Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

💎22

Soonyoung tengah meminum soda yang ada ditangannya. Bersama dengan Vernon disebuah kedai ramen dipinggir jalan. Keduanya saling bertemu untuk menghilangkan penat karna ditinggalkan oleh para gadis mereka. Malam yang sunyi tanpa adanya sosok wanita disamping mereka. Dan akhirnya mereka memutuskan untuk makan Ramen ditemani kaleng soda.

"Paman, boleh aku minta satu kaleng soda lagi." Vernon meminta satu kaleng soda saat dia telah menghambiskan 2 kaleng soda malam ini.

"Aku juga, paman..." Soonyoung ikut memesan, merasa sodanya juga ikut habis saat dia mencoba meminumnya. Keduanya sudah gila karna menghabiskan banyak sekali kaleng soda malam ini.

"Menurutmu apa mereka sedang bersenang-senang? Ya. Mereka sedang bersenang-senang." Vernon terus berguman tak jelas. Dia sedikit kesal karna Seungkwan mengiriminya sebuah foto dia memakai baju yang seksi dengan seorang laki-laki yang tidak dia kenal. Itu sungguh membuatnya dibakar cemburu.

"Mereka bersenang-senang, kita juga harus bersenang-senang..." Soonyoung kembali membuka kaleng sodanya.

Meminumnya sebanyak yang dia inginkan. Dan kembali memakan ramennya.

"Jika dipikir-pikir... Kita sudah lama sekali tidak seperti sekarang ini." Di minumnya kaleng soda yang ada ditangan Vernon. Meneguknya dalam-dalam dan menaruhnya kembali.
Mengenang masa lalu dimana mereka berempat pergi bersama untuk menonton konser. Makan bersama. Bermain bersama. Sungguh masa-masa yang sangat menyenangkan.

"Kau benar. Aku masih ingat kau selalu mengikuti Seungkwan kemanapun dia pergi." Soonyoung ingat betul bagaimana cintanya Vernon terhadap Seungkwan. Hingga selalu membuntuti kemanapun Seungkwan pergi. Dimana ada Seungkwan, disitulah Vernon berada.

"Yaah... Aku sangat tergila-gila pada gadis itu. Meskipun kami selalu bertengkar setiap kali bersama. Tapi... ada saatnya dimana kami saling mengatakan rasa sayang kami satu sama lain. Bukankah itu terdengar manis?" Vernon tersenyum tipis. Entah ini kali berapanya dia meneguk kaleng soda yang ada ditangannya.

"Kalian sangat serasi..."

"Ini semua berkat kau. Jika bukan karna kau, pasti saat ini aku sudah bersama dengan orang lain. Dan Seungkwan sudah menikah dengan lelaki yang tak sebanding dengan diriku. Akulah yang terbaik. Benar, kan?"

"Kaulah yang terbaik..." Soonyoung tertawa saat mendengar perkataan Vernon. Dia sama sekali tidak berubah. Sikapnya yang percaya diri dan selalu positif tak pernah hilang. Malah semakin memburuk.

"Bersulang! Untuk pertemanan kita..." Vernon mengangkat kaleng sodanya ke atas. Meminta Soonyoung untuk ikut melakukan hal yang sama. Dan bersulang untuk pertemanan mereka agar selalu bersama selamanya.

"Untuk pertemanan kita..." Jawab Soonyoung mengangkat kalengnya dan bersulang bersama. Soonyoung meneguknya. Merasakan hpnya berdering diatas meja dan segera mengangkatnya.

Dilihatnya layar ponsel yang menunjukkan nama Jihoon disana. Selarut ini, kenapa Jihoon menghubunginya.

"Hallo, Jihoon?" Soonyoung mengangkat telfonnya. Tak ada respon. Hanya suara gemerisik tak jelas yang Soonyoung dengar.

"Jihoon... Kau disana?"

"Soonyoung..." Mata Soonyoung sontak melebar sempurna tak kala dia mendengar nada suara Jihoon yang terlihat seperti tengah menangis sambil memanggil namanya.

"Kenapa kau menangis? Apa yang terjadi?" Soonyoung berusaha tenang. Sembari melirik Vernon yang terlihat bingung dengan kondisi Jihoon.

"Aku... Tolong kami... Soonyoung-"

"Jihoon!!" Soonyoung berteriak keras saat suara Jihoon terdengar semakin jauh. Sepertinya ada seseorang yang mengambil alih ponselnya hingga membuatnya tak bisa melanjutkan kata-katanya. Dan setelah itu, Soonyoung mendengar suara yang sangat dia benci.

"Kau sudah mendengarnya?" Suara itu terdengar begitu angkuh dan penuh kemenangan. Merasa telah bisa menaklukkan hambatan yang menjadi penghalangnya untuk mendapatkan perusahaan HJ Fashion.

"Kau!! Dimana Dia?! Apa yang kau lakukan padanya?! Berani kau menyentuh seujung rambutnya. Aku bersumpah akan membunuhmu!!"

Soonyoung berdiri dari duduknya. Penuh emosional saat dia memaki sosok yang ada dibalik telfon tersebut. Vernon yang melihatnya ikut khawatir karna Soonyoung tiba-tiba saja berteriak sambil mengancam seseorang yang ada disemberang telfon.

"Wooow!~ Aku takut..." Suara Manager Jinyoung dibuat-buat seakan dia takut. Dan kemudian suara tawa terdengar begitu jelas. Meremehkan Soonyoung. Berusaha membuat Soonyoung semakin tidak berkutik.

"Kau tenang saja... Aku tidak akan menyentuh kedua gadis ini. Tapi dengan satu syarat..."

"Katakan!! Katakan padaku dan jangan sentuh mereka!!"

Soonyoung tak menyangka jika Seungkwan ikut disekap oleh Manager Jinyoung. Soonyoung pikir hanya Jihoon saja yang dia jadikan sasaran. Dia sungguh licik.

"Kau hanya perlu menandatangani hak kepemilikan perusahaan. Dan semuanya akan selesai. Mudah bukan?"

"Kau... Brengsek. Aku bersumpah akan membuatmu membayar atas semua yang telah kau lakukan!"

"Itu bukanlah jawabannya bocah..." Soonyoung kembali berteriak saat dia mendengar suara Jihoon menjerit ketakutan. Entah apa yang dilakukan Manager Jinyoung pada Jihoon. yang jelas saat ini dia menang sudah membuat seorang Soonyoung tak berdaya.

"Tidak! Hentikan. Akan ku lakukan... Berhenti menyakitinya!" Soonyoung merasakan dirinya hampir mati. Mendengar jeritan Jihoon membuatnya seperti orang kesetanan. Tubuhnya terasa tegang, terbakar dan merasakan rasa sakit yang luar biasa meskipun tak ada luka yang terlihat.

"Bagus. Kau harusnya melakukan itu semua sejak dulu. Jadi aku tidak perlu melakukan hal seperti ini..."

"Besok pagi. Datanglah kemari. Jika kau menghubungi polisi atau memberitahu yang lain. Aku tidak bisa janji apa yang akan terjadi pada kedua gadis ini. Kau mengerti?"

"Kau... sampai ada goresan sedikit saja pada tubuh mereka. Kau akan mendapatkan akibatnya." Soonyoung segera menutup telfonnya. Mendapatkan sebuah pesan dimana dia harus bertemu dengan Manager Jinyoung untuk menandatangani hak pindah tangan perusahaan HJ fashion. Dari milik Soonyoung menjadi milik Manager Jinyoung.

"Apa yang terjadi?!" Vernon memasang wajah serius pada Soonyoung. Meminta kejelasan atas apa yang sudah dia dengar barusan. Soonyoung hanya diam. Merasa tidak kuat hati harus mengatakan kenyataan pahit jika Jihoon dan Seungkwan tengah disekap oleh Manager Jinyoung. Dan semua ini karna kesalahannya. Harus membuat orang yang tidak bersalah mendapatkan masalah seperti sekarang ini.

"Jihoon dan Seungkwan. Mereka berdua sedang disekap oleh Manager Jinyoung..." Seperti ada sengatan listrik yang menjalari tubuh Vernon saat dia mendengar kabar tunangannya dalam bahaya. Yang ada dipikirannya saat ini adalah bagaimana cara dia untuk menyelamatkan Seungkwan dan juga Jihoon.

"Kita harus menyelamatkan mereka." Kekeh Vernon untuk ikut menolong. Dua orang akan lebih baik untuk menolong mereka. Melihat Sifat manager Jinyoung yang licik. Dia tidak mungkin akan membebaskan Jihoon dan Seungkwan meskipun Soonyoung sudah menandatanganinya.

Keduanya langsung bergegas keluar dari kedai makanan menuju mobil Soonyoung yang terpakir dipinggir jalan. Segera mengendarai mobil dengan kecepatan penuh ke Busan.

"Dia menyuruhku untuk menandatangai hak kepemilikan HJ fashion. Dan setelah itu, dia akan membebaskan Jihoon dan Seungkwan. Akan ku lakukan apapun untuk menyelamatkan mereka." Soonyoung masih focus menyetir mobilnya. Seoul ke Busan lumayan memakan waktu. Dan ini sudah larut malam. Jalanan Lumayan sepi untuk mengendarai mobilnya di atas rata-rata.

"Dengar! Manager Jinyoung itu sangat licik. Kita harus bermain dengan cara licik juga agar bisa menang." Vernon mencoba untuk tidak terpancing oleh perangkap Manager Jinyoung. Meskipun dia memang sangat khawatir mengenai kondisi Seungkwan saat ini. Disekap? Itu terdengar buruk.

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" Soonyoung menatap Vernon sejenak sebelum dia kembali focus kejalanan.

"Bibi? Kenapa malam-malam begini telfon?" Ponsel Vernon berdering. Dia melihat ke layar ponsel. Ibu Jihoon
menghubunginya, segera Vernon mengangkatnya dan bersikap seperti biasa.

"Vernon. Bibi hanya ingin bertanya apa Jihoon dan Seungkwan menghubungimu? Bibi khawatir karna sejak tadi mereka belum pulang. Aku menghubungi ponsel mereka tapi sama sekali tidak bisa."

"Aa, aku mengerti. Bibi tenang saja, kami akan berusaha mencari mereka. Kami janji mereka akan pulang dengan keadaan selamat."

Vernon segera menutup sambungan telfonnya. Menatap Soonyoung yang terlihat bingung.

"Ibu Jihoon. Aku pastikan mereka diculik saat dalam perjalanan pulang. Bibi sungguh khawatir dengan keadaan mereka."

Suasana sunyi dengan udara dingin yang menyeruak semakin membuat malam itu terasa mencekam. Layaknya film-film laga kolosal yang selalu menampilkan setting tempat yang menakutkan untuk mendapatkan kesan Horor didalamnya.

"Aku punya sebuah ide yang bagus..." Soonyoung membaca pikiran Vernon. Melihat rencana apa yang tengah dipikirkan Vernon saat ini. Soonyoung semakin melaju cepat tak kala dirinya sudah tak sabar untuk menghajar wajah menyebalkan dari Manager Jinyoung. Memasukkannya ke penjara hingga membusuk disana. Balasan yang setimpal atas apa yan sudah dia lakukan selama ini.

***

Dua orang gadis tengah duduk disebuah kursi dengan kedua tangan dan kaki diikat. Ada getaran disana. Getaran rasa takut dengan situasi yang saat ini tengah menimpa mereka. Ada banyak sekali penjaga disetiap sudut bangungan tua yang sudah tak terpakai itu. Sunyi dengan hanya penerangan lampu temaran ditengah-tengah. Menampakkan kesan mencekam bagi kedua gadis itu.

"Seungkwan, kau baik-baik saja?" Jihoon berguman pelan. Berupaya dengan keras melepas tali yang mengiat tangannya tapi tidak bisa. Tali itu terlalu keras dan kuat. Dia harus menggunakan benda tajam untuk membuka tali tersebut.

"Hmm... Kau sendiri?" Seungkwan menatap ke arah Jihoon.

Melihat kondisinya saat ini, rasanya Seungkwan ingin sekali menangis. Menangis sambil meneriaki nama Vernon berharap lelaki itu datang menolongnya.

"Kita harus melakukan sesuatu untuk kabur dari sini." Jihoon berusaha memikirkan cara bagaimana dia bisa mengelabui para penjaga itu dan kabur dari sini. Tapi, sepertinya otaknya sedang tidak bisa berfungsi karna terlalu takutnya didalam sana. Dia sama sekali tak bisa menyangka akan di culik seperti ini. Dia bahkan tidak tahu salahnya apa. Tapi, semua ini pasti ada hubungannya dengan Soonyoung. Karna setelah Jihoon siuman dari pingsannya dan tiba-tiba sudah berada disini. Satu-satunya yang di bicarakan lelaki paruh baya itu Soonyoung.

"Kau punya ide?" Seungkwan bertanya. Dia sudah tidak punya tenaga lagi, karna tubuhnya masih terasa lemas akibat obat tidur yang dia hirup tadi.

"Tidak. Aish! Bagaimana bisa kita berakhir disini. Kita bahkan tidak punya masalah dengan mereka!" Jihoon mengumpat kesal. Merasa tidak suka diperlakukan seperti sekarang. Disekap dan diikat sekencang ini membuat tubuhnya terasa sakit.

"Jihoon maaf..." Seungkwan tertunduk. Tak berani menatap Jihoon yang kini sudah memandanginya penuh keheranan. Merasa aneh mendengar Seungkwan meminta maaf padanya disaat kondisi seperti sekarang.

"Kenapa kau meminta maaf? Apa yang kau sembunyikan dariku?" Jihoon menerka-nerka. Memikirkan setiap alasan kenapa dia bisa seperti sekarang. Dan Seungkwan pasti tahu semua alasan itu. Seungkwan tetap terdiam dengan wajah menunduk. Tak berani memandang kearah Jihoon.

"Seungkwan. Katakan padaku, apa yang kau ketahui?" Jihoon semakin berusaha membuat Seungkwan, agar mau menceritakan segalanya pada Jihoon. Tapi, tetap, dalam hati Seungkwan tidak bisa, dia sudah berjanji pada Soonyoung untuk tidak mengatakan semuanya pada Jihoon.

"Sebenarnya..."

Suara benda keras terdengar. Membuat Jihoon dan Seungkwan menatap lurus ke arah dimana sebuah pintu dibuka dengan kasar. Menampilkan sosok lelaki paruh baya tadi. Berjalan dengan wajah angkuh dan menghampiri Jihoon dan Seungkwan.

"Hallo gadis-gadis..." Ada dua pengawal yang berdiri disamping kanan dan kirinya. Dan sesosok lelaki misterius yang berdiri dibelakang Manager Jinyoung. Terlihat samar-samar karna disana begitu gelap. Manager Jinyoung menyapa Jihoon dan Seungkwan dengan senyum jahatnya. Mengusap-usap kedua tangannya seakan telah menangkap tangkapan besar didepannya. Sebuah ikan yang akan membuatnya sukses dan kaya raya.

"Kenapa kau melakukan ini pada kami? Kami tidak pernah melakukan kesalahan padamu!" Jihoon berontak. Berusaha bangun tapi sayang, kedua kaki dan tangannya terikat di kursi yang dia duduki.

Manager Jinyoung tertawa.

"Kau memang tidak punya salah padaku. Sungguh kasihan, karna kau harus menanggung semua ini karna kesalahan orang lain... Inilah dunia. Dipenuhi intrik untuk saling menjatuhkan."

"Apa maksudmu?" Jihoon menaikkan satu alisnya. Masih bingung dengan apa yang dimaksud oleh Manager Jinyoung.

"Akan ku perjelas. Demi membuat Presdir mu itu menandatangani surat pengalihan atas hak kepemilikan HJ Fashion. Aku terpaksa harus menculikmu..." Jihoon lagi-lagi mengerutkan keningnya. Dia tidak bisa berfikir saat ini. Semua yang dikatakan Manager Jinyoung semakin membuatnya bingung.

"Lalu apa hubungannya denganku!!" Jihoon berteriak keras. Merasa tidak terima dengan semua ini. Ini sama sekali bukanlah kepentingannya. Soonyoung dan Jihoon tidak memiliki hubungan selain rekan kerja saja. Lalu apa salahnya hingga dia harus mendapakan masalah seperti sekarang.

"Kau masih tidak mengerti? Atau kau memang tidak mau mengerti?"

"Anggap saja aku orang yang bodoh. Dan cepat jelaskan padaku!" Seungkwan semakin terpojok. Seungkwan takut jika Manager Jinyoung menceritakan semuanya pada Jihoon. dan Seungkwan harus melakukan sesuatu untuk membuat Manager Jinyoung tutup mulut.

"Jihoon sudah. Hentikan."

"Tidak Seungkwan. Aku harus tahu alasan kenapa kita bisa berada disini. Dengan situasi seperti sekarang." Jihoon menatap Seungkwan. Wajah seriusnya membuat Seungkwan bungkam. Dia tahu apa yang Jihoon rasakan saat ini. Perasaan kesal. Tidak terima dan merasa dikhianati.

"Ku rasa... Temanmu ini sudah tahu. Kenapa tidak kau tanyakan saja padanya?" Manager Jinyoung melirik ke arah Seungkwan.

Ini menarik. Pikir Manager Jinyoung.

Membuat kedua sahabat yang sudah lama bersama menjadi retak. Itulah yang akan Manager Jinyoung lakukan. Membuat keduanya saling menyalahkan dengan kebohongan yang selama ini mereka tutupi dari Jihoon.

"Seungkwan? Kau tahu semuanya..." Mata Jihoon terasa begitu panas. Tak bisa menahan hatinya yang terus bergejolak dengan pikiran negatif yang saat ini muncul diotaknya. Penghianatan dari seorang temannya sendiri. Itu sulit untuk diterima.

"Baiklah-baiklah... akan ku jelaskan sendiri."

"Tidak! Jangan lakukan itu..." Seungkwan menolaknya.

Memohon pada Manager Jinyoung untuk tidak menceritakan semuanya pada Jihoon.

"Hmm... Bagaimana mengatakannya. Tapi, selama ini teman-teman mu sudah berbohong padamu. Menyembunyikan kebenaran kalau Soonyoung itu adalah

Hoshi..."

"Jihoon..."

Semuanya berakhir. Jihoon sudah tahu tentang semuanya. Tentang identitas Soonyoung yang sebenarnya. Dilihatnya wajah Jihoon yang berubah menjadi sayu. Ada butir-butir air yang jatuh menetes ke lantai yang penuh debu itu. Memperlihatkan betapa rasa sakit yang dirasakan Jihoon saat ini.
Kebenaran yang sulit untuk dia terima. Kenyataan jika Soonyoung adalah Hoshi yang selama ini dia cintai. Dan teman-temannya telah bersekongkol untuk menutupi ini semua padanya. Selama ini dia telah dibodohi oleh sabahatnya sendiri. Dan Jihoon sama sekali tidak menyadari semua itu.

"Itu benar... Apa semua itu benar Seungkwan?" Jihoon memandang penuh kemarahan. Ada sesuatu yang gelap yang menyelimuti Jihoon. Sesuatu dengan aura hitam pekat yang membuat Seungkwan merasa takut. Ini pertama kalinya Seungkwan melihat Jihoon semarah ini.

"Jihoon maaf... Aku juga baru tahu. Aku tidak..."

"Kau tega sekali padaku... Kau berpura-pura dihadapanku. Melihatku seperti orang bodoh yang percaya begitu saja... Sejak kapan? Sejak kapan kau tahu kalau Soonyoung adalah Hoshi?" Jihoon memotong perkataan Seungkwan. Air matanya sudah meleleh keluar dengan deras. Menimbulkan isakan tangis yang muncul dari bibir mungil Jihoon.

"Sejak Vernon mengalami kecelakan waktu itu."

"Kau sungguh jahat... Ku kira kita teman-"

"Jihoon! kita memang teman. Maafkan aku, aku ingin mengatakannya. Tapi aku tidak bisa..."

Manager Jinyoung tersenyum puas melihat keduanya bertengkar. Namun, ini sudah lebih dari cukup untuk melihat keduanya berlagak seperti pemeran dalam drama sedih.

"Baiklah! Sudah cukup!" Manager Jinyoung menepuk kedua tangannya. Membuat Jihoon dan Seungkwan menatap waspada pada Manager Jinyoung. Satu-satunya yang mengancam nyawa mereka masih ada dihadapan mereka. Dan itu harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum Jihoon kembali menanyakan segala kebenaran pada Seungkwan.

"Kalian tidak perlu repot-repot bertengkar. Karna sebentar lagi, kalian akan pergi ke neraka." Manager Jinyoung tersenyum. Seseorang yang sejak tadi berdiri dibelakang Manager Jinyoung berjalan maju. Pertama menampilkan kakinya, dan kemudian terus naik dan naik hingga memperlihatkan wajahnya. Begitu jelas hingga membuat mata Jihoon melebar sempurna. Begitu juga dengan Seungkwan yang tak menyangka atas apa yang sedang ada didepan matanya.

"A-ayah..." Suara Jihoon bergetar. Di ikuti suara gemetar disekujur tubuhnya. Keringat dingin muncul disetiap pelipisnya. Air mata yang sejak tadi mengalir lantas menghilang entah kemana.

"Apa kabar, anak tiriku..." lelaki paruh baya itu tersenyum dengan penuh kebencian. Bisa dilihat dari kilatan matanya yang penuh dengan dendam kepada Jihoon. Hasrat yang selama ini dia pendam didalam besi penjara. Dan akhirnya dia bebas untuk membalaskan dendamnya pada Jihoon. Anak tirinya yang sudah membuatnya mendekam dipenjara selama 6 tahun lebih.

"Kau dipenjara..." Jihoon mendesis. Gadis itu Nampak ketakutan saat melihat momok menakutkan yang selama ini dia takuti. Sosok yang menjadi kenangan kelam dalam hidupnya. Lama dia berusaha untuk melupakan rasa menakutkan itu, dan kini dia muncul kembali didepannya.

"Ya, dan aku sudah kembali. Untuk membalaskan dendamku padamu..." Ayah Jihoon berjalan mendekati Jihoon. Berdiri didepannya penuh rasa kebencian yang mendalam. Seakan ingin menghabisi gadis yang ada dihadapannya .

Jihoon bergetar hebat. Rasa takut yang menjalari tubuhnya seakan tidak mau berhenti. Seperti ada alarm mematikan yang tidak boleh ditekan. Dan sekarang, Alarm itu seperti menjadi bom waktu baginya. Kapan saja bisa meledak dan membuatnya hancur.

"Kau merasa takut? Jangan takut... Kita ini ayah dan anak. Seharusnya kau senang melihat ayahmu ini sudah kembali dari penjara."

"Kau... Bukan ayahku!!" Jihoon mendesis. Di ikuti suara teriakan yang memekikan telinga. Teriakan ketakutan namun juga kebencian yang bercampur menjadi satu. Mendapatkan sebuah tamparan yang kasar dari ayah tirinya. Sebuah darah mengalir lembut dari sudut bibir Jihoon.

"Jihoon!!"

"Chanyeol cukup! Kau tidak boleh menyakitinya sampai urusanku selesai. Aku tidak mau mendapatkan masalah karna kau menyakiti gadis itu. Ingat. Soonyoung ingin gadis itu baik-baik saja. Jika urusanku sudah selesai. Kau boleh melakukan apapun padanya." Manager Jinyoung melerai Chanyeol. Dia cukup takut jika Chanyeol lepas control dan lebih menyakiti Jihoon. Dia tidak mau ambil konsekuensi jika Soonyoung tidak mau menandatanganinya kalau gadisnya lecet sedikit saja.

Jihoon menatap Manager Jinyoung. Merasa jijik dengan lelaki paruh baya tersebut. Melakukan segala cara untuk mendapatkan kedudukan. Sekalipun harus menggunakan cara yang salah.

"Jihoon. Kau baik-baik saja?" Seungkwan mencemaskan Jihoon.

Melihat darah yang keluar dari sudut bibirnya mendandakan jika tamparan tadi sangatlah keras. Apalagi suara yang timbul akibat tamparannya. Jihoon mengangguk. Berusaha menutupi rasa sakitnya dengan baik. Tidak mau terlihat lemah dihadapan Chanyeol dan Manager Jinyoung.

Chanyeol mundur. Dan berdiri tepat disamping Manager Jinyoung. Tersenyum puas karna sudah menampar Jihoon hingga berdarah. Lain kali, Chanyeol akan melakukan yang lebih dari itu. Membuat anak tirinya menderita hingga membuat batinnya terpuaskan.

"Kita pergi. Kalian berdua jaga mereka." Manager Jinyoung pergi di ikuti oleh Chanyeol. Dia harus mempersiapkan dirinya untuk besok pagi. Meskipun sudah ada banyak sekali pengawal disetiap sudut bangunan. Tapi, Manager Jinyoung masih belum puas jika didekat kedua gadis itu masih terlihat kosong tanpa adanya pengamanan.

Seungkwan menghela nafas panjang saat melihat dua sosok yang mengerikan tadi menghilang dari balik gelapnya bangunan tua itu. Hanya menampilkan suara derap langkah kaki yang semakin menyusut dan menghilang.

Diam dan tak bergeming. Jihoon menundukkan kepalanya. Tampak merasa tak baik. Seungkwan tahu apa yang dirasakan Jihoon. Karna itu, dia hanya bisa diam. Memberikan waktu padanya agar lebih tenang.

Saat ini bukan waktunya untuk berkelahi. Mereka harus melupakan sejenak konflik mereka dan berfikir bagaimana caranya mereka agar bisa keluar dari tempat tersebut.

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro