bukan begini seharusnya! Lui!"

Dapat kulihat tangan Yoongi mengepal, sedikit bergetar. "BAJINGAN KAU!" teriaknya lalu menarik kerah Jimin, meninju wajahnya kuat, lalu melemparkannya sampai membentur kotak-kotak kayu berisi logistik.

Yoongi memungut pistol Jimin yang tergeletak di lantai, mengacungkannya pada Jimin.

"Mulut Kak Jey berbusa!" teriak Rio. "Kak Luii!" teriaknya lagi (dari suaranya yang parau, agaknya dia menangis). "Apa yang kalian lakukan? Mereka butuh pertolongan, Bodoh!"

Jimin tiba-tiba terbahak seperti orang gila, lalu kemudian menangis. "Sial! Bukan begini yang kumaksud. Hahaha."

"Tembak saja aku. Cepat tembak!" Jimin berteriak histeris, lalu menangis lagi. "Tidak ada gunanya lagi semua ini. Bunuh saja aku dan biarkan aku bertemu Lui!" Lalu dia tertawa lagi.

"Argh!" Sial. Tulang-tulangku serasa diremuk dan kepalaku dipentung pakai balok besar. Aku tiba-tiba kehilangan kendali atas tubuhku dan terjatuh ke lantai.

"KAK JEY! KAK JEY! DENGAR AKU! KAK JEY KAU HARUS BERTAHAN!" Rio berteriak-teriak sambil menepuk-nepuk pipiku pelan. "Kita belum jadi main lempar granat. Kak Jey belum mencoba menembak kepala zombi. Kita kan harus menyeberang dan memacari cewek keren. Kita juga belum jadi menggunting rambut Kak Yoongi sampai botak. Kak Jeeeeey!"

Tubuhku terus mengejang.

Lalu aku mendengar kekehan sumbang menggema. "Kau kira, akan semudah itu aku mengakhirinya?" Yoongi berujar kaku dan dingin.

Dor!

Lalu bunyi ledakan meledak, tapi anehnya tidak ada teriakan Jimin.

"Apa yang kau lakukan?!" Itu Jimin yang berbicara, dia masih hidup. "Tidak, kau tidak boleh menembaki drum minyaknya!"

Bau bensin menguar ke mana-mana.

"Seperti yang kau bilang, ini semua sudah tidak ada gunanya lagi. Kau kehilangan Lui, dan aku kehilangan Hoseok. Kenapa tidak kita akhiri saja semuanya di sini? Bukankah semuanya percuma sekarang?"

"Tidak! Tunggu!" teriak Jimin.

"Aku tidak butuh pendapatmu, Brengsek!"

Lalu letusan lain meledak. Yoongi tidak menembak minyaknya, kan?

Rio memelukku sambil sesenggukan. "Tidurlah, Kak Jey. Kita semua akan tidur bersama."

Aku masih ingat tumpukan kotak berisi granat yang di letakkan satu meter dari drum minyak. Aku baru mau mencoba mengira-ngira apa yang akan terjadi ketika suara ledakan besar terdengar, diiringi semburan panas membara, dan tubuhku yang berasa melayang seketika ke udara. Rasa sakit semakin mengulitiku dalam sekejap. Lalu tiba-tiba aku mulai kehilangan kesadaran.

Ah, seperti yang Rio ucapkan, agaknya kami semua memang akan tertidur. Bersama. Selamanya. [TAMAT]

Thanks for reading. Secuil jejak Anda means a lot \(*°-°*)/

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro