Transmigrasi 9
____________________________________
Kalau Ilene pikir-pikir ternyata pemikirannya selama ini benar. Tokoh-tokoh bad boy dalam novel itu hanya digambarkan sebab umumnya saja. Seperti contoh tokoh bad boy di depan matanya ini. Ia tampan, jelas. Penampilan berantakan, catatan sekolah buruk, katanya juga sering kali keluar masuk BK. Belum pernah diancam dikeluarkan karena doi salah satu anggota keluarga inti pemilik sekolah ini.
Klise sekali bukan. Tapi yang baru Ilene pahami dari karakter di novel ini adalah, Zein sama sekali tidak disukai cewek-cewek di sini. Sejak jam istirahat ia tiba di kelas Devina dan berada di depan mata cowok itu, Ilene sama sekali tidak melihat ada cewek-cewek yang datang padanya. Padahal biasanya di novel-novel bad boy seperti ini, si tokoh bad boy pasti digandrungi banyak cewek-cewek. Intinya famous lah. Zein berbeda, tidak ada satu pun cewek yang menaruh perhatian padanya. Bahkan melirik saja tidak ada.
Lalu Ilene menoleh ke samping, tempat di mana Devina berada. Berarti kalau bisa Ilene simpulkan, selama ini satu-satunya cewek yang pernah menaruh perhatian pada Zein adalah Devina seorang.
Wah.
Kenapa Ilene tidak sadar ketika membacanya, ya? Ilene saja sudah sedikit lupa detail-detail yang ditampilkan di novel ini. Judulnya apa tadi? Sebentar, Ilene tengah berusaha keras untuk mengingat judul novel yang Alana berikan padanya beberapa waktu lalu.
My Bad Boy?
Ah, iya benar.
Ilene menganggukkan kepala. Baru paham sekarang. Pantas saja di novel itu lebih mengisahkan tentang Zein si Bad Boy yang nggak lalu, lalu bertemu dengan Devina, gadis biasa-biasa saja yang menaruh perhatian lebih pada Zein. Dan dilengkapi dengan bumbu-bumbu masalah keluarga di antara dua tokoh utama. Zein yang berasal dari keluarga berada dan Devina yang orang tuanya sudah lama mengabdi pada keluarga Eve.
Wah, klise sekali. Tapi tidak mengapa. Bagi Ilene yang sedang terjebak di dunia mereka, ini cukup menarik. Di dunia nyata, ia hanya berperan sebagai pembaca, yang mengetahui segala macam perasaan dan kejadian yang dialami sang tokoh utama. Namun di sini, Ilene memiliki sudut pandang Eve yang tidak banyak mengetahui apa-apa.
Ilene jadi bersemangat mengetahui ending kisah mereka dari kacamata Eve, teman baik Devina.
"Kamu beneran nggak mau makan buahnya? Bentar lagi istirahat selesai." Ilene sedikit terkejut dengan suara Devina yang tiba-tiba.
Dengan segera ia membuka kotak buah di depannya. Sebenarnya Ilene lapar, hanya saja ia terlalu fokus pada Zein tadi sampai tidak sadar kalau jam istirahat hampir saja selesai.
"Kurang lama mantengin Zein-nya." Devina berkata lagi.
Sedangkan Ilene tersedak, ia terbatuk hebat. Devina menyerahkan botol minum miliknya yang seketika itu langsung saja Ilene ambil. Lagi-lagi Ilene terkejut dengan kespontanan Devina. Berarti sejak tadi Devina juga memperhatikan dirinya yang memperhatikan Zein. Apa jangan-jangan Devina sebenarnya masih ada rasa pada cowok bad boy itu?
"Nggak, kok. Aku mantengin dia karena heran aja, kenapa kamu bisa suka sama cowok modelan begitu."
"Ini bukan kali pertama kamu tanya begitu. Udah ratusan kali."
"Tapi nggak akan kamu jawab, kan. Karena sudah jelas pasti kamu terpesona sama kegantengan cowok itu. Padahal sebenarnya dia cuma sok kegantengan aja. Percuma ganteng tapi attitude nol. Huh."
Devina menoleh, lalu menatap Ilene aneh. "Eve, sumpah kamu ngomong begitu udah ratusan kali. Kan udah aku bilang, kemaren tuh khilaf, makanya kamu jangan pernah bikin aku bareng sama dia lagi. Awas kalau kamu sama Dave ngerencanain sesuatu lagi."
Keduanya terdiam dan sibuk dengan kotak bekal berisi buah di depannya masing-masing. Lalu bel istirahat selesai pun berbunyi.
"Eve, ayo balik." Dave tiba-tiba meraih lengan Ilene lalu mengarahkan gadis itu untuk segera pergi tanpa sempat membereskan alat makannya.
"Kenapa buru-buru, sih?" Cowok itu masih menyeret Ilene.
"Eve, kamu tuh tadi kenapa?"
"Aku? Aku kenapa?"
"Kamu bikin Zein nggak nyaman karena terus liatin dia. Kamu kan tau kalau kita punya misi buat nyatuin mereka lagi, tapi tatapan kamu ke Zein tadi seolah berkata sebaliknya."
Ilene menghempas tangan Dave cukup kasar. Ia tidak suka dipegang-pegang, kalau boleh Ilene bilang.
"Aku cuma heran aja, orang kek apa Zein itu."
Dave tidak melanjutkan pembicaraannya. Menunggu mereka sampai di bangku masing-masing lalu dengan bebas ia dapat berbicara.
"Kamu bener-bener lupa ingatan, ya? Padahal cuma nggak masuk tiga hari tapi kamu seakan udah lupa semuanya. C'mon, Eve. Kita punya misi kayak gitu karena tau mereka saling membutuhkan satu sama lain. Tapi karena satu alasan yang nggak kita tahu, akhirnya mereka pisah. Kamu pengen tahu kan kenapa mereka pisah? Sama aku juga."
Ilene seketika menoleh dengan cepat. Apa-apaan ini! Jadi selama ini Dave juga tidak tahu penyebab mereka putus itu apa? Wah, ini namanya mereka dalam masalah besar.
"Jadi kamu nggak tau juga?"
"Zein nggak ngasih tau. Dia cuma bilang, kalau seharusnya mereka nggak jadi pasangan. Itu aja. Itu alasan yang nggak spesifik tau. Aku kurang puas."
Ilene memang tidak mengerti seperti apa kedekatan antara Dave dan Zein. Kalau boleh Ilene tebak, mereka pasti dekat. Seperti Eve dan Devina. Mereka berteman dekat seperti itu.
"Astaga!"
Ilene sebenarnya ingin mengumpat, jujur. Keterbatasan karakter karena ia harus memerankan Eve dengan baik dan juga ia ingin menjaga harkat dan martabat Eve sebagai gadis yang lugu, polos dan baik hati, Ilene mengurungkan niatnya.
"Terus sekarang gimana? Masa kita nunggu mereka ngomong?"
Dave tersenyum lebar. Cowok itu seperti punya seribu rencana. "Tenang aja, aku pasti bakal Pepet Zein biar dia cerita semuanya. Gini-gini cuma aku yang mau temenan sama si biang orang itu. Aku juga lagi berusaha buat bikin Zein percaya dan mau cerita. Nanti aku bagi infonya, oke? Sekarang belajar dulu."
Ternyata memang benar, Dave teman dekat Zein. Namun mengetahui bahwa hanya Dave satu-satunya orang yang mau berteman dan dekat dengan Zein membuat Ilene merasa sedikit kasihan. Mungkin memang benar, background dan kelakuannya membuat Zein banyak dijauhi warga sekolah. Lagian, siapa pula yang mau berteman dengan Zein yang selalu dalam mode senggol bacok itu?
Hanya Dave seorang.
Ilene juga baru ingat, Zein ini keluarganya aneh sekali. Zein seperti anak buangan yang harus bersembunyi dan sendiri. Seingat yang Ilene baca dari novel, Zein hanya memiliki satu saudara yang entah berada di mana sekarang. Ayahnya menikah lagi dengan putri konglomerat yang juga seorang janda dan memilih untuk pergi dari rumah. Sepupu-sepupunya tidak ada yang menyukai Zein karena sifat dan karakternya. Dan ia sekarang di apartemen yang mendiang ibunya tinggalkan bersama seorang teman.
Ilene melebarkan matanya. Teman? Lalu menoleh dan menatap Dave dari samping.
Jadi teman yang dimaksud itu adalah Dave.
11 July 2024
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro