Eighth
"Jaemin bertengkar dengan seseorang. Aku tidak tahu pasti siapa dia karena orang itu tidak pernah kulihat sebelumnya." Pandangan Hyunjin beralih pada Rheana yang masih sibuk meminum minumannya. "Dan kudengar orang itu menyebut nama Rheana."
Uhuk!
Untuk yang kedua kalimya, Rheana tersedak oleh apa yang ada di dalam mulutnya. Dan tentu saja keduanya disebabkan oleh orang yang sama.
Ayolah, apa Hyunjin tak bisa berhenti membuat seseorang tersedak karena tingkah laku labil-nya itu? Pasalnya, teman-teman Rheana sudah mengalami hal yang serupa dikarenakan ulah Hyunjin yang seperti itu.
Datang dengan rusuh, mengatakan sesuatu yang tiba-tiba, kemudian menghilang. Atau, tiba-tiba sudah berdiri di samping seseorang, menggodanya, dan pergi lagi.
Baiklah, yang kedua itu hanya berlaku pada Adara Dheandra saja. Kebanyakan Hyunjin berlaku seperti yang pertama.
Dan kau tahu? Rasanya Rheana ingin menendangnya masuk ke dalam kandang berisikan puluhan kucing milik Ara agar Hyunjin kapok.
Rheana dengar, Hyunjin alergi terhadap bulu kucing dan anjing. Walaupun aslinya Hwang Hyunjin memelihara seekor anjing.
Definisi ke-anehan yang sesungguhnya.
"Lalu kenapa Jaemin sampai bisa bertengkar dengan orang itu?" Yifan terlihat sweatdrop mendengar penuturan dari Hyunjin. Diliriknya Rheana yang kini telah membereskan kotak makan tadi.
Hyunjin mengangkat kedua bahunya tak acuh. Pemuda tersebut meminta agar Yifan dan Rheana menemui Jaemin untuk menghentikan pertengkaran tersebut karena Hyunjin tak bisa menghentikannya seorang diri. Termasuk dengan Jungkook, Taehyung, serta Joohyuk.
Tahu 'kan bagaimana seorang Na Jaemin dengan segala sikap kekanakannya itu?
The Programmer Series 3
Hurt » Wu Yifa ft Lee Taeyong
Rillian, Ara, Ahran, Witri, dan Deya tampak diam mematung di belakang Jaemin dan satu orang yang mereka kenali. Tatapan keempat gadis itu terlihat begitu panik saat pandangan orang tersebut terfokus kepada mereka.
Orang itu mendorong kasar bahu Jaemin, memaksa pemuda manis itu untuk menyingkir dari jalannya. Langkah pelan ia ambil untuk mendekati kelima gadis tersebut yang perlahan-lahan berjalan mundur menjauhinya.
Mereka tak ingin bertemu dengan orang itu lagi.
Kenangan bersamanya sungguh menyakitkan.
Terutama untuk salah satu dari mereka berenam.
"Di mana Rheana?" tanyanya, penuh dengan penekanan nada pada setiap kalimatnya. Pandangan orang tersebut juga terlihat seperti mengintimidasi, membuat mereka menciut secara perlahan.
Mereka takut.
Takut jika hal yang lalu terulang lagi, dan membuat luka lama di hati Rheana kembali terbuka.
"Apa kau tak punya sopan santun?" Jaemin kembali membuka suara, menyulut kembali amarah orang itu dengan ekspresi tidak menyenangkannya. "Kau sedang bicara pada gadis. Setidaknya sopanlah sedikit."
"Apa urusanmu? Aku hanya ingin bertemu dengan Rheana. Apa salah?"
Ah, seandainya Darrel ada di sini, ia pasti bisa menyingkirkan orang ini. Atau bahkan bisa membuatnya enyah dari hadapan mereka.
Selamanya.
"Ada apa dengan ka--Felix?"
Hening.
Bahkan ketiga orang yang baru saja datang tadi menutup bibirnya rapat-rapat. Salah salah satu dari mereka mengigit bibir bawahnya kasar, bahkan nyaris melukai bibir bawahnya jika saja Yifan tidak menepuk pelan puncak kepalanya.
Itu Rheana, orang yang sebenarnya para gadis khawatirkan. Kenapa bisa dia ada di sini?
"Aku yang membawa mereka karena kupikir Jaemin dan dia tidak akan bisa berhenti bertengkar."
Atensi Ara beralih pada Hyunjin. Tatapannya begitu dingin dan menusuk, seakan-akan Hyunjin melakukan hal yang fatal.
Karena faktanya, dia baru saja melakukan hal yang fatal.
"Rhe--"
Rheana memutus ucapan orang itu dengan mengangkat kedua tangannya tepat di atas dadanya. Ia menghela nafas, dan menatap sosok yang berdiri tidak jauh darinya itu dengan senyum sinis yang mengembang di wajah cantiknya.
"Stop it, okay? Hubungan kita udah selesai, dan gue sama sekali gak mau ngeliat muka lo lagi."
"Denge--"
"Gak butuh." Rheana mendecak.
That's amazing.
Kebanyakan gadis di luar sana akan segera memasang ekspresi sedih dan berakhir menangis sesenggukan disaat seseorang yang masih dicintainya kembali muncul di hadapan mereka setelah menghilang bertahun-tahun lamanya. Tapi Rheana? Ia masih sempat-sempatnya mendecak dan memasang senyum sinis.
Memang keenam gadis ini tak seperti gadis kebanyakan. Mereka... luar biasa.
"Lo denger itu?" Ahran ikut mendecak. "Gak usah ganggu dia lagi, tolong," sambungnya memohon.
Mereka risih, sungguh.
Ahran, Rillian, Witri, Deya, dan Ara tahu jika pemuda bernama lengkap Felix Saputra ini selalu mengikuti Rheana pergi kemanapun selama beberapa hari kebelakang ini.
Seperti stalker.
That's creepy.
"Gak bisa. Gue harus jelasin semuanya ke dia."
"Jelasin apalagi sih?" Witri mengerutkan keningnya heran.
Memangnya apa lagi yang harus dijelaskan?
Alasan tentang hilangnya dia selama beberapa tahun ini dan pergi meninggalkan Rheana dengan status mereka yang masih berpacaran?
Persetan dengan itu! Rheana tak butuh alasan apapun. Yang ia butuhkan saat ini hanyalah hidup damai tanpa ada gangguan dari Felix, Yifan, maupun Luhan.
"Udah ya, mending lo pergi dari sini, Lix. Jangan nyari ribut, jangan malu-maluin diri lo sendiri," ringis Rheana lantas berlalu begitu saja meninggalkan Felix dan yang lainnya di sana.
Ku tarik perkataanku sebelumnya. Rheana hanya mencoba tegar di hadapan mereka semua. Ia tak ingin dikatakan wanita lemah yang cengeng. Rheana hanya ingin membuktikan bahwa dirinya baik-baik saja tanpa adanya Felix di dalam kehidupan dia.
Walaupun faktanya, Rheana benar-benar membutuhkan Felix di dalam hidupnya.
Ayolah, Rheana bukanlah gadis bodoh yang akan kembali pada seseorang yang telah meninggalkannya selama bertahun-tahun lamanya saat mereka masih dalam status berpacaran.
Gila saja jika ia memberikan Felix Saputra kesempatan yang mungkin akan berakhir menyakitinya lagi.
Di dengar dari ucapan Sam sebelumnya, ia sudah tahu pasti bagaimana Felix yang sesungguhnya. Ah, padahal saat pertama kali masuk ke dalam SMK, Felix tak senakal ini. Felix yang dulu adalah sosok yang manis dan lugu, sosok di mana dirinya masih tak tahu hal yang dinamakan cinta.
Lingkungan sekitar mengubah sikap lugunya, ini menyakitkan bagi Rheana.
"Lix." Sebuah panggilan untuk si pemuda terdengar.
Disaat yang lainnya telah kembali dan Felix hendak pergi meninggalkan tempat tersebut, Deyana Jasmine masih ada di sana, tetap berdiri di tempatnya sembari tersenyum lembut ke arah Felix yang menatapnya sendu.
"Mau cerita? Aku dengerin k--"
"Deya!"
Deya segera memutuskan ucapannya dan menoleh ke arah sumber suara di mana Na Jaemin berdiri. Pemuda itu tampak menatap si gadis dengan ekspresi cemberut.
Baiklah, jiga begini, dia tak akan bisa mendengarkan curhatan dari Felix.
"Kalau mau cerita, aku tungguin di caffe depan jam tujuh malem," sambungnya, menepuk pundak kanan Felix sesaat sebelum akhirnya berjalan menghampiri Jaemin dan masuk kembali ke gedung perusahaan.
"Lho? Deya kemana?"
Rillian menatap keempat temannya yang lain saat sadar salah satu temannya tak pulang bersama dia saat ini.
Pertanyaan tersebut dijawab dengan gelengan kepala oleh yang lainnya, membuat si gadis menghela nafas pelan.
"Yakali ditahan sama Jaemin?" Rheana membuka suaranya. Dinaikkan oleh gadis itu alis kanannya, heran.
"Mungkin. Jaem 'kan emang gitu," ringis Witri. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke sekitar hingga tertuju pada sebuah mobil sport merah yang telah terparkir di depan gerbang perusahaan.
Di detik berikutnya, si gadis menyenggol pelan tangan Rheana dan melukiskan senyum mengejeknya. "Jiahh, yang tiap hari di anter jemput sama doi."
Rheana mendecak. Doi yang dimaksud oleh Witri itu pastinya Xi Luhan. Sudah dipastikan dari mobil yang tertangkap di indera penglihatannya itu.
Mobil Lykan Hypersport merah itu adalah mobil milik Luhan. Baiklah, sudah rahasia umum jika Luhan selalu mengantar-jemput si gadis bagaikan supir pribadi. Bahkan tadi pagi pun ia harus rela pergi tanpa teman-temannya karena Luhan yang sudah standby di depan gedung apartenent-nya.
Memang boyfriend able sekali Luhan tuh.
Sayangnya dia sudah dijodohkan oleh kedua orangtuanya.
Jika belum, bisa saja Rheana jatuh hati padanya.
"Ya udah, sana samperin. Kita pulang ber-empat berarti."
Ara serta Ahran menggelengkan kepalanya.
"Gue ditunggu sama Hyunjin di sana," jawab Ara seraya menunjuk sebuah mobil sport putih yang sudah menunggu tidak jauh dari mobil milik Luhan.
"Gue mau nemuin seseorang dulu. Gue duluan, ya? Bye." Dan Ahran yang segera berlalu meninggalkan mereka berempat di sana.
Witri dan Rillian mendesah pasrah. Teman-temannya yang lain satu per satu pergi karena kesibukkan mereka dengan orang yang tak lama ini dekat dengan mereka. Hanya kedua gadis itu yang tak memiliki kenalan baru di negara orang ini.
Miris, itulah yang ada dipikiran mereka.
"Mau nongkrong dulu gak?" tawar Rillian pada Witri yang hanya dibalas anggukkan oleh si gadis.
The Programmer Series 3
Enemy; Wu Yifan
Tepat saat mobil yang Rheana tumpangi sampai di depan gedung apartement, si gadis segera keluar dari mobil sport itu dangan terburu-buru. Ia tak ingin terlalu lama berada di dalamnya bersama dengan orang yang berjam-jam lalu memerintahkannya ini-itu. Entah dari membuatkan kopi hingga memanggil staff yang lain. Bahkan hal-hal tidak berguna pun harus ia kerjakan hanya untuk menuruti perintah dari seorang CEO yang sikapnya tak bisa ditebak sedikitpun.
Rheana meringis pelan saat merasakan pergelangan tangannya digenggam oleh orang tersebut. Dengan senyum dipaksakan, ia berbalik menghadap Wu Yifan yang kini sudah berdiri di dekatnya, sangat dekat. Hanya berjarak beberapa senti hingga tubuh mereka bersentuhan.
"Terima kasih," ujar Rheana pelan, dengan pandangan yang masih melirik ke arah lain.
"Maaf karena memaksamu untuk pulang bersamaku." Yifan mulai membuka suaranya. Ditatapnya lekat-lekat manik hitam itu. "Bukannya aku tidak senang ada yang menjemputmu, hanya saja firasatku mengatakan akan terjadi sesuatu yang buruk terhadapmu," sambungnya seraya mengusap kembali puncak kepala si gadis.
Iya, satu menit sebelum Rheana masuk ke dalam mobil milik Luhan, Yifan datang, menarik tangannya, dan meminta agar si gadis untuk pulan bersamanya.
Awal mula Rheana ingin menolak ajakan Yifan karena merasa tak enak dengan Luhan, tapi Yifan memaksa. Dan berakhirlah dengan dirinya yang di antar oleh sang CEO kembali ke apartement.
"Tidak masalah, saya mengerti," jawab Rheana seraya menganggukkan kepalanya. "Terima kasih sudah khawatir," tuturnya kemudian sebelum akhirnya berjalan memasuki gedung apartement.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro