
CHAPTER 1__Tranquility Raid: Davide
Author's POV
Terdengar suara jangkrik dari luar kamar yang cukup elegan. Di kasur uang megah itu, terlihat seorang pria berambut Dark Blue sedang tertidur pulas dengan selimut tebal yang menutupinya dari leher sampai ujung kakinya. Raven Royan. Nama pria itu. Di samping kiri kasur, terdapat meja kecil yang di atasnya terdapat sebuah Headphone berwarna Soft Blue dengan beberapa corak berwarna hitam.
"Pagi!!" Teriak seorang gadis berambut Cyan muncul dari atas menerjang perut Raven.
"Ohok!!" Erang Raven saat perutnya terkena terjangan yang diberikan oleh gadis berumur sekitar 15 tahun itu.
"Sudah pagi, waktunya bangun!" Ucap gadis itu sambil berdiri di perut Raven. Sedang Raven bergidik ngeri sekaligus menahan rasa sakit di perutnya.
"I-iya..." Jawab Raven dengan nada kesakitan.
"Eeeh? Masih bisa menjawab huh?" Tanya gadis itu lalu melompat-lompat di atas perut Raven.
"Akh! Hen! Tik! Kan! Sakit! Valen!" Rintih Raven terbata-bata memohon sambil menerima rasa sakit di perutnya.
"Namaku Vlucy!!" Sentak gadis yang menyebut dirinya 'Vlucy' sambil menerjang untuk yang terakhir kalinya dengan keras perut Raven,
"UGH!!" Erang Raven untuk terakhir kalinya sebelum tergeletak tak berdaya di kasur megah itu. Vlucy pun turun dari perut Raven menapakkan kakinya di lantai kamar tersebut.
"Huft!" Gadis bernama Vlucy itu pergi meninggalkan Raven yang tergeletak tak berdaya di kasurnya.
***
Raven's POV
"Pagi!" Sapa Ario yang duduk di kursi meja makan lalu menikmati roti selai yang tengah ia pegang.
"Pagi.." Jawabku sedikit lemas menahan rasa sakit di perutku sambil berjalan menuju meja makan.
'Apa dia baik baik saja? Yah.. hal itu sudah biasa~' Batin Ario saat melahap roti selainya.
'Sudah biasa bagaimana maksudnya?!' Batinku ketika mendengar Batin Ario.
Di samping Ario, terlihat bocah sialan itu. Valencia. Entah mengapa ia selalu marah jika dipanggil Valen atau nama aslinya.
Valen tengah duduk sambil menatapku tajam. Ku tatap balik dengan tatapan yang lebih tajam, lebih tepatnya kesal. Ia pun langsung mengalihkan pandangannya kesal.
Aku tidak mau mendengar suara Batinnya.
"Mengapa di pagi yang indah ini kalian malah bertengkar?" Tanya Kak Rise sambil mencuci piring.
"Bukan apa apa!" Jawabku dan Valen bersamaan. Kami pun bertatapan lagi lalu mengalihkan pandangan secara bersamaan.
"Kalian akrab sekali~" Sahut Ario dengan senyumannya yang bagai mentari di pagi hari.
"Pak Louise dimana?" Tanyaku sambil duduk di kursi meja makan.
"Sedang keluar dengan Ed untuk membeli beberapa material." Jawab Kak Rise menjelaskan.
'Dimana tisunya ya..?' Batin Kak Rise yang kudengar sambil mencari tisu di sekitarnya.
"Begitu, ya." Jawabku paham.
"Nih, sarapanmu." Ucap Lucy sambil menaruh sepiring roti tawar dengan telur mata sapi setengah matang di atasnya di hadapanku.
'Semoga suka~' Batin Lucy saat tersenyum padaku.
"Terima kasih." Ujarku lalu mulai menyantap sarapan pagiku.
Seperti yang kalian lihat, aku sekarang berada di sebuah rumah yang dipakai untuk tempat tinggal anggota Organisasi bayangan yang membantu kepolisian. Tranquility Raid, yang biasa disingkat TR.
Yups, aku telah bergabung di Organisasi ini seminggu yang lalu. Muskipun dengan ajakan yang bisa dibilang memaksa. Tetapi, mereka memiliki alasan mengapa mereka memilihku bergabung bersama mereka. Apa itu? Pendengaranku.
Kini aku memiliki julukan 'God Ears' Aneh ya? Haha!
Ku nikmati jatah sarapanku. 'Hum.. lumayan juga buatannya..' Batinku sambil menengkulupkan garpu di piring tanda selesai makan.
*Brakk!!*
*Tiin!! Tiinn!!*
*Wiyuu wiyuu!!*
Hum? Aku merasa mendengar keributan sekitar 200 meter dari rumah ini.
*Wuuuushh!!*
Suara benda besar mengarah kesini??!!!
"Semuanya!! Menunduk!!" Teriakku sambil duduk jongkok dan menundukkan kepala. Mereka, Kak Rise, Ario, Lucy dan Valen langsung mengikuti perintahku.
*PRAANG!!*
"KACA ANTIKNYA!!!!" Teriak Ario dengan histeris di tempatnya ketika sebuah mobil sedan dengan seorang pria di depan kaca mobil tersebut menghantam kaca besar antik dapur rumah ini.
'Bagaimana bisa mobil sedan terlempar sejuh ini?!' Batinku panik.
"Bagaimana bisa mobil sedan terlempar kesini?!" Teriak Ario dengan wajah pucatnya karena terkejut.
"Jangan bilang..!!" Gumam Kak Rise yang terdengar jelas sehingga semua orang di dapur menoleh ke arahnya, termasuk aku.
"He-hei, kalian!! Perampokan terjadi di bank kota..!!" Ucap seseorang yang ternyata adalah Mas Eduardo yang melayang bersama mobil tadi.
"Davide 'kah?!" Tanya Kak Rise sambil berdiri, diikuti yang lain kecuali aku. Pertanyaan Kak Rise dibalas anggukan oleh Mas Ed.
'Davide 'kah??' Batin Ario geram. Lucy dan Valen entah mengapa mereka mengagguk lalu Lucy melakukan Teleport entah kemana dan kembali dengan terengah-engah sambil membawa banyak senjata(?!).
"Eh? Senjata? Siapa Davide itu?" Tanyaku yang benar-benar bingung.
"Tidak ada waktu untuk menjelaskannya. Ayo berangkat!" Ujar Valen sambil memegang pedang panjang yang lalu di ikatkan di pinggangnya. Mereka pun mengangguk.
***
Kami pun sampai di tempat kejadian. Terlihat bagian depan bank yang jebol.
Apa ini perbuatan orang yang bernama Davide itu? Siapa sebenarnya dia?! Pikirku.
Disana terlihat juga Pak Louise yang sedang berbincang dengan salah satu orang dari kepolisian. Aku pun mencoba menghampirinya.
Saat aku akan menghampirinya, Kak Rise datang dari atas tepat di samping Pak Louise lalu membicarakan sesuatu. Aku pun segera berlari menghampiri mereka.
"Apa yang terjadi disini?!" Tanyaku sesampainya.
"Ah, nak Raven. Kami membutuhkanmu!" Ucap Pak Louise tiba-tiba. Disahut anggukan oleh Kak Rise.
"Oh, kau yang bernama Raven Royan?" Tanya seseorang dari kepolisian yang berada di samping pak Louise sambil mengeluarkan lencana kepolisiannya. Aku pun mengangguk.
Kulihat name tag yang berada di atas saku kemeja putihnya. Leo Carter.
"Eeeeehhh?!" Terkejut? Iya. Pak Louise punya anak?!
'apa dia bisa diandalkan?' Batin pria berambut orange yang rapih. Leo Carter.
"Akan kuusahakan!" Jawabku spontan saat mendengar batin Leo. Sontak Leo terkejut mendengar jawabanku. Pak Louise pun tersenyum pada Leo menyakinkan bahwa aku bisa diandalkan.
"Aise," Panggil Pak Louise ke seseorang sebelum berbicara. Kak Rise pun menoleh.
"Iya?" Jawab Kak Rise setelah berbalik menghadap Pak Louise.
Eeeehhh??! Aise itu kak Rise?! Dari mana? Kok bisa? Apa? Dimana? Kapan? Siapa? Kenapa? Bagaimana?
"Seperti biasanya, ya." Ucap Pak Louise kemudian.
"Baik!" Sahut Kak Rise lalu ia pergi ke atap gedung bank dengan satu lompatan.
"Wow..!!" Gumamku.
"Baik, Raven, tolong bantu kami. Sekarang, menurut laporan yang baru saja kuterima dari Aise-- oh, maksudku Rise, di dalam ada beberapa sandera." Ucap Pak Louise menjelaskan.
"Eh?" Gumamku.
"Jadi, ku minta kau untuk mencari tahu berapa sandera yang berada di dalam menggunakan kelebihanmu. Kami percaya padamu, God Ears." Perintah Pak Louise padaku. Ku jawab dengan satu anggukan.
Ku coba untuk memfokuskan diriku. Aku mendengar suara beberapa orang-- tidak, ada sekitar 23 orang yang tengah ketakutan dan-- oh tunggu, ada 24 orang. Tetapi, satu orang di antara mereka.. Tidak bernafas?!
Aku menoleh ke arah Pak Louise dengan ekspresi kaget, takut serta khawatir.
"Ada 24 orang di gudang brankas. Satu di antara mereka..." Ucapku lalu menunduk.
"Sudah terjadi tragedi, ya.." Gumam Pak Louise.
*Brak!!*
*Kyaaa!!!*
Aku mendengar di dalam gedung bank, sekitar 4 orang masuk menjebol pintu gudang brankas bank dengan paksa. Sepertinya tidak memakai alat khusus.
Ku lirik Pak Louise yang sedang berbicara menggunakan mic kecil yang berada di kerah kemeja hitamnya.
"Awaaass!!" Ku toleh asal suara yang berasal dari arah kiriku.
*Buagh!!*
Lutut seseorang mengenai tepat di pipi kiriku hingga membuatku terjatuh.
"Leo!! Cepat kirim pasukan sekitar 36 orang!!" Teriak Mas Ed setelah menerjang pipiku dengan lututnya.
"Baik!!" Jawab Leo lalu menghubungi seseorang.
"Nak Raven!! Ayo!" Ajak pak Louise sambil berlari menuju bagian depan bank yang telah jebol. Aku dan Mas Ed mengikutinya dari belakang.
=ToBeContinued=
Gimna? Bingung kah? :'v
Gomen, Sorry, Mianhae, Maaf yah ^/\^")/
Yosh.. Yuk lanjut (~^v^)~
-Ara
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro