Transmigrasi 25
__________________________________
Setelah berusaha mendorong Devina ke dalam, Dave menahan Eve. Ada banyak hal yang harus mereka bicarakan berdua. Lalu cowok itu mengajak Eve untuk pergi ke kantin rumah sakit, setidaknya tempat itu yang paling memungkinkan untuk mereka berbicara berdua. Pada akhirnya Eve alias Ilene menurut saja. Tidak banyak yang gadis itu prediksikan tentang apa yang sebenarnya ingin Dave bahas berdua saja dengannya, bahkan sampai berpindah tempat. Apa Dave akan membicarakan bagaimana hubungan mereka ke depan? Atau justru membicarakan bagaimana kelanjutan hubungan Zein dan Devina? Ilene tidak bisa menebak mana yang akan cowok itu bahas terlebih dahulu dengannya. Mengingat Dave juga pribadi yang belum begitu Ilene kenal.
Sesampainya di kantin rumah sakit, Dave mempersilakan Ilene duduk. Sebelumnya mereka sudah memesan minuman, es teh manis untuk Ilene dan teh hangat tawar untuk Dave. Sembari menunggu pesanan mereka datang, Dave ingin membahasnya terlebih dahulu. Masalah terbesarnya sekarang adalah Dave tidak tahu harus memulainya dengan cara seperti apa.
Dave terlihat kebingungan setelah mereka berdua diam saja selama beberapa saat. Karena rasa penasarannya cukup tinggi terkait apa yang sebenarnya Dave ingin bahas berdua dengan Ilene, gadis itu akhirnya memberanikan diri bertanya, memulai percakapan di antara mereka.
"Dave, mau ngomong apa?"
Sepertinya ucapan Ilene barusan membuat Dave akhirnya bisa angkat bicara. Cowok itu seolah menemukan cara untuk bisa berbicara bersama Eve dengan nyaman.
"Aku cuma mau tanya, gimana kelanjutan misi kita? Misi kemaren jelas gagal total, Zein sama Devina nggak balikan. Mereka cuma meluruskan kesalahpahaman di antara mereka. Apa kita mau bikin rencana baru?
Rupanya dugaan Ilene salah besar. Dave bahkan tidak menyinggung masalah kemarin. Ia tidak menyebutkan mengenai perasaannya sama sekali. Cowok itu malah fokus terkait hubungan sahabatnya. Selama ini mungkin Ilene terlalu merasa percaya diri kalau Dave memikirkan perkataannya kemarin. Di sisi lain, ia juga merasa lega, kalau ternyata hubungan mereka berdua masih bisa kembali seperti biasa meski masih sedikit canggung. Itu artinya Dave benar-benar memberikannya waktu untuk berpikir.
Namun ucapan terakhir Dave, membuatnya jadi berpikir juga. Makanya sekarang Ilene diam saja. Ia bahkan meletakkan tangannya di atas meja, menyangga dagu. Kebiasaan dari diri Ilene yang sebenarnya kalau sedang berpikir keras. Ia juga sebenarnya tidak tahu harus bagaimana setelah ini, kalau ia tidak membuat mereka balikan, jelas Ilene tidak bisa kembali ke dunia nyata. Tapi kalau memaksakan kehendak di saat keadaan Zein seperti ini juga tidak ada baiknya. Sebaiknya memang mereka harus menunggu kondisi dan keadaan Zein pulih dulu baru bisa memikirkan kembali bagaimana enaknya mengatur strategi untuk membuat mereka kembali.
"Kayaknya untuk sekarang kita biarin mereka gini aja, Dave. Kasihan Zein juga, dia masih butuh perawatan. Nanti setelah Zein sembuh baru kita pikirin lagi gimana enaknya."
"Okelah kalau begitu."
Dave terlihat setuju-setuju saja dengan ide Eve. Memang benar, tidak baik membuat mereka balikan di saat kondisi Zein seperti sekarang. Namun memang cukup memakan waktu, Zein perlu perawatan lebih mengingat kondisi lambungnya yang seperti itu, Dave tetap berharap kalau pemulihan Zein cepat dan ia bisa balikan dengan Devina. Dave pikir, dengan mereka kembali bersama hidup Zein jadi lebih bermakna dan ia bisa menghindari segala macam hal yang membahayakan nyawanya. Zein memang masih sangat membutuhkan kehadiran Devina di sampingnya.
Berbeda dengan apa yang sedang Dave pikirkan, Eve malah memikirkan hal yang lain. Katanya ada banyak hal yang ingin Dave bahas dengannya, tapi kenapa mereka hanya membahas mengenai Zein dan Devina saja? Apakah pembicaraan mereka berhenti sampai di sini saja? Padahal minuman mereka saja belum datang.
Tepat di saat memikirkannya, minuman mereka datang. Ilene juga jadi tidak bingung, karena setelahnya Dave membawanya ke dalam percakapan sederhana. Tidak ada pembahasan mengenai Zein dan Devina. Dalam obrolan mereka, yang ada hanya membahas mengenai Eve. Meskipun tidak menyinggung terkait perasaan, Ilene bisa paham Dave mungkin hanya ingin membuat Devina berduaan dengan Zein dan membuat alasan pada Devina agar gadis itu mau masuk ke dalam sendirian.
Ya, pasti begitu alasannya.
***
Devina masuk ke dalam kamar inap Zein dengan perasaan ragu. Namun pada akhirnya, ia tetap masuk dan menghampiri di mana Zein tertidur. Kata Dave, Zein masih belum sadar, ia perlu istirahat total. Mengingat sampai lambungnya terkena akibat dari kebiasaan buruknya minum-minuman keras, ia pasti sangat kewalahan dan akhirnya tertidur sampai sekarang. Devina duduk di kursi tempat menunggu pasien, di samping brankar. Kamar ini sebenarnya cukup mewah, ada sofa dan juga tv dilengkapi dengan beberapa peralatan lainnya. Sudah pasti orang yang menempati kamar ini bukanlah orang sembarangan, dan orang itu salah satunya adalah Zein.
Sejak awal mereka dekat, Devina begitu menjauhinya, ia sudah merasa tidak percaya diri karena status keluarga mereka yang jauh berbeda, tapi pada akhirnya Zein membuat hatinya luluh sehingga menutup mata akan tingginya perbedaan status sosial mereka. Devina baru sadar setelah Kakek dan ibu tiri Zein datang menghampirinya. Devina seolah terkena bom bunuh diri, ia tidak bisa berkutik sampai akhirnya mematuhi apa yang di mau oleh mereka. Dan akhirnya begitulah alasan mengapa mereka putus sampai sekarang.
Melihat Zein yang tertidur pulas seperti ini, Devina merasa kasihan. Pasti selama mereka putus, cowok ini sangat menderita sampai-sampai wajahnya menjadi tirus seperti ini. Kesehatannya juga tidak dijaga dengan mengkonsumsi barang-barang tidak sehat, bahkan sampai menjadi lebih nakal daripada sebelumnya. Devina merasa kalau semua yang terjadi pada Zein sekarang adalah salahnya, kalau bukan karena Devina Zein sangat sehat sekarang.
Gadis itu perlahan mendekati wajah Zein. Ia mengelus wajahnya perlahan, menyingkirkan anak rambut yang menutupi jidatnya. Devina bahkan mengusap-usap rambut Zein dengan penuh kehati-hatian. Sikapnya yang seperti itu sudah jelas mencerminkan kalau Devina begitu menyayanginya. Semua kejadian yang menimpanya kemarin begitu membuat mereka merasa hancur. Kali ini Devina tidak boleh merasa kehilangan lagi, Zein juga tidak boleh merasa sesakit ini karenanya.
Karena itu Devina bertekad, kalau Zein kembali mengajaknya balikan, ia akan mengiyakannya secepat mungkin. Devina siap kembali memiliki jalinan kasih dengan Zein. Tidak peduli kalaupun keluarganya menentang, atau ia akan menjadi bahan tertawaan satu sekolah karena berhasil balikan dengan Zein si bad boy pentolan sekolah. Devina tidak peduli semua itu sekarang, yang penting bersamanya, Zein baik-baik saja dan menjadi manusia lebih kuat. Devina ingin menghilangkan semua kebiasaan buruk cowok itu sepenuhnya. Membuat citra Zein yang awalnya sangat jelek perlahan jadi orang yang digilai lagi.
Devina akan memastikan itu terjadi nanti.
Sembari mengelus-elus lembut tangan Zein yang tidak dipasangi infus, Devina juga mengusap-usap pipi Zein. Berharap kalau laki-laki itu tidur lebih nyaman. Tapi ternyata gerakan Devina membuat Zein terusik dari tidurnya, lalu membuka matanya perlahan.
Devina terperanjat, ia terkejut melihat mata Zein berkedut lalu dengan pelan membuka matanya.
"Eh, ya ampun! Kamu sudah sadar, sebentar, aku ngomong sama dokter dulu." Zein tidak sempat membuatnya tetap tinggal di sini. Jadi cowok itu hanya menatap sosok Devina yang perlahan hilang dari pandangannya. Kalau tahu begini, lebih baik Zein tidur lagi, ia jadi tidak bisa melihat wajah cantik itu.
Setelah beberapa macam pemeriksaan dari dokter yang bertugas, akhirnya Zein terbebas dari segala macam yang membuatnya harus meminum obat ini dan itu. Untungnya itu tidak lama, jadi setelah mereka visit, tidak ada lagi orang yang menghalangi mereka berdua. Jadilah mereka sekarang berada di kamar inap Zein hanya berdua.
"Maaf, pasti karena aku kamu jadi kayak gini." Kalimat pertama yang Devina ucapkan setelah mereka diam-diaman selama beberapa menit.
"Bukan salah kamu, ini murni karena kemauanku sendiri, jadi akulah yang pantes mendapatkan hal kek gini. Nggak usah nyalahin diri sendiri, kamu memang pernah salah tapi bukan berarti setelah ini kamu ngelakuin hal yang sama. Jadi ... Nggak papa." Zein mengucapkannya dengan nada lemas, ia benar-benar tidak ingin Devina merasa bersalah.
Karena sejak awal, salah Zein memasukkan Devina ke dalam kehidupannya.
26 Juli 2024
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro