17). No, Jason!
Sekali lagi gue menghela napas lelah. Kayaknya alamat gue berubah menjadi bapak-bapak dengan sejuta beban di pundak, deh, kalau menghela napas terus.
Sebenarnya sederhana aja, sih. Gue tinggal ceritain ke Jason apa adanya, trus sisanya biarin dia yang memutuskan sendiri apakah pengakuan gue layak dipercaya atau nggak. Sesimpel itu, hanya saja nggak bisa dipungkiri, gue suka kebanyakan mikir.
"Entah gimana caranya gue bisa berpindah jiwa dengan Jule setelah mengobati lukanya." Gue memulai, "Memang susah dipercaya, gue juga nggak mau percaya sebenarnya, tapi beberapa situasi telah membuktikan kebenarannya."
"Tunggu ... tunggu." Jason menyela, tampak begitu sulit untuk mencerna apa yang gue ungkapkan. Gue nggak heran, pun nggak merasa kalau reaksinya terlalu lebay. Nggak, responsnya justru terlihat sangat alamiah.
"Lo ... berpindah tubuh, eh, jiwa sama Jule?" tanya Jason pelan, sampai-sampai gerak-geriknya seperti sedang diatur dalam mode slow motion. "Trus lo jadi kucing waktu Jule tukeran jiwa sama lo?"
Gue mengangguk sekaligus berusaha untuk tidak menyeringai saking absurdnya kenyataan ini. Lagi-lagi gue merasa aneh sebab nggak cukup merasakannya sendiri, kini gue juga harus membaginya kepada yang lain.
"Oke. Sekarang jelasin ke gue, apa tujuannya? Nggak mungkin, dong, bisa tiba-tiba berpindah macam bidadari yang turun dari langit? Eh, tapi kalau bidadari cantik yang ada di depan gue, gue percaya itu ada."
Jason menaikturunkan alisnya dengan tengil ke arah Rowena, membuat gue sontak merotasi mata. Ya, ampun. Jason, kalau mau gombalin Rowena boleh-boleh aja, sih. Lo punya hak untuk itu, tapi plis ... lagi situasi genting gini, hei!
"Belum tahu, makanya rencana yang gue maksud adalah ini. Gue harus pastiin."
"Pastiin? Gimana caranya?" tanya Jason, lalu mendadak heboh sendiri. Dengan salah satu tangan yang dia bekap ke mulutnya sendiri, dia menatap gue dengan tatapan horor. "Kayaknya ini buruk, deh. Plis, apa pun rencana lo, jangan deket-deket sama Jule!"
"Loh, kenapa?" Gue bertanya clueless, termasuk Rowena meski dia masih dalam posisinya menyimak.
"Lo lupa apa pura-pura bego, sih? Udah dibilangin, lo mesti hati-hati sama kucing. Kucing itu misterius, buktinya apa yang terjadi sama lo adalah bukti nyata! Gue juga udah pernah bilang, kan, lo mesti hati-hati karena mungkin suatu saat jiwa lo bakal dikuasai oleh kucing?"
"Jadi, lo serius percaya sama yang gue ungkapin ini?" Alih-alih mencelus dengan apa yang diteorikan oleh Jason, gue malah berfokus pada kepercayaan yang diberikan oleh Jason.
Sumpah, ini plot twist banget soalnya sama sekali nggak terlewat dalam pikiran bahwa seseorang yang realistis kayak Jason bisa menerima apa yang gue ceritakan ini.
"Percaya, dong! Teori mistik tentang kucing itu ada, Brother!"
"Ck, bukan itu maksud gue!"
"Yowes, yang gue bilang itu terbukti sekarang. Sebaiknya lo kabur, deh! Cepat! Pokoknya, jauh-jauh dari Jule, deh!"
"Dia nggak mungkin kayak gitu, Jason. Gue yakin maksud hati Jule itu baik. Dia hanya butuh bantuan dan kebetulan aja dia tahu kalau gue penyayang kucing."
"Nggak usah naif gitu, deh, Bang! Lo itu polos banget, apalagi kalau topiknya tentang kucing! Dengerin kata-kata gue, deh!" Jason lantas menoleh ke Rowena. "Kak Rona, jangan lepasin kucingnya, ya. Plis .... Kami juga udah mau pulang."
"Jason!" Gue memanggil dengan nada kesal. Ini, nih, yang bikin penyesalan gue jadi lengkap karena udah bawa dia ke sini. Seharusnya Jason nggak perlu terlibat.
"Bang, kita pulang!" Jason sudah bersiap untuk menarik tangan gue, tapi gue lebih gesit. Alih-alih mendengar nasihatnya, gue lebih memilih menghampiri kandang Jule.
Entah mengapa, gue seperti mendapat perintah untuk segera menyelesaikan ini karena cepat atau lambat, Jule juga harus mengungkapkan intensinya. Lagi pula, jika memang ada alasan tertentu seperti yang sempat diakui Jule tadi, mengapa harus menunggu? Mau sampai kapan gue harus menunda keinginan dia untuk melakukan sesuatu?
"Rowena, buka kandangnya."
"No!" tolak Jason mentah-mentah, tetapi gue mengabaikannya seolah di dalam ruangan hanya ada gue dan Rowena doang.
Rowena tampak ragu, tetapi dari ekspresinya, gue senang dia lebih memihak gue ketimbang Jason. Ini hanya pembelaan biasa, kok, gue nggak baper. Serius.
Rowena menyusul gue ke kandang Jule setelah melintasi ruangannya yang lumayan luas, disusul Jason yang melempar tatapan cemas ke gue. Gue mau bilang kalau semua bakal baik-baik saja, tetapi batal saat menyaksikan Rowena melepas kait pada jeruji mini. Lantas, sesederhana itu gue melihat bagaimana Jule tampak bersemangat. Seolah-olah diberi makanan kesukaan, dia langsung berdiri setelah sebelumnya melakukan perenggangan.
Mau nggak mau, gue jadi teringat momen di mana gue pernah melakukan hal yang sama sewaktu masuk ke dalam tubuh Jule.
Apa gue pernah memuji kucing ini? Kalau belum, gue bakal mendeskripsikannya sekarang. Gue sempat beberapa kali menyebut kalau bulunya berwarna jingga, tapi Jule tidak seperti kucing liar yang biasa kalian lihat di pinggir jalan. Big no! Andai saja Jule masuk perkumpulan kucing untuk dinilai wujudnya, gue yakin dia bakal mendapat peringkat pertama, apalagi dia terlihat berwibawa ketimbang sederet kucing yang pernah gue gendong.
Apakah karena nilainya otomatis meninggi setelah pertukaran jiwa ini? Entahlah, gue juga nggak tahu. Yang jelas, setelah transmigrasi ini berakhir, gue sudah memutuskan untuk terus berinteraksi dengan Jule.
"Bang, gue udah peringatin, loh. Kenapa, sih, lo keras kepala banget kalau dibilangin?" tanya Jason dari sisi kanan. Posisinya sekarang adalah gue berada di tengah dan agak condong ke depan, tepatnya berhadapan dengan kandangnya Jule.
"Gue yakin nggak akan ada masa—–" Pembelaan gue seketika terpotong dengan cara yang tidak terduga. Gue nggak bisa menjelaskan secara detail bagaimana kejadiannya, sebab semua terjadi dalam waktu yang terlalu singkat. Yang pasti, yang tadinya gue berada di paling depan, kini terdorong ke samping dengan kekuatan yang terlalu berlebihan.
Gue baru mengerti ketika mendongak untuk mencari tahu. Rupanya, di sana, Jason sudah tergeletak di lantai dingin kamar Rowena dengan mata yang sudah terpejam.
"JASON!" Gue berteriak dengan kekuatan penuh. Jika ditilik dari Jule yang berada di atas perutnya, yang juga tidak sadarkan diri, sepertinya kucing itu baru saja menubruknya.
Serta sepertinya juga, Jason-lah yang menghalangi gue untuk menerima 'pelukan' Jule makanya raga dia yang menjadi penggantinya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro