Bagian 2
"Sial capek gue di suruh lari keliling satu sekolahan. Help gue butuh minum."
"Ahh, bacot aje lo tong. Gue juga capek pake banget malah!"
"Bacot semua lu kids jaman now, gue sleding juga nih lu pada."
"Aduh bedak gue luntur kan, sial nih. Ntar gue gak manis lagi, OMG!"
Terdengar sayup-sayup suara yang mulai mengeluh di saat terik matahari mulai memberikan kehangatan di pagi hari secara perlahan. Melihat muka-muka penuh keluhan dan keringat yang bercucuran serta tak lupa aroma semerbak khas yaitu keringat.
Sementara aku duduk di pojokan teras kelas mencari udara segar sehabis olahraga dengan meneguk sebotol air mineral hingga habis.
"Kek nya lo capek banget ya bro. Ampe habis begitu botol air mineral lu," sahut--Nanda.
"Hehehe, iya nih. Mana lumayan menguras tenaga lagi larinya, kek latihan militer aja nih," ucapku sambil sesekali mengusap keringat yang bercucuran dengan handuk kecil yang selalu ku bawa.
Obrolan singkat dengan Nanda teman satu kelasku dan terlihat beberapa siswa lainnya juga merasa letih setelah lari mengitari ruang lingkup sekolah. Hari ini jam pelajaran sangat padat belum lagi materi pelajaran setelah jam olahraga ini.
Biasanya pelajaran ini akan berlangsung sampai jam 10 pagi. Rehat sejenak untuk beristirahat atau sekedar menghabiskan bekal dan jajan di kantin sekolah. Sebagian siswa juga kadang lebih suka menghabiskan waktu untuk tetap diam di dalam kelas bersama siswa lainnya yang sedang menikmati bekal.
Aku mulai membuka tas ransel milikku dan mengambil bekal yang sedari tadi aku bawa dari rumah. Sebuah roti isi telur mata sapi dan potongan daging sapi asap. Sebotol air perasan lemon yang selalu aku minum setelah selesai menyantap bekal yang ku bawa.
Sambil memandangi langit dari balik jendela kelas. Sepertinya hujan akan turun hari ini, semua terlihat kelam dan angin pun perlahan bertiup kencang. Sebentar lagi bel pertanda jam istirahat berakhir segera berakhir.
Semua siswa kembali masuk ke dalam kelas tanpa terkecuali satupun. Karena, pelajaran selanjutnya adalah mata pelajaran sejarah. Derap langkah kaki itu perlahan mengarah tepat ke kelasku dan benar saja itu adalah Bu Mery guru mata pelajaran sejarah sedang berdiri tepat di hadapan kami semua.
"Selamat pagi anak-anak," sapa Bu Mery kepada seluruh siswa kelas 11 IPS 4.
Kelas yang terletak di lantai dua gedung bertingkat tiga ini, tepatnya berhadapan dengan ruang Bimbingan Konseling. Bergeser ke sebelah kanan ada kelas 11 IPA 1 dengan siswa yang terlihat menggambarkan raut wajah cukup serius apalagi saat berpapasan dengan mereka.
Tatapan mataku kembali fokus ke White Board, dan fokus memahami materi yang tengah di sampaikan oleh Bu Mery. Dengan penuh antusias dia mengajar kelas kami dan para siswa juga sangat cukup dekat dengan guru yang satu ini.
***
Terik yang menyengat kulit menandakan bahwa matahari perlahan mulai terlihat dari persembunyian nya dari balik awan dan langit yang cerah ini. Jam dinding sudah menunjukkan tepat pukul 10:10 itulah adalah waktu istirahat setelah cukup lelah dengan berolahraga dan pelajaran sejarah.
"Lo gak ke kantin Ma?" tanya Aldi dan teman-teman yang lain menghampiri tempat duduk ku.
"Gak deh, kalian aja. Gue mau tiduran bentar," jawabku dengan singkat.
"Okelah kalau gitu. Gue ke bawah dulu ya Ma. Jagain nih kelas."
"Oke bos."
Aldi ini adalah ketua kelas 11 IPS 4. Kebanyakan siswa yang berada di dalam kelas ini adalah siswa yang terbuang dan tersisih dari persaingan untuk masuk ke dalam kelas 11 IPA. Ketatnya persaingan memilih mereka untuk menerima apa yang ada, yaitu masuk ke jurusan IPS. Termasuk Aldi siswa yang gagal masuk ke jurusan IPA dengan alasan "berpikir terlalu keras menghabiskan banyak energi" itulah motto hidup Aldi.
Menurutku sistem di sekolah ini lumayan sedikit maju, tapi sekarang sejak adanya Fullday School, membuat waktu kami sedikit tersita dan hanya di gunakan untuk belajar dan belajar.
Pro dan kontra pernah terjadi tentang rencana setiap sekolah menerapkan Fullday School. Ya menurut mereka tak adanya waktu untuk bernafas dari pelajaran sedikit pun, apalagi kami harus pulang sore dan tetap saja tugas menumpuk seperti biasa dan masuk juga jam 6:30.
Tapi aku sudah pernah merasakan sebelum Fullday School di terapkan, yaitu sekolahku. Semua ketat akan peraturan dan mengharuskan siswa untuk mengikuti semua dan jika menentang hukuman nya tidak main-main. Sanksi yang berat siap di dapatkan jika melanggar.
"Ehh, lo gak ke kantin ya bro?" tanya Nanda yang masuk ke kelas sendirian.
"Eh, gak kok Nan. Gue males, capek, letih, lesu, lunglai."
"Anjay, lengkap amat jawaban lo," sahut Nanda dengan sedikit cengiran menatap wajahku.
"Lah lo kan nanya tadi. Ya gue jawablah, ahh taplak meja warteg."
"Hahahaha gede juga selera humor lo ya."
Nanda ini temanku sejak duduk di bangku SMP. Nanda ini orangnya sedikit jahil dan semau dia aja kadang, suka iseng, bikin orang kesel terus dia malah ketawa kalau udah bikin orang kesel. Tapi dia adalah sahabat yang selalu ada apapun kondisiku.
"Akhirnya perut gue penuh."
"Full tank ya, Di," sahut Rizal.
"Anjay lo, Zal. Lo kira perut gue apaan, " cela Aldi sambil menjitak kepala Rizal.
Ya suasana seperti ini yang terjadi di kelas 11 IPS 4. Semua terlihat solid dan kekeluargaan nya sangat kental satu sama lain.
"Nih lihat kumpulan orang gak ada kerjaan, apalagi si Rizal tuh," sambung Nanda.
"Ya elah nih orang nyaut aje dah. Gue beri juga nih," jawab Rizal dengan logat betawi kentalnya.
"Permisi, Rama ada gak?" ucap seorang gadis yang mengetuk pintu hingga membuat yang lain sejenak hening.
"Ma di cariin bebeb lo tuh," sahut Nanda.
"Cie Rama di cariin sama Nova tuh," ucap Rizal yang tidak mau kalah dari Nanda.
"Ahh kulit kuaci berisik lo, kan yang di cari itu si Rama bukan lo," ucap Nanda yang meledek Rizal.
Nova adalah orang yang spesial buatku. Dia adalah anak kelas 11 IPS 2 yang letak kelasnya tepat di bawah kelas ku. Aku sudah lama kenal Nova saat pertama kali ospek masuk ke SMA ini dan lama kami dekat hingga kami sekarang memiliki ikatan yang spesial.
"Ini aku bawain roti isi cokelat kesukaan kamu. Aku tahu kalau kamu belum makan, soalnya aku tadi cari kamu ke kantin kamu gak ada. Yuk makan bareng aku," ucap Nova.
"Oke, yuk."
"Kasihan banget ya, Zal. Gak ada yang nyariin lo, pedih pasti ya rasanya," ejek Nanda pada Rizal yang tak pernah ada habisnya.
"Apaan lo, Nan."
"Udahlah, kalau kalian berantem jangan repotin gue yang harus urus kalian ke kantor, karena gue gak mau membuang tenaga gue buat hal yang gak ada faedahnya sama sekali," tegas Aldi.
***
"Menyebalkan ya, mungkin aku mulai saja rencanku sekarang. Aku yakin ini sangat mengaysikan sekali, apalagi melihat raut wajah penuh putus asa mereka semua."
"Game dimulai... "
---------------------NEXT CHAPTER--------------
*jangan lupa tinggalkan jejak kalian setelah membaca cerita ini, aku sangat berterimakasih untuk kalian yang sudah memberi vote ataupun komentar.
Tunggu chapter selanjutnya ya...!
-Terimakasih ~ sankyuu-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro