Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

💎15

Hari ini sangatlah penuh dengan senyum bahagia. Bagaimana tidak? Jisoo telah diperbolehkan dokter untuk pulang. Dan saat Soonyoung mendengar berita tersebut. Cepat-cepat Soonyoung meninggalkan kantor dan menjemput Jisoo dirumah sakit. Membantu segala hal yang dibutuhkan oleh Jisoo hingga akhirnya mereka telah sampai dirumah dan disambut oleh semua orang. Menghiasi rumah dengan balon-balon dan tulisan selamat datang kembali dirumah. Anggap saja, itu adalah tradisi.

Soonyoung dengan sigap mengambil koper berisi baju-baju Jisoo dan membawanya keluar sebelum sekretaris Minhyun mengambil alih. Soonyoung membuka pintu mobil, menggendong Jisoo bak seorang pengantin. Meskipun pada awalnya Jisoo menolak karna malu. Tapi mau bagaimana lagi? Toh kakinya sedang sakit dan diperban. Dia tak bisa berjalan kalau tidak dengan tongkat atau kursi roda.

Tanpa merasakan berat sama sekali. Soonyoung mengendong Jisoo dengan luesnya. Masuk kedalam rumah dan mendudukkannya disofa.

"Kau mau minum sesuatu?" Soonyoung menawarkan minuman setelah Soonyoung menurunkkan Jisoo. Jisoo hanya menggeleng pelan sambil tersenyum tipis.

"Senangnya kakak sudah pulang..." Myungho tersenyum bahagia saat melihat kakaknya sudah diperbolehkan pulang. Seungcheol yang melihatnya mengacak rambut Myungho pelan.

"Bagaimana? Apa yang dokter katakan?" Tanya ibu Jisoo yang duduk tepat disampingnya.

"Hanya butuh istirahat sampai kaki ku sembuh. Lagipula... ini hanya retak biasa ibu." Jisoo menjaskan kembali apa yang dikatakan oleh dokternya. Sedikit banyak, Jisoo juga tahu apa yang terjadi padanya karna dia juga seorang dokter. Jadi...Jisoo tak punya kendala untuk mengurus dirinya sendiri.

"Kalau begitu, kau harus istirahat penuh dirumah dan jangan melakukan apapun sampai kau sembuh. Ini semua karna kau tidak berhati-hati saat mengemudi mobil hingga menabrak pohon. Apa kau mabuk?" Soonyoung dan Seungcheol saling pandang memandang saat sang ibu mengatakan hal itu pada Jisoo. Mereka harus mengatakan kebohongan pada ibu mereka jika itu terjadi karna kecelakaan dan bukan kesengajaan.

"Ibu..." Jisoo merajuk. Meskipun dia mabuk. Dia tahu apa yang harus dia lakukan.

"Baiklah-baiklah. Sebaiknya kita rayakan kepulangan Jisoo dari rumah sakit." Ucap Seungcheol hendak mengangkat gelas minumannya.

"Untuk kesembuhan Noona..." Soonyoung berdiri. Mengangkat gelasnya tinggi-tinggi.

"Bersulang!!"

Semuanya mengangkat gelas mereka masing-masing dengan posisi berdiri. Kecuali Jisoo yang terduduk. Tertawa bahagia, bercanda. dan menikmati makanan yang sudah disiapkan oleh sang ibu. Sejenak menghilangkan rasa stres dan kekhawatiran yang mereka rasakan. Mencoba merilekskan diri dari segala kepenatan diri yang melanda mereka setiap hari.

***

Soonyoung Pov

Pesta kecil berakhir. Sekretaris Minhyun dan Seungcheol kembali bekerja. Sedangkan, aku tengah mengendong gadisku ke kamarnya. Menapaki setiap tangga satu persatu sambil menggendongnya bak brydal style.

"Soonyoung..." Aku bisa melihat mata Jisoo tertuju padaku. Tanpa mengalihkan pandanganku kepadanya. Aku menjawabnya dengan gumanan pelan.

"Aku tahu itu bukanlah kecelakaan biasa..." Aku terhenti. Mendengar Jisoo mengatakan kalimat itu. Hatiku seakan tertusuk oleh ribuan jarum. Tubuhku menegang seketika. Aku tahu Jisoo merasakan perubahan pada diriku saat ini. Namun, aku mencoba menyembunyikannya serapat mungkin.

"Kau benar. Semua itu ulah Manager Jinyoung." Aku menjawab pelan. Sedikit bergetar. Namun, aku berusaha sekuat tenaga untuk mengendalikan diriku dihadapan Jisoo. Kembali berjalan menaiki tangga satu persatu.

"Atau... lebih tepatnya kesalahanku." Aku kembali berkata.

Dan saat itu pula. Aku tahu ada rasa sakit yang terlihat dimata indah Jisoo. Perasaan sedih, takut, dan juga kekecewaan.

"Jangan menyalahkan dirimu sendiri atas kejadian ini." Aku hanya terdiam membisu. Masih berjalan, dan membuka pintu kamar saat kami telah tiba. Tanpa sedikitpun menatap ke arah Jisoo. Aku merebahkan tubuh Jisoo ke atas ranjang. Menyandarkan dirinya dikepala ranjang. Dan segera mungkin berjalan keluar. Tapi sepertinya aku harus menunda itu semua karna tanganku sudah berada digenggaman Jisoo.

Menarikku pelan. Seakan menandakan diriku untuk mendekat padanya. Aku tak menolak. Dengan wajah tertunduk. Aku duduk ditepi ranjang dan memeluk Jisoo. Memeluknya erat. Menenggelamkan wajahku diantara leher Jisoo yang begitu nyaman.

"Maaf... Maafkan aku..." Aku berbisik pelan. Air mataku telah keluar. Tidak tahu bagaimana lagi bisa mengendalikan rasa berkecamuk didalam dadaku. Penyesalan, terluka, dan rasa tak berguna. Semuanya tekumpul menjadi satu. Membuatku terasa seperti dineraka.

"Ini semua akan baik-baik saja. Aku akan selalu berada disampingmu." Aku tahu. Entah kenapa, setiap kali Jisoo mengatakan hal tersebut. Hatiku merasa begitu tenang. Yah. Dia adalah malaikat pelindungku. Malaikat yang sepert seorang ibu bagiku. Seseorang yang terlalu penting bagi hidupku. Entah apa yang akan terjadi padaku jika Jisoo tidak ada.

***

Soonyoung memasuki lobi kantor dengan tergesa-gesa. Memberi salam pada para pegawainya dengan sekena saja. Kemudian kembali mengabaikan setiap orang yan berpapasan padanya. Memasuki lift dan memencet tombol nomer 10. Setelah beberapa menit bunyi Ting! Menandakan jika lift telah sampai ke lantai 10. Soonyoung segera keluar dengan acuh. Dan berjalan menuju ruangannya.

Setelah sampai didalam ruangannya, Soonyoung sudah disambut oleh Sekretaris Minhyun. Membawakan beberapa berkas yang harus ditanda tangani hari ini. Sekretaris menaruh semua bekas dimeja Soonyoung sesaat setelah Soonyoung duduk dikursinya. Sambil menjelaskan berkas apa saja itu. Sekretaris Minhyun membuka satu persatu berkas yang ada dimeja Soonyoung.

"Jika semuanya sudah beres aku akan kembali." Ucap Soonyoung memberitahu. Soonyoung sama sekali tak bisa tenang setiap saat. Yang ingin dia lakukan hanyalah selalu ingin segera pulang kerumah untuk menjaga Jisoo agar cepat sembuh.

"Baiklah. Oh ya Presdir... Tadi pagi nona Jihoon mengabariku jika hari ini dia tidak masuk karna sakit." Ucap

Sekretaris Minhyun memberi tahu. Soonyoung menatap Sekretaris Minhyun dengan wajah kaget.

"Sakit?" Tanya Soonyoung mencari-cari jawaban dari balik mata Sekretaris Minhyun.

"Saya tidak tahu pasti. Tapi yang jelas, Nona Jihoon bilang jika dia tidak enak badan dan ingin istirahat dirumah." Jelas Sekretaris Minhyun.

"Aku mengerti. Paman boleh pergi." Sekretaris Minhyun kembali ke ruangannya. Soonyoung mengambil ponsel yang ada disakunya. Memencet tombol nomor dan mendekatkan ponselnya ke telinganya.

Terdengar dari jauh jika nomor yang dihubunginya sedang tidak aktif. Soonyoung mendecak kesal dan mencoba menghubungi nomor itu kembali. Tapi hasilnya sama saja. Nomor yang anda tuju sedang diluar area jangkauan.

"Apa ini karna kejadian waktu itu?" Guman Soonyoung menerka-nerka. Melihat kejadian saat di atap rumah sakit. Bisa jadi, Jihoon tak mau bertemu dengan Soonyoung dan menghindarinya. Kenapa Jihoon harus bersikap seperti anak kecil seperti ini. Bahkan, masalah yang Soonyoung hadapi belum selesai dan dia harus mendapatkan masalah baru lagi.

Tak bisakah sehari saja. Soonyoung tenang tanpa adanya masalah yang membelit hidupnya.

***

"APA?!" Seungkwan berteriak keras saat mendengar cerita bodoh dari sang sahabatnya ini. Hari ini, Jihoon sedang berada dibutik Seungkwan. Berkunjung dan menceritakan masalah apa yang sedang terjadi padanya.

Jihoon mengangguk mantap tak kala, Seungkwan berteriak keras padanya. Kaget dengan cerita yang baru saja dia dengar.

"Apa yang harus aku lakukan? Aku merasa malu sekali jika harus bertemu dengannya." Jihoon menjatuhkan kepalanya diatas meja hingga berbunyi tuk! Menenggelamkan kepalanya dikedua lengannya. Mencoba menutupi semburat merah yang menghiasi wajahnya.

"Itu semua karna ulah bodohmu!!" Seungkwan memukul kepala Jihoon dengan kasar. Membuat Jihoon terlonjak dan menjerit kesakitan.

"Sakit bodoh!!"

"Itu untuk menyadarkan mu kalau kau benar-benar gadis yang bodoh! Bagaimana bisa kau membiarkan Presdir itu mencium mu. Bahkan mencoba menggerayangi tubuhmu. Aish!~ Sebenarnya apa yang ada dikepala besarmu itu hah?!" Seungkwan marah-marah. Berusaha memukul Jihoon lagi jika Jihoon tak berusaha menghindar dan memohon pada sahabatnya itu agar tak lagi memukulinya.

"Berhenti mengatai ku bodoh. Aku bahkan tak tahu apa yang terjadi dengan diriku saat itu terjadi." Terdengar suara Jihoon sedikit turun. Pikirannya tertuju saat malam dimana Soonyoung menciumnya dengan penuh gairah. Seperti orang yang sangat amat menginginkan ciuman itu dari dulu.

"Apa maksudmu?" Seungkwan menaikkan sebelah alisnya saat mendengar pernyataan Jihoon.

"Malam itu, aku merasa aku seperti dihipnotis. Tubuhku kaku tak bisa digerakkan. Bahkan, mataku sama sekali tak bisa ku alihkan darinya. Dan juga..." Ucapan Jihoon terhenti. Membuat Seungkwan bertambah penasaran.

"Dan juga..." Seungkwan bahkan, mengatakan apa yang Jihoon katakan diakhir kalimat.

"Dan juga... aku merasa dia seperti Hoshi saat itu."

Sesaat setelah Jihoon mengucapkan kalimat itu. Yang dia dapatkan adalah pukulan yang lebih kasar dari Seungkwan. Memukul tepat dikepala Jihoon hingga membuatnya menjerit kesakitan. Jika dihitung-hitung, Seungkwan sudah memukul kepalanya lebih dari 5 kali.

"Kau ini sudah gila ya!? Apa kau akan memberikan tubuhmu itu kalau ada lelaki yang mengatakan jika dia adalah Hoshi?!" Teriak Seungkwan kesal. Melihat betapa gilanya sahabatnya ini. Membuatnya jadi jjjik. Bagaimana
bisa dia mengatakan jika Soonyoung itu adalah Hoshi. Dia ini benar-benar sudah tidak waras.

"Te-tentu saja tidak!" Bantah Jihoon keras-keras. tapi... Dia merasa apa yang dia rasakan saat itu memang benar. Perasaannya mengatakan jika malam itu, Soonyoung begitu mirip dengan Hoshi. Saat lelaki yang menjadi bosnya itu memanggil namanya dengan begitu lembut.

"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?"

"Kau tidak mungkin selamanya menghindar dari Presdir kan?" Tanya Seungkwan.

Itu benar juga. Tidak mungkin Jihoon terus-terusan menghindari Soonyoung. Jihoon juga harus bekerja. Apa yang harus dia lakukan saat ini? Jihoon benar-benar malu jika harus bertemu dengan Soonyoung.

***

Soonyoung kembali dari kantor. Menaruh mobil dihalaman dan masuk kedalam rumah. Mengganti sepatunya dengan sandal. Hari ini dia sangat lelah. Dia bahkan kerumah Jihoon untuk melihat keadaannya. Tapi dia tidak ada disana. Dia juga menghubungi Vernon bagaimana keadaan Jihoon. Tapi yang mengejutkan adalah... Vernon tidak tahu jika Jihoon sakit. Yang dia tahu adalah, saat ini Jihoon sedang bersama Seungkwan dibutik. Dan itu membuat Soonyoung semakin beransumsi jika Jihoon benar-benar sedang menghindari bertemu dengannya.

"Aku pulang!" Soonyoung berseru seraya berjalan masuk kedalam rumah. Mengendorkan dasinya. Rumah begitu sepi.

Soonyoung berjalan menuju kamar Jisoo. Ingin melihat keadaannya setelah dia tinggal pergi ke kantor meskipun hanya beberapa jam saja.

"Noona?" Soonyoung membuka pintu kamar Jisoo pelan. Dan melihat Jisoo sedang bersender dikepalan Ranjang sambil membaca sebuah buku.

"Kau melarikan diri lagi?" Tanya Jisoo menatap Soonyoung yang sudah berada disampingnya. Menjatuhkan dirinya diatas ranjang dengan kedua mata yang tertutup.

"Aku tidak pernah melakukan itu. Kantor baik-baik saja, hanya butuh menandatangani beberapa berkas dan selesai." Jawab Soonyoung masih memejamkan kedua matanya.

Dia sangat lelah sekali hari ini. Merebahkan tubuh dan tidur mugkin bisa membuatnya lebih tenang.

"Dimana bibi?"

"Ibu sedang pergi ke supermarket." Jisoo memandang ke arah Soonyoung. Memperhatikan Soonyoung yang terpejam disampingnya dengan tenang. Kemudian kembali beralih ke buku yang dia pegang.

"Kalau kau ingin tidur. Sebaiknya kau ke kamarmu Soonyoung."

"Untuk hari ini saja, Biarkan aku tidur disini." Soonyoung berguman pelan dengan mata tertutup. Menggerakkan tubuhnya sejenak, Mencari posisi yang nyaman untuk dia tidur. Jisoo hanya diam tak menjawab. Jisoo tahu betul jika Soonyoung memang sangat lelah.
Melihat betapa dengan cepatnya dia tertidur pulas. Jisoo menutup bukunya. Menaruhnya keatas meja dan mendekati Soonyoung dengan pelan. Berusaha agar gerakan kecilnya tak membuatnya terbangun.

Dengan lembut, Jisoo mengelus lembut rambut Soonyoung. Menyingkirkan anak-anak rambut Soonyoung yang menutupi rambutnya. Jika dilihat-lihat, sudah lama sekali Jisoo tak melakukan hal ini.

***

Manager Jinyoung duduk dengan angkuhnya dimeja kerjanya dirumah. Menatap ke arah seorang lelaki yang datang menghampirinya bersama dua pengawal pribadinya. Lelaki itu nampak misterius dengan topi yang menutupi wajahnya. Jaket tebal berwarna hitam pekat yang menandakan jika dirinya bukanlah orang yang baik. Sosok tersebut mengambil sebuah amplop coklat dari tasnya. Mengeluar kannya dan menaruhnya diatas meja.

"Semuanya ada didalam situ." Ucap lelaki tersebut. Dilihat dari nada suaranya, dia terlihat seperti laki-laki paruh baya. Sama seperti Manager Jinyoung. Manager Jinyoung tersenyum. Memajukan kursinya dan mengambil amplop coklat didalamnya. Melihat isi didalamnya sejenak dan kemudian memasukkannya kembali. Puas dengan hasil kerja orang tadi.

"Bagus. Tak sia-sia aku membayarmu." Ucap Manager Jinyoung bangga. Tangannya bergerak memberi tanda pada pengawal yang berdiri disampingnya. Melihat tanda tersebut. Sang pengawal mengambil sebuah amplop coklat kecil disakunya. Memberikannya kepada sosok misterius tadi.

Sosok misterius tadi, mengambilnya. Membuka isi amplop yang berisi uang dengan jumlah yang banyak. Tesenyum senang dengan apa yang sudah diadapatkan atas informasi yang dia berikan kepada manager Jinyoung.

"Jika kau ingin sesuatu lagi. Katakan padaku. Dengan senang hati, aku akan membantumu." Lelaki tersebut tersenyum. Senyum yang mengarah kepada rasa benci yang sangat mendalam. Setelah itu, dia pergi dari hadapan Manager Jinyoung dengan dua pengawal dibelakangnya.

Manager Jinyoung kembali membuka amplop tadi. Mengeluarkan beberapa foto dan juga kertas berisi tulisan. Melihat foto tersebut satu persatu. Sungguh sesuatu informasi yang sangat berguna bagi Manager Jinyoung untuk menghancurkan saingannya.

"Kita mulai dengan yang paling mudah." Ucap Manager Jinyoung memperhatikan foto seorang lelaki dan perempuan yang sedang tersenyum disebuah Caffe.

"Baik tuan."

Seakan mengerti apa maksud Manager Jinyoung. Pengawal tadi, langsung memberi hormat dan berlalu dari hadapan Manager Jinyoung. Hendak melaksanakan misi yang Manager Jinyoung berikan padanya.

***

Soonyoung melangkahkan kakinya disetiap jalan setapak didekat rumahnya. Lari dipagi hari sungguh menyenangkan. Kau bisa menikmati semilir angin pagi yang begitu segar. Kau juga bisa melihat-lihat pemandangan disekitarmu. Mobil yang berlalu lalang, orang-orang yang berjalan hendak mengawali aktifitas mereka. Banyak sekali hal yang bahkan, selalu kita tidak pedulikan dikehidupan sehari-hari. Dengan sebuah headphone dikepalanya, Soonyoung berlari sambil mendengarkan lagu. Menikmati pagi harinya dengan santai.

Lama Soonyoung berlari. Akhirnya, Soonyoung duduk disebuah taman. Meminum sebotol air mineral yang dia beli disupermarket yang dia lewati tadi. Nampak Nafas Soonyoung agak memburu akibat berlarian. Keringat mengucur deras disetiap kulit putihnya. Rambut yang biasanya berdiri tegak kini menjadi turun ke bawah seakan bisa merasakan kelelahan yang dialami Soonyoung.

Soonyoung menyenderkan tubuhnya. Menaruh air mineral tadi disebelahnya. Berusaha mengembalikan staminanya kembali sebelum dia beranjak pulang. Dia harus pergi ke kantor setelah beberapa hari dia tidak aktif. Hanya sesekali datang untuk menandatangani berkas-berkas dan setelah itu pulang. Tak ada banyak waktu yang dia miliki karna dia harus menjaga Jisoo yang sekarang sudah mulai membaik. Dia sudah bisa berjalan meskipun hanya sedikit-sedikit. Hanya perlu beberapa waktu lagi untuk membuat Jisoo sembuh dari sakitnya.

Sementara itu, Soonyoung juga harus mengurus perbuatannya yang agak keterlaluan hingga membuat Jihoon tak mau bertemu dengannya. Beberapa hari tidak melihat wajah Jihoon membuat Soonyoung jadi rindu dibuatnya. Rindu pada ekspresi wajah Jihoon yang setiap kali dikerjai oleh Soonyoung. Wajah marahnya, malu dan ketika dia jengkel melihat tingkat bossy Soonyoung.

Merasa staminanya sudah terkumpul. Soonyoung hendak beranjak dari kursinya dan pulang. Namun, saat Soonyoung berjalan beberapa langkah. Soonyoung mendapatkan sebuah panggilan dari Sekretaris Minhyun.

"Ya, paman?" Ucap Soonyoung dari seberang telfon. Bertanya ada gerangan apa sepagi ini menghubunginya. Semoga saja bukan sesuatu yang buruk yang ingin dikatakan Sekretaris Minhyun. Sebab. Perasaannya saat ini benar-benar sedang kacau.

"Tuan. Saya mendapat kabar jika teman anda kini sedang berada dirumah sakit." Sontak kalimat tersebut membuat jantung Soonyoung serasa berhenti. Teman siapa yang dimaksud oleh Sekretaris Minhyun?

"Teman? Siapa maksudmu?" semoga saja, bukan nama yang tengah Soonyoung pikirkan saat ini. Jika benar. Dia pasti akan mengutuk dirinya sendiri.

"Tuan Vernon, tuan" Soonyoung bisa mendengar dengan jelas saat Sekretaris Minhyun mengatakan nama Vernon dengan nada bergetar. Soonyoung terdiam ditempatnya. Berdiri dengan eskpresi mengeras. Marah. Sedih. Kecewa. Dan juga dendam yang semakin tumbuh dihatinya. Dengan secepat kilat. Soonyoung menutup telfonnya dan berlari pergi. Kembali ke rumahnya dan bergegas pergi ke rumah sakit dimana Vernon dirawat.

Soonyoung menghela nafas panjang saat dia berada tepat didepan pintu ruangan Vernon dirawat. Memegang knop dengan tangan yang bergetar. Tak berani membuka pintu tersebut. Lama dia berdiri disana hingga akhirnya dia membuka pintu itu pelan. Menampakkan dirinya dihadapan Vernon yang sedang terbaring diranjang. Luka lebam menghiasi wajahnya. Sudah dipastikan jika dia baru saja dipukuli oleh beberapa orang.

"Presdir Soonyoung? Kenapa kau bisa ada disini?" Tanya Seungkwan saat melihat Soonyoung datang ke rumah sakit. Dia bahkan tak mengatakan peristiwa ini pada siapapun kecuali Jihoon dan keluarga.

"Eh... Jihoon yang... mengatakannya padaku." Ucap Soonyoung berbohong. Mereka bahkan belum bekomunikasi sama sekali sejak 3 hari yang lalu.

"Benarkah itu?" Seungkwan nampak bingung dengan jawaban Soonyoung. Yang Seungkwan tahu jika mereka sedang bertengkar. Lalu kenapa Jihoon memberitahu Soonyoung yang bukan siapa-siapa mereka.

"Seungkwan. Bisa kau keluar sebentar? Kami ingin bicara berdua saja." Vernon bangun dari tidurannya. Duduk sambil menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. Tersenyum tipis pada Seungkwan supaya dia mau keluar sebentar agar Soonyoung dan juga Vernon dapat berbicara.

"Baiklah." Seungkwan menuruti apa kata Vernon. Sejenak dia menatap Soonyoung dengan wajah bertanya-tanya apa yang sebenarnya tengah terjadi. Hingga pada akhirnya, dia berlalu. Keluar dari ruangan Vernon.
Keduanya terdiam. Seakan menunggu Seungkwan agar berjalan lebih jauh lagi. supaya tak ada seseorang yang bisa mendengar percakapan mereka.

Soonyoung masih terpaku ditempatnya. Tak berani maju lebih dekat lagi. Bahkan memulai pembicaraan mereka.

"Aku baik-baik saja." Ungkap Vernon. Dia seakan mengerti apa yang ada dipikiran sahabatnya saat ini.

Meskipun Soonyoung tak mengatakannya. Vernon tahu betul apa yang dirasakan Soonyoung. Rasa bersalah yang begitu besar hingga mengakibatkan ketidak percayaan diri. Semua itu bahkan tak dihiraukan Vernon sama sekali. Mereka teman. Sahabat sejak berada dibangku sekolah. Satu-satunya teman yang tahu tentang rahasia Soonyoung. Yang tak banyak orang tahu.

"Semalam... Saat aku kembali dari Caffe. Ada sebuah mobil yang menghadangku. Beberapa orang dengan badan besar datang menghampiriku. Kami sempat ada cekcok saat mereka memaksaku keluar dari mobil. Mereka menghajarku hingga aku babak belur." Vernon terdiam sejenak. Dia ingat betul kejadian yang dia alami tadi malam. Saat dia kembali dari Caffe dan tiba-tiba saja ada beberapa orang berbadan besar menghajarnya hingga babak belur. Tanpa ampun. Vernon menatap Soonyoung. Melihat eskpresi apa yang dia tampilkan. Vernon melihatnya. Soonyoung mengepalkan tangan kanannya. Menahan amarah yang hendak keluar. layaknya bom yang siap menghancurkan segalanya.

"Setidaknya mereka masih membiarkan aku hidup. Bukan begitu, sobat?" Vernon tersenyum. Tak ada reaksi apapun dari Soonyoung. Hanya menundukkan kepalanya ke bawah tanpa melihat ke arah Vernon. Soonyoung berguman pelan...

"Ini tidaklah bagus..." Tubuh dan nada suara Soonyoung bergetar.

"... Ini bukanlah hal yang bisa kau ucapkan dengan semudah itu!!" Soonyoung berteriak keras. membuat Seungkwan yang tengah duduk diluar berdiri. Kaget dengan suara teriakan Soonyoung yang membuatnya cemas.

Apa mereka berkelahi? Haruskah aku masuk kedalam? Pikir Seungkwan was-was.

"Aku. Yang bahkan tidak bisa melakukan apapun dan selalu membuat orang yang ada didekatku terluka..." Soonyoung tersenyum kecut. Melihat 2 orang yang dia sayangi terluka.

Harus berapa banyak lagi orang yang terluka akibat melindunginya?

"Heh! Bukankah, aku sama saja seperti gadis pengecut yang hanya bersembunyi dibalik bayang-bayang orang lain? aku bahkan tidak bisa melakukan hal sedikitpun untuk mencegah semua itu..." Soonyoung menangis.

Perasaan getir yang dia rasakan saat ini. Rasa ketidak mampuannya untuk mencegah hal itu terjadi. Semuanya seakan menjadi neraka yang siap memakannya kapanpun. Haruskah dia menyerah terhadap semua ini. Dia yakin, akan lebih baik jika dia mati saat kecelakaan itu. Semua orang tidak akan terluka jika Soonyoung tidak ada.

"Kalau begitu lakukan sesuatu!! Kau selalu saja menyalahkan dirimu sendiri atas semua kecelakaan yang menimpa kami. Kau juga selalu mengutuk dirimu dan menginginkan menghilang dari dunia ini. Hanya itukah yang bisa kau lakukan?"

"Kami semua berusaha melindungimu. Tapi kau? Kau bahkan tidak bisa melihat betapa kami sangat meyayangimu. Setidaknya gunakan rasa sayang kami ini sebagai kekuatan bagimu..."

"Soonyoung... Meskipun aku ditakdirkan hidup untuk kedua kalinya. Aku akan tetap memilih bertemu dan menjadi sahabatmu. Semua itu tidak akan pernah berubah. Kau akan tetap menjadi Hoshi. Sahabat terbaik ku." Soonyoung tahu itu. dia bisa melihat itu semua dari mata Vernon. Ketulusan hati Vernon yang mau berteman dengannya. Segala hal yang dia lakukan demi dirinya. Harusnya dia tak bersikap seperti sekarang ini. Bertindak seperti anak kecil. Orang lemah yang selalu mengeluh setiap saat.

"Vernon..."

"Apa maksud semua ini?!"

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro