Part 24
Tanpa sepengetahuan Maura, keesokan harinya Queen mendatangi apartemen Selly. Sedikit ragu, ia menekan bel. Tak lama kemudian, Selly membuka pintu. Terkejut dan tidak menyangka jika pagi itu akan kedatangan tamu.
"Tamu tak diundang." Selly tersenyum sinis. "Rafael milikku, dan dia tidak mungkin kembali padamu."
Usai Selly mengucapkan kalimatnya, Queen mengangkat tangannya dan menampar Selly sekuat tenaga. "Aku tidak akan mengemis cinta pada Rafael. Aku hanya ingin mengatakan, kau ... wanita jahat yang mencuci otak Rafael hingga dia tega membatalkan pernikahan kami. Kau pantas mendapatkan ini."
Sekali lagi, Queen melayangkan tangannya hingga membuat Selly terjajar ke belakang. Tidak mau kalah, Selly bergerak maju dan menjambak rambut Queen. "Berkacalah! Siapa di antara kita yang tidak punya hati! Aku yang terlebih dulu memiliki Rafael, lalu tiba-tiba kau datang dan tanpa tahu malu menjadi orang ketiga. Apa namanya jika seorang wanita mau tidur dengan lelaki asing? Perempuan murahan?"
"Rafael menjebakku! Dan sebelum ini, dia sangat mencintai anakku! Lalu tiba-tiba kau merampas ayah dari anakku!"
"Rafael jauh lebih mencintai anakku!" Selly berseru sembari menahan sakit karena Queen balas menarik rambutnya.
"Aku bahkan tidak yakin kau hamil! Atau jika memang benar hamil, apa bayi itu anak Rafael?"
"Tentu saja ini bayi Rafael! Jadi, sekarang pergilah. Aku yang lebih dulu mencintai Rafael, maka aku yang berhak mendapatkannya. Jangan usik kebahagiaan kami."
Queen tertawa mengejek. "Kebahagiaan kami, katamu? Kau ingin berbahagia di atas penderitaan orang lain? Rafael sudah diusir oleh ayahnya, dan bayi di perutmu tidak diakui oleh Tuan Alexander. Karena beliau lebih menginginkan bayiku. Jadi, kau bisa lihat siapa nanti di antara kita yang akan berbahagia."
"Bullshit!"
"Akan aku pastikan hidupmu tidak akan pernah bahagia!"
Selly meradang, sekuat tenaga mendorong Queen dan membenturkan kepalanya ke dinding. Baru saja Queen akan membalas, seseorang terlebih dulu menarik tubuhnya dan mencengkeram pergelangan tangan kanannya erat-erat. Queen menoleh, dan ia menemukan wajah dingin Rafael tengah menatapnya.
Sontak, kesedihan Queen tidak bisa terbendung lagi. Tanpa bisa ditahan, bulir-bulir bening itu mengalir di kedua pipinya. Menangis tanpa suara. Tatapan Rafael serupa pedang yang mengoyak tubuhnya tanpa ampun. Menyakitkan. Queen berusaha menarik tangannya, tetapi cengkeraman Rafael terlalu kuat.
"Selly, masuklah ke kamar. Aku akan menyelesaikannya."
Queen sudah menduga hal ini, Rafael pasti akan membela kekasihnya. Tidak apa, ia sudah berusaha menguatkan diri sejak awal. Yang jelas, ia sudah puas bisa mengatakan ini.
Selly merapikan rambut dengan ujung jari, kemudian masuk ke kamar sesuai perintah Rafael. Sebelum menutup pintu kamar, ia tersenyum sinis pada Queen.
Saat pintu sudah tertutup, Rafael kembali menarik tubuh Queen dan mencengkeram pundaknya dengan kasar. Napas Rafael terengah, setengah menunduk untuk menatap mata basah Queen. Tidak, Rafael tidak boleh lemah menatap air mata itu.
Arrrgggh! Kenapa Queen harus datang ke hadapannya lagi? Sementara Rafael sekuat tenaga ingin melupakan semuanya tentang Queen dan bayinya. Rafael akan menganggap Queen sebagai wanita asing yang kebetulan singgah dan memporak-porandakan kehidupannya.
"Semuanya sudah berakhir, aku sudah memilih Selly. Lalu, untuk apa kau datang padaku?" ucap Rafael dingin.
"Untuk apa?" Queen tersenyum di antara tangisnya. "Bayi kita ingin mengucapkan selamat tinggal pada ayahnya."
"Jangan pernah berharap apapun lagi, harapanmu kosong."
"Anda tidak ingin mengucapkan selamat pagi untuk terakhir kali padanya? Barangkali saat dia terlahir nanti, dia tidak sudi mendengar ucapan salam dari ayahnya. Tidak, bukan ayahnya lagi."
"Atau justru dia akan mengemis padaku, meminta pengakuan sebagai anakku."
"Saya pastikan itu tidak akan pernah terjadi."
Rafael menghunjamkan tatapannya jauh ke dalam mata Queen. Sorot luka bercampur kebencian terpancar jelas di sana. "Satu hal yang harus kau tahu," desis Rafael. "Aku ... tidak ingin ada Joshua kedua yang terlahir ke dunia."
Queen mematung, berusaha mencerna kalimat Rafael. Joshua kedua? Dan ketika ia menyadari bahwa yang dimaksud Joshua kedua adalah bayi di dalam perutnya, tubuh Queen gemetar. Siapapun, tolong! Ia membutuhkan tempat untuk berlindung.
Tetapi, kenyataannya Queen hanya sendiri. Pasrah dengan rasa sakit oleh cengkeraman Rafael di pundaknya. Tidak, ada yang lebih menyakitkan dari semua itu. Hatinya. Terluka. Sakit. Perih. Hancur lebur seperti lembaran kertas yang disulut api. Terbakar hingga hancur lebur menjadi abu. Apa yang tersisa ketika butiran abu itu berlalu tertiup angin? Tidak ada yang tersisa. Bahkan, sepertinya perlahan ia mulai mati rasa.
"Kau ingat sumpahku? Aku bersumpah tidak akan membawa masuk wanita lain ke dalam pernikahanku. Aku tidak ingin membuat anakku menderita. Apa yang pernah terjadi padaku, aku pastikan tidak akan pernah terjadi pada anakku."
Napas Queen terengah. Bibirnya setengah terbuka, ingin berkata tetapi suaranya tercekat di tenggorokan. Ia hanya bisa menatap Rafael lesu. Membiarkan Rafael terus menghunjamkan pedang tanpa jeda.
"Hanya akan ada Selly dalam hidupku. Dia, satu-satunya wanitaku. Dan hanya bayi yang dilahirkan Selly yang bisa menjadi anakku."
"Saya tidak peduli!" tukas Queen cepat.
"Ayahku menginginkan bayimu, hah? Aku juga akan memastikan, tidak akan ada siapapun yang bisa memiliki bayi itu. Termasuk ayahku, ataupun kau sendiri!"
Refleks, Queen menampar wajah Rafael. "Brengsek."
"Memangnya apa yang kau tawarkan sehingga Papa menginginkan bayimu? Kau menggodanya seperti Nona Elma menggoda ayahku?"
"Saya tidak serendah itu!"
"Bukankah kau wanita gampangan? Sama seperti saat dengan mudahnya kau menyerahkan tubuhmu padaku. Pada orang asing. Kau tidak ada bedanya dengan Nona Elma!"
Air mata Queen semakin menderas. Setelah Rafael menciptakan luka di tubuh Queen, lelaki itu dengan tega meneteskan cairan asam di luka yang menganga. Jangan tanya lagi seperti apa rasa sakitnya. Setelah Rafael menjebaknya, menitipkan benih di rahimnya, membatalkan pernikahan mereka, lalu sekarang merendahkan Queen.
"Ada kata-kata yang lebih menyakitkan lagi, keluarkan semua dari mulut berbisa Anda!"
"Aku tidak akan membiarkanmu dan bayimu melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Nona Elma dan Joshua."
"Anda membenci Tuan Alexander. Lalu, apa bedanya Anda dengan ayah Anda? Sudah memiliki kekasih yang dicintai, tetapi berkhianat dan menitipkan benih di rahim wanita lain? Lalu sekarang berlagak di sini Anda yang paling benar! Tidak tahu ma-"
Ucapan Queen terjeda karena dengan gerakan cepat Rafael membungkam bibir Queen dengan ciuman. Kedua tangan kokoh Rafael menangkup wajah Queen, sementara bibirnya bergerilya memagut bibir lembut Queen. Tidak peduli sekalipun Queen memberontak dan berusaha melepaskan diri. Rafael terlalu berkuasa, persis seperti seekor serigala yang tengah menerkam mangsanya.
Queen hanya bisa meneteskan air mata. Untuk kesekian kali, ia harus terima dilecehkan oleh Rafael. Meski kali ini , ia sungguh membencinya. Queen merasa semakin terhina ketika lidah Rafael menjelajah mulutnya. Satu menit kemudian, Rafael mengakhiri ciumannya.
"Hanya dengan cara ini kau bisa diam. Aku membenci wanita yang banyak bicara." Rafael mengusap bibir basahnya dengan ibu jari.
"Saya harap ini terakhir kalinya kita bertemu. Silakan ucapkan selamat tinggal pada anak yang tidak akan pernah Anda akui."
Rafael maju dua langkah dan berdiri tepat di belakang Queen. Kemudian, ia melingkarkan lengan di pinggang wanita itu. Perlahan, jemari kokohnya membelai lembut perut rata Queen. "Baiklah. Selamat tinggal, anakku. Maafkan Papa yang tidak lagi menginginkanmu. Kau hadir karena sebuah kesalahan. Kau paham maksud Papa, bukan? Kau tidak seharusnya berada di sini."
Hening sejenak. Rafael merasakan punggung tangannya basah, air mata Queen meluncur deras dan bermuara di sana. Rafael menunduk dan berbisik di telinga Queen, "Kau tidak ingin mengucapkan selamat tinggal juga padanya? Karena bukan hanya aku yang berpisah dengannya. Ucapkan selamat tinggal, Queen."
Bisikan Rafael terdengar mengerikan. Sebisa mungkin, Queen meloloskan diri dari rengkuhan Rafael. Tetapi sialnya, sebelum Queen sempat mencapai pintu, Rafael terlebih dulu kembali mencengkeram pergelangan tangannya. Mata lelaki itu berkilat penuh amarah. Giginya bergemeletuk.
"Tidak akan ada Joshua kedua, Queen. Kau harus mengerti itu."
"Jangan samakan bayi saya dengan Joshua!"
"Apa bedanya jika nanti dia mengancam kebahagiaan keluargaku?"
"Biarkan saya pergi, saya mohon!"
Rafael menggeleng. Perlahan, tatapannya melembut. Seperti seorang anak kecil yang sedang terluka. Meminta perlindungan. Lalu, beberapa detik kemudian, matanya bersorot penuh amarah dan kebencian. "Mama sudah terlanjur terluka, dan aku tidak akan membiarkan hal yang sama terjadi pada istriku."
***
To be Continued
11-10-2020
Kalau mau baca duluan bisa langsung ke KaryaKarsa atau Play Store ya
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro