Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Nineteenth

Langkah kaki yang tergesa terdengar di sepanjang trotoar. Hal ini dikarenakan waktu yang telah menunjukkan waktu sembilan lebih lima belas menit. Itu tandanya pemilik langkah kaki tersebut telah benar-benar telat dipertemuan yang telah ia buat sendiri.

Nafasnya memburu, menandakan bahwa gadis itu telah kelelahan karena terus berlari dari halte bus menuju sebuah caffe di mana orang itu menunggu. Tepat saat dirinya telah sampai di depan caffe, ia segera melangkah masuk, dan menemui sesosok pemuda yang sedaritadi menunggunya.

Tanpa menunggu pemuda tersebut bicara, ia memberikan sebuah map biru kepadanya. Hal ini tentu membuat sosok itu keheranan. Mau tidak mau si pemuda pun segera membuka map biru tersebut dan mengambil selembar kertas yang berisi sebuah tulisan di kertas tersebut.

Kening si pemuda mengernyit, lantas mendongak menatap sang gadis yang masih tetap berdiri disampingnya. "Apa maksudnya ini, Rheana?"

Gadis bernama lengkap Rheana Andria itu tersenyum. "Surat pengunduran diri," jawabnya dengan nada ringan seakan-akan mengatakan hal tersebut adalah suatu hal yang mudah.

Ya, tentu saja mudah bagi Rheana yang kini telah mendapatkan pekerjaan baru di perusahaan milik Luhan yang tentunya akan berkali-kali lipat lebih baik dari perusahaan milik Yifan. Karena Rheana sudah cukup mengenal dekat Luhan beserta istrinya. Bahkan Rheana memiliki hubungan yang baik dengan Dilraba.

Tidak seperti hubungannya dengan Bae Irene.

"Kau bercanda?"

"Tidak." Lagi-lagi jawaban dengan nada ringan yang ia berikan. Tak lupa juga dengan senyuman manis yang mengembang, seolah-olah dirinya tengah mengejek pemuda tersebut. "Untuk apa Saya tetap bekerja di perusahaan Anda disaat Anda sendiri sudah mendapatkan pengganti Saya? Saya dengar nona Irene dulunya adalah assistant Anda. Bukankah itu bagus?" sambungnya, masih dengan nada yang ia gunakan beberapa detik lalu.

"Tidak bisa begini." Si pemuda menggelengkan kepalanya. Bagi dia, sangat berat melepaskan Rheana yang dulunya pernah memiliki hubungan khusus dengan pemuda tersebut.

Apalagi sampai saat ini Rheana masih menjadi prioritas pemuda tersebut.

"Kenapa? Anda tidak bisa melarang Saya, Mr. Yifan. Mau bagaimanapun, Anda tidak berhak mengatur hidup Saya. Baiklah, Saya permisi. Semoga hari Anda menyenangkan."

Katakan saja jika Rheana telah berubah menjadi sosok yang jauh lebih berbeda dari yang dulu. Karena saat ini ia sedang berusaha bersikap lain dihadapan Yifan. Atau tepatnya, ia mencoba untuk menjadi sosok seperti Ara. Ceria, namun juga mampu membuat seseorang sakit hati dengan apa yang dikatakannya.

Jujur, itu tidak mudah.

Tapi tidak masalah jika untuk sekarang ini.

"Rheana? Ngapain lo jalan-jalan sendirian di sini?"

Langkah si gadis terhenti. Wajahnya perlahan menoleh ke arah sumber suara, dan mendapati sosok Darrel di sampingnya.

Well, kebetulan sekali Darrel ada di sini. Rheana baru saja akan mengirimkan pesan terhadap pemuda itu dan memintanya untuk bertemu agar segera meluruskan permasalahan ini.

"Bisa ngomong bentar?"

Darrel meneguk saliva-nya sendiri. Jika Rheana mengajak bicara hanya untuk menolaknya, lebih baik Darrel tidak mendengar hal itu.

Mau sebaik apapun seseorang, jika ditolak oleh orang yang disukai tetap saja rasanya sakit.

"Bisa. Mau di mana? Di taman atau caffe? Mau gue beliin jajanan? Mau apa? Es krim atau crepes?"

Rheana mendengkus. "Crepes es krim."

"Minta ditabok ya lo?"

"Gini-gini lo suka 'kan?"

"Ya menurut lo aja gimana sih," jawab Darrel, menutup sebagian wajahnya menggunakan salah satu tangan serta melirik ke arah lain guna menghindari kontak mata dengan Rheana.

Melihat si pemuda yang mulai salah tingkah membuat Rheana tertawa pelan. Gadis itu perlahan menggenggam tangan Darrel yang si pemuda gunakan untuk menutupi wajahnya, lantas menurunkan lengan tersebut agar Rheana mampu melihat wajah tampan dari si pemuda dengan jelas.

Senyum lembut Rheana terlukis saat melihat Darrel yang semakin memalingkan wajahnya saat lengan itu telah menjauh sepenuhnya. Tentu saja Darrel tak ingin memperlihatkan wajahnya yang telah memerah kepada Rheana. Ia tak ingin mendengar ucapan menyakitkan yang mungkin sebentar lagi akan Rheana keluarkan.

Darrel tahu pasti Rheana akan mengejek wajahnya yang sekarang tampak terlihat jelek dan tidak bagus untuk dipandang.

Ayolah, dia sudah hidup belasan tahun bersama dengan Rheana. Ia sudah tahu pasti bagaimana sikap dari gadis itu.

"Kenapa gak mau ngeliatin muka lo sih? Ganteng gitu padahal," celetuk Rheana seraya menangkup kedua pipi si pemuda dan memaksa untuk menatapnya. "Bang, bisa bantu gue?"

"Bantu apaan?" Darrel melepaskan tangkupan pada kedua pipinya.

"Bantu supaya gue bisa suka sama lo."

"Hah?"

"Bantu gue supaya bisa suka sama lo," ulang Rheana, mulai kesal dengan Darrel yang tidak mendengarkan apa yang ditakannya tadi.

"L-lo yakin?"

Rheana mengangguk. Digenggamnya jemari Darrel dan merematnya dengan lembut. "Gue gak mau lagi ngerasain apa itu yang namanya sakit. Dan gue percaya lo gak akan pernah nyakitin gue. Maka dari itu, bantu gue biar bisa suka sama lo."

Wajah bingung yang menggemaskan itu telah hilang, digantikan dengan sebuah senyuman yang mengembang di wajahnya. Darrel tidak tahu pasti kenapa Rheana tiba-tiba mengatakan hal tersebut setelah hilang tanpa kabar selama berhari-hari, tetapi hal itu sukses membuat hatinya terasa tenang dan senang.

Setidaknya ia tidak perlu menunggu hal yang tidak pasti lagi, karena Rheana telah menjawab semua itu.

"Tentu. Kita mulai dari awal. Gue bakal bantu lo supaya suka sama gue. Dan saat hari itu tiba, gue bakal datang ke rumah untuk ngelamar lo."

"I'm promise."

The Programmer Series 3


















































Hurt » Wu Yifan ft Lee Taeyong

Ahran, Witri, Ara, Deya, dan Rillian menjerit tertahan kala melihat Darrel yang mulai memeluk Rheana saat kedua insan tersebut telah sampai di taman kota. Jangan tanyakan kenapa kelima gadis itu bisa ada di sana, karena apa lagi yang mereka lakukan selain diam-diam mengikuti Rheana sejak awal keluar dari rumah?

Bukan. Mereka bukannya sengaja mengikuti Rheana seperti itu. Mereka awalnya berniat berbelanja di mall terdekat untuk membeli beberapa keperluan di Korea sana. Namun saat diperjalanan, mereka menemukan Rheana yang terlihat berlari menyusuri trotoar. Maka dari itu tanpa pikir panjang mereka mengikuti si gadis.

Dan berakhirlah di taman ini, dengan menonton dua insan berbeda gender yang tengah berpelukan dibawah rindangnya pepohonan.

Terkadang mereka sedih dengan keadaan seperti ini. Disaat mereka masih menjomblo, mereka harus melihat salah satu temannya ber-romantis ria bersama dengan seseorang.

Bahkan Ara yang status-nya telah bertunangan dengan Hwang Hyunjin merasa kesal sendiri. Karena demi apapun itu, Hyunjin bersama keempat orang lainnya telah kembali ke Korea kemarin malam, dan hanya menyisakan Wu Yifan di sini.

"Aku kapan?" Deya meringis pelan. Walaupun begitu keempat temannya mampu mendengar apa yang baru saja dikatakannya.

Mereka menyeringai kecil, lantas menepuk-nepuk punggung si gadis dengan tidak sopannya.

"Masih mau nunggu Jaemin? Banyak kali yang suka sama lo," celetuk Rillian.

"Lo sendiri masih mau nunggu Taehyung, Ril?" Ahran menimpali. Diliriknya sosok Rillian dengan sinis.

"Mirror for your self, Ran."

"Iya tau iya yang udah tunangan mah. Bacot banget dah, heran," nyingir Ahran, menekuk wajahnya pertanda kesal.

Dan begitulah seterusnya hingga tanpa sadar Rheana telah memperhatikan mereka dengan wajah dingin seakan ingin melakukan sesuatu terhadap kelima teman tidak tahu malunya itu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro