Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

❬ 5 ❭ @BETTAFOUR - If

Gadis itu terus berlari sekuat mungkin, ia menahan rasa sakit yang bertubi-bertubi menyerang daerah perutnya. Ini antara hidup dan mati. Kalau ia tidak ingin mati konyol, maka ia harus terus melakukan ini.

Segerombolan remaja lelaki dengan gaya berandalan itu tidak henti-hentinya saling mengejar dan terjadi baku pukul satu sama lain.

Peluh sudah menghiasi wajahnya, saat sedang berlari tiba-tiba ia merasakan tubuhnya terhuyung ke samping.

Napasnya terengah-engah, lantas melirik tangan yang baru saja menariknya ke tempat ini. Gang sempit samping rumah warga.

Beberapa detik pandangan mereka terkunci, setelahnya ia langsung melepaskan cekalan lelaki itu.

"Lo gak papa?, " tanya lelaki berseragam putih abu-abu itu.
Penampilannya urakan dan sama persis dengan seragam yang dikenakan gerombolan tawuran tadi. Ia seketika mundur.

Melihat raut ketakutan gadis di hadapannya, Alvin refleks mendekat.

"Tenang aja, gue gak ikut tawuran," ucapnya setenang mungkin.

Mendengar penuturannya, gadis itu mencoba biasa saja. Meskipun jujur jantungnya tengah marathon setelah berlari sejauh tadi.

"Lo sendirian?," tanya Alvin

***

Alvin membaringkan tubuhnya di kasur, sejak mengantarkan gadis itu pulang ia tidak bisa menghilangkan wajah gadis itu dari pikirannya.

Ia mengacak rambutnya frustasi.
Ponselnya bergetar, ia segera membaca pesan yang baru saja masuk.

"Gua tunggu di sirkuit, "

Begitulah pesan yang baru saja dikirimkan temannya, Alka.
Ia hanya membaca pesan itu, tak urung ia segera mengambil jaket dan kunci motornya yang tergeletak di nakas. Tak butuh waktu lama, ia sudah melajukan motornya membelah jalanan ibu kota.

Tepat pukul 22.00 Alvin dan Doni sudah siap di posisi masing-masing, mereka akan adu balap di sirkuit. Yang mana sang pemenang akan mendapatkan uang tunai jutaan rupiah.

Tepat saat wanita sexy meniup peluit, mereka segera melajukan motor dengan kecepatan di atas rata-rata. Saling berebut posisi pertama.

Mereka terkenal sebagai penguasa sirkuit tak terkalahkan. Masing-masing memiliki kelebihan dalam mengontrol arena balap.

Setelah beberapa menit, Alvin dan motornya lah yang muncul lebih dulu. Ia kembali memenangkan balapan kali ini. Tepukan riuh dari para penonton meramaikan sirkuit malam ini.

Selesai menerima hadiah uang tunai, ia segera menghampiri Alka yang sudah menunggunya di luar arena balap.

"Menang lagi mamen, " Alka menepuk bahunya semangat, ia yakin sahabatnya itu pasti akan memenangkan perlombaan ini.

Dirasa ia butuh teman, Alvin mengajaknya untuk menginap di rumahnya kali ini, dan Alka menyetujuinya. Untung saja besok adalah hari libur, mereka dapat begadang bermain game bersama dan bangun sesuka hati alias bermalas-malasan.

Namun sebelumnya, mereka mampir lebih dulu ke cafe 24 jam yang selalu menjadi langganan tongkrongan mereka, dan pasti setelah melakukan balapan, Alvin akan mentraktirnya disini.

***

Hari ini, Alvin kembali mendatangi kediaman gadis itu. Hatinya selalu mendorongnya untuk kembali ke tempat ini. Namun kali ini, gadis itu tidak terlihat. Halamannya sepi, rumahnya tertutup, dan hanya terdapat seorang satpam khusus penjaga rumah, itupun sedang berjalan ke belakang rumah.

Ketika hendak menekan bel, tiba-tiba ada yang menepuk bahunya. Ia terlonjak kaget dan sontak menoleh ke belakang.

"Hai, " sapa gadis itu, Alvin membalasnya dengan senyum tipis. Gadis itu selalu terlihat cantik dengan pakaian apapun. Manis. Pikirnya.

"Lo kesini lagi? Ada apa?, " tanya gadis itu.

Alvin bingung hendak menjawab apa, jujur saja ia kesini atas dasar pikirannya yang selalu membawanya ke tempat ini. Jadi ia tidak tahu ada urusan apa ia mendatangi gadis berambut sebahu itu.

"Ngajak lo,-- jalan, " jawab Alvin sekenanya. Namun, bukannya menolak seperti yang sudah ia perkirakan, gadis itu justru mengiyakan ajakannya. Entah ia harus menyesal atau justru bersyukur.

Gadis itu pamit untuk menaruh barang-barang yang baru saja ia dapatkan dari supermarket depan komplek. Alvin menunggu di atas motor dengan jantung yang marathon tidak jelas.

Di taman, mereka hanya berjalan santai layaknya remaja lain. Dan ia menyukainya.

Ia merasa memiliki teman dengan adanya lelaki di sampingnya. Lelaki itu selalu datang di saat ia kesepian, meskipun setiap saat memang ia selalu kesepian.

Ia bahagia melihat orang lain bahagia, sepasang remaja yang sedang dimabuk cinta bercengkrama saling melempar candaan. Ia tidak ingin seperti itu, ia hanya ingin memiliki teman bersenda gurau seperti yang lain.

"Lo bahagia banget kayaknya," ucap Alvin memecah keheningan di antara mereka.

Gadis itu menoleh dan mendapati mata Alvin yang sudah menatapnya lebih dulu.

"Gue bahagia mereka bahagia, kapan lagi gue kayak gini?," balas gadis itu dengan sarat penuh luka. Alvin paham.

Alvin menatapnya lebih dalam, di hatinya paling dalam sangat mengagumi gadis di hadapannya. Sederhana namun membuat tergila-gila.

Tiba-tiba tetesan air membasahi rambut keduanya. Alvin refleks menarik tangan gadis itu untuk berteduh di emperan toko dekat taman.

Alvin menyampirkan jaketnya di pundak gadis itu, melihatnya sangat pucat dan menggigil. Ia tidak tega, ia ingin membawa gadis itu pulang tapi keadaan tidak memungkinkan. Karena hujan semakin deras.

Tubuhnya semakin menggigil, Alvin mengamit tangan gadis itu lalu menggenggamnya. Gadis itu hanya menatapnya, namun Alvin tidak menatapnya balik. Ia mencoba menggosokkan tangannya dengan tangan gadis itu.

"Mendingan?, " tanyanya

Gadis itu mengangguk lemah lalu tersenyum simpul.

"Makasih ya, udah mau jadi teman gue. " ucap gadis itu lemah, lalu menarik napas, sekuat tenaga untuk menggerakkan bibirnya lagi.

"Jangan lupain gue ya, jangan lupa dateng," gadis itu tersenyum lagi.

Dan beberapa detiknya, gadis itu limbung ke pelukannya. Dengan sigap Alvin membawanya menerjang hujan dengan bantuan jaket untuk melindungi wajah gadis itu dari hujan.

***

Suara pendeteksi jantung menghiasi ruangan serba putih itu. Alvin berada di luar ruangan ICU, ia tidak diperbolehkan masuk karena sudah ada ayah dari gadis itu. Ia sudah menunggu hampir 2 jam, tapi sama sekali tidak ada tanda-tanda orang keluar dari ruangan itu.

Tiba-tiba pintu terbuka, Alvin segera menghampiri dokter yang menangani gadis itu. Sebelumnya, ia melihat ayah dari gadis itu menutup mulutnya menahan jerit tangisan.

"Gimana keadaannya dok?, " tanya Alvin mencoba tenang.

Sang dokter menepuk bahunya memberi semangat, ia paham betul maksudnya. Ia segera menghampiri ayah gadis itu.

"Om, "

Alan yang sedang menunduk di lantai mendongak, Alvin duduk di sampingnya.

"Om, sebenernya kenapa?, " tanyanya meskipun ia tahu, ia tidak berhak tahu apapun karena mereka bukanlah teman dekat.

"Om yakin kamu anak baik, tolong kamu terima ini. Kalau kamu bersedia, saya tunggu di pemakaman, " Alan menyodorkan sebuah amplop kepada Alvin yang diterimanya dengan tangan sama gemetarannya dengan tangan Alan.

Setelah itu, Alan menepuk bahunya. Lalu kembali masuk ke ruangan dimana terdapat tubuh gadis itu terbujur kaku tanpa alat bantu napas apapun.

Tubuhnya melemas, ia tidak cukup hati menghampiri gadis itu untuk sekedar menggenggam tangannya kedua kali. Akhirnya ia meninggalkan rumah sakit dan melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Mencoba mengerti kejadian yang baru saja menimpanya.

***

Di pemakaman, Alvin sendirian. Semua pelayat telah meninggalkan tempat pemakaman. Ia mengelus nisan putih itu, nama LUNA ALFINAYA tertera dengan jelas.

Ia bahkan baru mengetahui nama gadis itu setelah ia tidak dapat lagi bersamanya. Tidak lagi bisa melihatnya, tidak lagi bisa berjalan bersamanya di taman, tidak lagi bisa tersenyum bersama.

Ia mencoba tegar, membuka amplop yang kemarin ayah gadis itu berikan.

"Hai, apa kabar?,"
Semoga baik ya.

Asal kamu tahu, aku bahagia bisa kenal kamu, bisa deket kamu, bisa jalan sama kamu.
Jujur tiga hari belakangan ini adalah hari terindah yang ada di hidup aku. Aku bisa punya teman bicara selain papa, bibi, dan mang Ujang.

Aku bisa naik motor, menghirup udara segar di atas motor dan berhenti di taman kota yang jujur baru pertama kali aku datang kesana, dan itu sama kamu.

Aku ingin seperti remaja lain sebayaku. Berkumpul bersama, bermain atau makan bersama. Bersenda gurau saling melempar candaan dan saling pukul saat yang lain membuat kita kesal.

if we meet early, it would be very nice right?

Terima kasih tiga hari ini, kamu.

Aku gak tahu nama kamu dan kamu pasti baru tahu namaku saat ini. Saat nama aku tidak lagi dipanggil manusia tetapi dipanggil oleh Tuhan.

Terima kasih, salam gadis terbahagia.

LUNA ALFINAYA❤

-The End-

Yeye, sumpah ini first creation buatan gue yang dengan percaya dirinya ditunjukin ke publik. Gue gak maksa kalian buat suka, kalian sudi baca pun gue bahagia. Ngapunten sori sori strowberry ya kalau ceritanya gaje, gak ngena, dan amburadul:'( heuheu ku menyadari itu:v

Tq, salam jennie prawane uncuk.

@BETTAFOUR

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro