💎16
Soonyoung terhenti. Tubuhnya teralihkan menatap ke arah dimana Seungkwan berdiri disana. Diambang pintu dengan mata berkilat. Tangannya masih memegang daun pintu yang dia buka dengan kasar hingga menimbulkan bunyi bruk! Membuat Vernon dan Soonyoung kaget... Vernon mematung. Begitu juga dengan Soonyoung. Dia bisa melihat mata Seungkwan saat ini. Pemikiran Seungkwan yang membuatnya ngeri. Harus ada seseorang yang menghentikan semua ini.
"Katakan padaku! Jangan diam saja!" Seungkwan kembal berteriak. Menuntut jawaban atas apa yang dia dengar barusan. Hanya bisa meringkuk menangis dengan mata pandanya. Seungkwan butuh jawaban sekarang juga.
"Sayang... tenanglah, kendalikan dirimu..." Vernon berusaha membuat tunangannya itu tenang. Tapi... ini adalah Seungkwan. Si gadis tempramental yang tak bisa di jinakkan dalam situasi seperti sekarang.
Satu hal yang dia inginkan! Kejelasan atas apa yang baru saja dia dengar.
"Diam Vernon! Aku sedang tidak bicara denganmu." Seungkwan menatap tajam ke arah Vernon. Memberi perintah tegas agar Vernon diam ditempatnya.
"Kau... Kenapa diam saja Presdir Soonyoung? Apa kau bisu?"
Sungguh Ucapan Seungkwan tadi membuat hati Soonyoung terasa di iris-iris. Kata-kata pahit yang dia ucapkan saat ini membuatnya merasa bersalah.
"Haruskah aku memanggilmu Hoshi?" Nada Seungkwan seakan mencela Soonyoung dengan kata-katanya.
"Seungkwan... Cukup!"
"Jawab aku!!" Seungkwan kembali berteriak saat tak sepatah katapun keluar dari mulut Soonyoung. Hanya tatapan nanar yang dia perlihatkan. Merasa di acuhkan, Seungkwan berjalan mendekati Soonyoung. Dengan matanya yang berair. Seungkwan tak bisa lagi menahan perasaannya saat ini.
"Bicara... Aku bilang bicara bodoh!!" Seungkwan kembali berteriak. Tepat dihadapan Soonyoung membuat Vernon semakin was-was. Takut jika Seungkwan melakukan sesuatu pada Soonyoung.
"Seungkwan..." Soonyoung berucap. Seketika sebuah tamparan meluncur tepat diwajah kirinya. Membuat kulit putih itu berwarna merah. Bahkan, ada sebuah darah yang mengalir
disudut bibirnya. Menandakan jika tamparan Seungkwan tadi sangatlah keras dan penuh dengan emosi.
"Seungkwan!" Vernon kaget setengah mati saat melihat tunangannya menampar wajah Soonyoung dengan sangat keras. Dia hampir saja melompar dari ranjang jika saja dia sedang tak sakit.
"Maafkan aku... Seungkwan..." Di tariknya lengan Seungkwan kedalam pelukannya. Seungkwan menangis. Menenggelamkan dirinya dipelukan Soonyoung. Vernon yang melihat itu agak tenang. Seungkwan tak lagi marah-marah dan berteriak pada Soonyoung. Itu semua membuatnya takut jika suster atau dokter akan datang.
Merasa Seungkwan sudah tenang. Soonyoung melepaskan pelukannya. Menyeka air mata yang mengalir diwajah manis Seungkwan. Seungkwan kembali menghambur ke pelukan Soonyoung. Dia sama sekali tak bisa menahan perasaan rindunya pada Soonyoung. Pada sahabat yang sangat dia sayangi. Cinta pertamanya.
"Sssh... Jangan menangis lagi." Soonyoung mengelus punggung Seungkwan. Membuatnya agar lebih tenang lagi. supaya dia bisa mengatakan semuanya pada Seungkwan. Meskipun ini bukanlah rencana awal karna Seungkwan telah mengetahui jika dia adalah Hoshi.
***
Seungkwan baru saja meminta kotak obat pada suster. Duduk disofa dan mengobati luka Soonyoung akibat tamparan kerasnya. Soonyoung mengaduh sakit saat alkohol itu menyentuh bibirnya. Soonyoung akui jika tamparan Seungkwan benar-benar menyakitkan sampai membuatnya terluka seperti sekarang.
Selesai mengobati Soonyoung. Seungkwan menaruh kotak obat tadi ke tempatnya. Kembali duduk disofa yang tak jauh dari ranjang Vernon. Menatap Soonyoung penuh dengan rasa keingintahuan. Soonyoung tahu. Karna itu, dia akan mengatakan semuanya pada Seungkwan. Entah seberapa lama dia menyembunyikan jati dirinya. Toh, Seungkwan juga akan mengetahuinya. Begitu juga dengan Jihoon.
"Katakan padaku..." Perintah Seungkwan tegas. Soonyoung melirik ke arah Vernon sejenak. Dia sama sekali tak berkomentar.
Toh, ucapannya tidak akan didengar oleh tunangannya itu. Biarkan Soonyoung yang menyelesaikan semua masalahnya dengan Seungkwan.
"Seperti yang kau pikirkan saat ini... Aku memang Hoshi, teman semasa sekolahmu dulu..." Soonyoung berhenti sejenak.
Menimbang-nimbang cerita mana yang harus dia katakan dan mana yang tidak perlu dia katakan. Karna, hanya mengatakan hal ini saja... sudah membuat wajah Seungkwan berubah.
"Dulu... Saat kecil, aku mengalami kecelakaan bersama dengan kedua orang tuaku."
"Ya, aku melihatnya diberita saat itu..." Sela Seungkwan mengingat berita yang dia tonton bersama Jihoon dan Vernon.
"Hmmt... seperti yang kau tahu. Semua itu bukanlah kecelakaan biasa. Seseorang tengah merencanakan sesuatu untuk menguasai HJ fashion. Karna itulah alasannya kenapa aku menyembunyikan jati diriku. Semua itu demi keselamatan orang-orang yang ada disekitarku."
Semuanya seakan jelas sekarang. Dimata Seungkwan. Semua kejadian dimasa lalu. Jika di pikirkan ulang memanglah sedikit janggal. Sifat Hoshi yang tak begitu akrab dengan teman-temannya. Keluarganya yang sangat misterius. Dan juga rumahnya yang tak banyak orang tahu.
Lalu... Kepergiannya ke Amerika yang mendadak. Semua itu seakan menjadi bukti alasan kenapa Soonyoung seperti itu. Dan Seungkwan baru mengetahuinya saat ini.
"Amerika juga?" Soonyoung mengangguk saat Seungkwan menanyakan soal kepergiannya ke Amerika.
"Ya. Bukan karna beasiswa. Melainkan karna aku harus belajar tentang Fashion disana."
"Lalu Vernon? Sejak kapan dia tahu tentang ini?"
Vernon seakan dijatuhi oleh ribuan batu saat Seungkwan menanyakan soal dirinya. Bisa dibunuh hidup-hidup oleh Seungkwan jika Soonyoung mengatakan kalau Vernon sudah tahu sejak dulu. Karna itulah, kenapa Vernon memberikan tanda pada Soonyoung agar tak memberitahukan soal dirinya yang sudah tahu soal ini sejak lama.
"Sudah sejak lama..." Soonyoung tersenyum tipis. Seakan tak peduli tentang apa yang terjadi pada Vernon nanti. Toh, itu bukan urusannya. Melihat Vernon dan Seungkwan bertengkar lumayan seru. Dan mampu membuat stres yang dia rasakan hilang meskipun hanya sejenak.
Saat itu pula. Seungkwan menatap tajam ke arah Vernon. Mata berkilatnya seakan mengatakan jika sebentar lagi hidup Vernon akan berakhir ditangan sang Tunangan. Vernon merutuki dirinya sendiri. Mengumpat tak jelas karna sahabatnya bahkan tak mau melakukan sesuatu padanya. Lebih memilih melihat dirinya habis ditangan Seungkwan.
"Seungkwan... itu semua karna..."
"Diam! Aku sedang tidak bicara denganmu!" Melihat berapa dinginnya Seungkwan saat ini. Membuat Vernon tak ingin pulang. Biarlah dia dirumah sakit terus ketimbang harus pulang dan akhirnya juga akan habis ditangan Seungkwan.
"Siapa yang menyuruhmu tertawa?" Seungkwan menaikkan satu alisnya, saat melihat Soonyoung tertawa kecil. Melihat bagaimana frustasinya Vernon saat ini. Soonyoung diam seketika. Takut. Dan lebih memilih bungkam. Saat marah. Seungkwan memang sangat menakutkan.
"Jadi... hanya aku dan Jihoon yang tidak tahu tentang ini semua? Dan kalian menyembunyikannya dengan sangat bagus. Kenapa kalian tidak menjadi aktor saja?" Seungkwan mencela Soonyoung. Berusaha menyudutkan mereka berdua atas perbuataan yang mereka lakukan pada Seungkwan dan juga Jihoon.
"Itu semua demi kebaikan kalian. Aku tidak mau orang-orang yang ada disekitarku terluka..." Soonyoung menundukkan kepalanya. Kembali ingat dengan kecelakaan yang dialami Jisoo dan juga Vernon.
Seungkwan mendekatkan dirinya. Menyangga tubuhnya dengan kedua kaki diatas sofa. Menarik tubuh Soonyoung ke pelukannya.
Soonyoung menenggelamkan kepelanya didada Seungkwan. Membalas pelukan Seungkwan yang begitu hangat. Bahkan, itu sama seperti saat ibunya memeluknya.
"Tidak peduli apapun yang terjadi... kita akan tetap menjadi teman dan saling menjaga satu sama lain..."
Seungkwan mengelus lembut rambut Soonyoung. Menenangkan Soonyoung yang tengah bersedih. Merasa bersalah atas apa yang telah terjadi pada Vernon. Melihat kebersamaan Seungkwan dan Soonyoung membuat Vernon ikut tersenyum. Ingin rasanya dia ikut memeluk. Tapi apa daya, karna dia kini terbaring sakit diatas ranjang.
Seungkwan sudah sepakat jika dia tidak akan mengatakan semua ini pada Jihoon. Tentang dirinya, dan rahasia tentang Hoshi pada Jihoon. Semua itu akan Soonyoung katakan nanti jika waktunya telah tiba. Meskipun sebenarnya dia sangat ingin mengatakan semua itu.
Tapi... ini semua demi keselamatannya.
Sementara itu, Seungkwan juga harus berpura-pura tetap tak mengenal Soonyoung. Hanya sebatas kenal sebagai Presdir HJ Fashion agar Jihoon tak Curiga.
"Jihoon bilang... Dia akan kemari setelah pekerjaannya dikantor selesai." Seungkwan memberitahu pada Soonyoung untuk menunggunya. Tapi Soonyoung tidak mau. Soonyoung bilang ada yang harus dia lakukan.
"Kalau begitu... katakan padanya saja, untuk datang ke apartemenku malam ini." Soonyoung mengambil ponselnya didalam saku kemejanya. Hendak menghubungi seseorang sebelum dia beranjak pergi.
"Baiklah. Hati-hati..." Ucap Seungkwan yang tengah mengupaskan apel untuk Vernon. Vernon melambaikan tangannya tanda salam.
"Hmm... Ah ya, aku lupa sesuatu..." Soonyoung yang tadinya hendak membuka pintu terhenti. Dan membalikkan badannya. Berjalan ke arah Seungkwan dan mencium keningnya singkat.
"Selamat atas pertunanganmu..." Soonyoung tersenyum tipis. Ada semburat merah saat Soonyoung mengatakan selamat pada Seungkwan. Membuatnya jadi salah tingkah dan hanya menjawab gumanan kecil.
Soonyoung kemudian berjalan pergi. Meninggalkan suara deguman pintu yang tertutup. Dan kemudian memencet beberapa nomor dan menghubungi seseorang.
"Bagaimana? Kau sudah menemukannya?" Tanya Soonyoung. Wajahnya terlihat begitu serius. Ada sebuah kilatan dimatanya. Dengan langkah memburu dan aura dingin yang menyelimutinya. Soonyoung membuka pintu mobilnya dan masuk kedalam. Menyetir mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata.
Soonyoung membuka pintu mobilnya. Membantingnya dengan kasar dan memasuki sebuah kantor polisi. Disana, Sekretaris Minhyun telah menunggunya didepan pintu. Memberi salam pada Soonyoung dan mengantarkannya ke sebuah ruangan berisi 5 orang pemuda dengan tubuh kekar mereka. Kelima pemuda tadi duduk disebuah kursi dengan meja besar ditengahnya. Sementara Soonyoung berada disisi luar ruangan yang bisa melihat mereka dari balik kaca yang kedap suara.
"Dari hasil pengamatan kami. Mereka berlima adalah pembunuh bayaran. Dulu mereka pernah dipenjara selama
3 tahun akibat mencuri sejumlah uang dibank." Seorang polisi memberikan informasi pada Soonyoung. Mata Soonyoung sama sekali tak bisa teralihkan pada ke lima pembunuh bayaran tadi. Rasanya Soonyoung ingin menghajar kelima orang itu karna sudah membuat sahabatnya babak belur dan masuk kerumah sakit.
"Kau sudah tahu siapa dibalik semua ini?"
"Tidak tuan. Sudah sejak tadi kami menanyakan pertanyaan yang sama. Tapi mereka tidak mau mengatakan siapa yang menyuruh mereka melakukan semua itu. Mereka bilang jika mereka memiliki dendam pada teman anda. Hanya itu saja."
"Dendam katamu?!" Soonyoung entah kenapa membentak polisi tadi dengan sangat keras. Membuat polisi tadi mundur selangkah akibat kaget.
"Mereka berbohong! Kau harusnya tahu itu!" Soonyoung menunjuk kelima pembunuh bayaran tadi dari jendela. Menatap tajam ke arah polisi tadi dengan sangat geram. Polisi ini berfikir jika semua yang dikatakan pembunuh
bayaran tadi benar. Dan itu membuat Soonyoung hampir naik darah dibuatnya.
"Ta-tapi tuan..."
"Suruh orangmu itu keluar! Aku yang akan melakukannya..."
Soonyoung memotong perkataan Polisi tadi. Menyuruh polisi tadi untuk meminta temannya yang ada diruangan keluar. Polisi tadi menurut. Berkata pada sebuah microfon dan menuyuruh polisi yang ada diruangan keluar. Sementara itu, Soonyoung dan Sekretaris Minhyun masuk dengan menggunakan perekam suara ditelinga mereka.
Soonyoung duduk dihadapan kelima penjahat tadi. Menatap satu persatu mata mereka dengan intens. Sementara Sekretaris Minhyun berdiri disamping Soonyoung. Berjaga-jaga jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
"Baiklah... Aku tidak akan basa-basi pada kalian..." Soonyoung berguman pelan. Menahan dirinya agar tak menghajar kelima penjahat yang sudah membuat sahabatnya masuk rumah sakit. Menjadikan mereka semua berakhir dipenjara adalah salah satu cara untuk menebus kesalahan mereka.
"Aku tahu kalian sedang diancam oleh orang yang menyuruh kalian menghajar temanku... Hingga babak belur. Ku akui kalian hebat dalam berkelahi. Tapi tidak dalam hal urusan keluarga. Aku benar, kan?" Kelima penjahat tadi saling pandang memandang. Menanyakan pertanyaan yang sama.
Kenapa orang ini bisa tahu, jika mereka sedang diancam?
"Ayolah! Aku tahu apa yang sedang kalian hadapi saat ini..."
Soonyoung memajukan tubuhnya hingga berada jarak yang lumayan dekat dengan kelima penjahat tadi. Face to face.
"Ku beri satu tawaran pada kalian semua..." Soonyoung berbisik pelan. Dengan mata tajamnya dia membuat kelima penjahat tadi memandangi Soonyoung dengan wajah serius.
***
Soonyoung keluar dari ruangan tadi dengan sangat amat kesal. Melepas dasinya dengan kasar dan melenggang pergi meninggalkan kantor polisi. Sebelum itu dia sempat mengatakan sesuatu kepada Sekretaris Minhyun. Menyuruh
para polisi tadi untuk tetap menjaga kelima penjahat tadi agar tidak kabur.
Sementara itu. Dia harus menenangkan dirinya sebelum dia kembali ke apartemen. Menemui Jihoon yang pasti sudah menungguinya sejak tadi. Hari sudah menunjukkan pukul 10 malam. Soonyoung khawatir jika Jihoon tak sabar menunggunya pulang hingga pada akhirnya dia pergi. Itu tidak boleh terjadi. Dengan secepat kilat. Soonyoung mengendarai mobilnya dengan kecepatan 100 km/jam.
Tak lama dia mengendarai mobil mahalnya. Soonyoung segera memarkirkan mobilnya ditempat parkir. Turun dari mobil dengan tergesa-gesa dan masuk ke dalam lift menuju ke lantai 10.
Hp Soonyoung berdering. Mengambilnya disaku jas dan melihat siapa gerangan yang menghubunginya malam-malam begini.
"Noona? Ada apa?" Tanya Soonyoung. Menjawab telfon yang ternyata dari Jisoo.
"Sesuatu terjadi kan? Aku sudah mendengarnya dari Seungcheol." Jisoo berbicara. Nampak nada khawatir terpancar dari suara lembut Jisoo.
"Kau mengkhawatirkan ku Noona?" ada sedikit nada jahil saat Soonyoung mengatakannya pada Jisoo. Pemuda itu tahu jika Jisoo meyayanginya. Bahkan melebihi seorang kakak dengan adiknya. Karna itulah... kenapa selama ini dia selalu bersikap baik padanya. Menjaganya sepenuh hati dan tak membiarkan seorang pun melukainya.
"Tentu saja aku mengkhawatirkanmu... Kau harus makan..."
"Terima kasih Noona. Tapi... kau jangan khawatir. Aku akan menyelesaikan semuanya. Mengakhirinya secepat mungkin. Hmm.. aku sedang kembali ke apartemenku. Jadi aku akan segera makan." Sebuah bunyi Ting! Menandakan lift Soonyoung telah sampai dilantai 10. Soonyoung segera keluar dari dalam lift. Berjalan dilorong apartemen yang sudah tak ada orang disana.
"Aku tahu kau bisa melakukannya dengan baik. Tapi... apa kau juga akan makan dengan baik?"
"Hey Noona... Kau tahu. Saat ini, kau terlihat seperti seorang istri yang seksi.." Soonyoung sejenak menggoda Jisoo.
Tersenyum kecil. Membayangkan wajah Jisoo sekarang pasti sudah merah padam seperti kepiting rebus.
"Noona... Maaf. Bisa kita lanjutkan ngobrol kita nanti?"
Soonyoung hendak mengakhiri percakapannya dengan Jisoo saat dia melihat seonggok manusia tengah duduk meringkuk didepan pintu apartemennya. Tertidur dengan sangat pulas dengan jaket tebal yang menutubi tubuhnya yang kedinginan.
"Kenapa? Apa ada sesuatu?"
"Tidak... Semuanya baik. Maaf, aku tutup dulu Noona. Sampai ketemu nanti." Soonyoung segera menutup telfonnya.
Ada raut wajah sedih saat Soonyoung tiba-tiba saja mengkhiri percakapannya. Mungkinkah dia sedang bersama dengan Jihoon? Itulah yang saat ini tengah dipikirkan Jisoo saat ini. Didalam kamarnya yang temaran. Sedang memikirkan pemuda yang saat ini tengah bersama dengan gadis yang dia sukai.
Soonyoung menghela nafas panjang saat melihat kondisi Jihoon saat ini. Kenapa dia tidak masuk saja dan malah menungguinya diluar. Sudah seperti gelandangan saja. Soonyoung berjongkok dihadapan Jihoon. Diam dengan posisi itu. Memperhatikan Jihoon dengan seksama. Rambutnya yang lurus dengan warna pirangnya. Tubuh yang tetap mungil dan menggemaskan. Kulitnya yang putih mulus dengan luka di jari-jarinya akibat terlalu sering menjahit.
Semuanya sudah berubah. Perubahan yang membuat Soonyoung semakin jatuh cinta pada gadis yang mencuri hatinya sejak dulu. Gadis yang selalu dia perhatikan diam-diam. Satu-satunya gadis yang membuat hatinya berdebar-debar setiap kali bersama dengannya.
Soonyoung terkaget. Kelabakan saat tubuh mungil itu hendak limbung ke arah kanan. Jika dia jatuh... pasti kepalanya akan terbentur lantai. Relfek. Soonyoung mencoba menyangga tubuh Jihoon. Tapi sepertinya dia kehilangan keseimbangan hingga pada akhirnya dia malah terjatuh tepat diatas Jihoon dengan kedua tangan yang melindungi kepalanya agar tak terbentur lantai. Soonyoung bisa mendengar erangan Jihoon. Seketika itu juga, mata indah yang selalu membuatnya lupa diri itu terbuka. Menampakkan kilauan sinar tak berdosa dari sang pemilik.
Jihoon mengedipkan matanya berkali-kali. Bukan karna sedang membiasakan dirinya dengan cahaya remang-remang disana. Melainkan meyakinkan dirinya atas apa yang sedang ada dihadapannya.
"Ke-kenapa kau mengerlingkan matamu seperti itu?" Tanya Soonyoung jadi merasa kegerahan. Bagaimana tidak? Melihat betapa wajah lucu Jihoon saat melakukan hal itu. Sungguh membuat Soonyoung ingin memakannya saat itu juga.
"Presdir?!"
Jihoon berteriak keras saat dia sudah mendapatkan kewarasannya. Mengetahui posisi mereka yang terlalu bebahaya. Dengan kasar, Jihoon mendorong tubuh Soonyoung hingga membuatnya limbung ke belakang. Dan sesegera mungkin Jihoon berdiri. Melakukan ancang-ancang dengan memegang tasnya. Sebagai senjata untuk melawan kemesuman bosnya itu.
"Apa yang ingin kau lakukan padaku, hah?!" Soonyoung tertawa getir. Sungguh. Gadis ini terlalu mendramatisir keadaan. Bersikap seolah-olah jika dirinya lah yang sedang di aniaaya. Sebenarnya apa yang dia pelajari selama ini? berakting dan membuat orang menjadi tersangka atas ulah yang dia perbuat sendiri begitu.
"Bicara apa kau? Justru aku yang harusnya mengatakan itu semua padamu..." Soonyoung berdiri. Merapikan pakaiannya dan membersihkannya.
"Masuklah..." Soonyoung memencet kode kunci apartemennya dan menyuruh Jihoon masuk kedalam. Jihoon menurut. Meskipun dia masih agak takut. Kenapa juga dia harus disuruh datang kerumahnya malam-malam begini. Dia bahkan sudah menunggu hampir 2 jam lebih. Sampai-sampai dia tertidur begitu.
"Ada apa? Seungkwan bilang, kau menyuruhku datang kemari?"
Jihoon berjalan tepat dibelakang Soonyoung. Mengikuti Soonyoung yang berjalan ke arah dapur seperti anjing peliharaan. Mengambil sebuah kaleng bir dan meminumnya. Kemudian duduk dikursi.
"Ngomong-ngomong... Dari mana kau tahu jika Vernon masuk rumah sakit? Kalian bukan teman dan juga bukan rekan kerja..." entah kenapa hari ini Soonyoung ingin sekali menyumpal mulut indah itu. Beberapa hari tidak bertemu, kenapa Jihoon jadi cerewet. Dan juga... rasa keingintahuannya itu kenapa besar sekali.
Soonyoung menaruh kaleng birnya dengan kasar ke atas meja. Menatap tajam ke arah Jihoon. Membuat Jihoon jadi tegang dibuatnya. Haruskah dia lari saat ini juga? Atau memukul kepala mesum itu hingga pingsan?
Soonyoung Pov
"Haahaa... Kau berani melakukan itu?" Aku tertawa terbahak-bahak saat mendengar isi hati Jihoon saat ini. memukul kepala mesumku? Benarkah aku semesum itu? aku bahkan tidak pernah tidur dengan gadis lain, kecuali Jisoo. (Tidur ya bukan ena)
"A-apa?" Aku tahu. Saat ini, Jihoon pasti sedang kebingungan dengan perkataanku saat ini.
"Bukankah kau berniat memukul kepala mesumku ini?"
"Da-dari mana kau bisa tahu apa yang sedang ku pikirkan?!" Jihoon terkejut. Sangat terkejut saat tahu Aku bisa mengerti apa isi hatinya saat ini. Jelas saja Aku tahu karna aku bisa membaca pikiran orang hanya dengan melihat matanya saja.
"Aku penasaran... kenapa kau selalu bilang kalau aku ini orang yang mesum? Tolong jelaskan nona Jihoon..." Aku menaikkan satu alis. Jihoon berfikir dengan wajah malu-malu.
"I-itu karna kau selalu menggodaku. Da-dan juga... kau... kau..." Jihoon terbata-bata saat menjelaskan kenapa dia selalu memanggil ku mesum. Ada semburat merah dipipi indahnya.
"Ya... Aku kenapa?" Ulangku mengatakan apa yang dikatakan Jihoon.
"Sudah! Cukup! Haruskah aku mengatakannya secara gamblang?!" Aku kembali tersenyum saat melihat tingkah laku Jihoon yang kelabakan. Ini sungguh membuat ku terhibur. lumayan untuk menghilangkan kepenatan yang melanda diriku.
"Apa kau sudah mulai menyukaiku?" Aku tahu saat ini Jihoon merasa dirinya sedang didesak. Dengan pertanyaan yang terlalu terbuka. Sebenarnya ini memang salahku mengatakan hal yang akan membuatnya marah. Bahkan sedih.
"Apa kau sedang mempermainkan aku? Sebenarnya apa tujuanmu menyuruhku datang kemari? Apa hanya untuk bermain-main denganku?" Jihoon berkilat. Marah dengan pertanyaan yang aku ajukan. Tangannya memegang tasnya dengan kuat. Menutupi perasaan yang selalu dia rasakan saat bersamaku. Aku tahu dia menyukaiku. Tapi aku juga tahu jika dia menyukai Hoshi. Aku yang dahulu.
"Ini bukanlah urusan yang bisa kau masuki begitu saja..."
"Jika tidak ada hal lagi yang ingin kau katakan aku akan pergi. Permisi..." Jihoon membungkuk memberi salam padaku.
Harusnya aku tak menanyakan hal ini padanya. Membuatnya melenggang pergi tanpa melihat ke arahku membuat hatiku seakan tercabik-cabik. Aku langsung berlari mengejar Jihoon sebelum dia membuka pintu apartemen dan menutupnya kembali. Meraih tangannya dan membuatnya berada dipelukanku. Aku bisa merasakan sebuah air yang membasahi kemeja putihku.
Tubuhnya gemetaran menahan emosi yang selama ini dia sembunyikan. Aku sudah membuat Jihoon kesulitan. Dan aku sungguh minta maaf sudah membuatnya seperti ini. Aku semakin memeluknya erat. Membenamkan tubuhnya ke pelukannku. Tak mempedulikan perlawanan Jihoon yang tak suka saat ku peluk. Tetap membuatnya berada didekapanku sampai aku merasakan tak ada perlawanan darinya. Yang ada hanyalah suara tangisan yang pecah dari bibir Jihoon. Mengatakan berbagai celaan yang dia lemparkan kepadaku.
Beberapa menit setelah Jihoon tak lagi menangis. Aku melepaskan pelukannya. Membingkai wajah manisnya dengan kedua tanganku. Menatapnya dengan tatapan lembut tanpa mengalihkannya.
"Aku menyukaimu..." Aku berguman pelan. Mengecup puncak kepala Jihoon. Turun ke dahi, pipi, hidung dan
berhenti disana. Mendiamkan kepala kami bersentuhan dengan kedua hidung kami yang saling bersentuhan.
"Aku sungguh menyukaimu..." Ucapku seperti orang sedang berbisik. Aku bisa merasakan hembusan nafas Jihoon yang memburu. Jantungku berdegup kencang saat melihat mata bersinar itu tepat didepanku. Ingin rasanya aku mengatakan semuanya pada Jihoon. Tentang siapa dia sebenarnya. Dan juga tentang Hoshi yang sangat dicintainya.
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro